Opini
Opini Marsel Robot: Ereksi Elit Partai Politik
Ia adalah presiden yang menjinakkan oposisi dengan cara menyelingkuhkan kawan dengan lawan dalam Kabinet Indonesia Maju.
Ia adalah presiden yang menjinakkan oposisi dengan cara menyelingkuhkan kawan dengan lawan dalam Kabinet Indonesia Maju.
Prabowo dan Sandiaga Uno yang menjadi rival berat Jokowi pada periode pencalonan presiden sebelumnya malah dihela ke dalam ruang rangsang perselingkuhan itu.
Hilangnya rival yang generik itu justeru memunculkan rival dari bandit-bandit berlabel akademis seperti Rocky Gerung, si bajingan tolol itu.
Atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, ia boleh memfitnah dan mencaci pemerintah. Ia sengaja tidak mengeja perbedaan antara mengeritik dan menghina. Gerung justru membangkrutkan demokrasi sekadar memaki-maki.
Dan ia sangat popular karena kemampuan mencaci-maki Presiden Jokowi. Gerung effect kian massif. Sekarang, siapapun boleh menghina atau memaki pemimpinnya.
Mulailah masyarakat kita hidup dalam era jahiliah di mana bahasa bukan lagi modus ungkap peradaban.
Model akomodasi Jokowi, semula begitu mesrah. Namun, dua tahun menjelang akhir masa jabatannya, politik akomodatif persis memelihara kalajengking di kasur pengantin Kabinet Indoesia Maju. Kelihatan misalnya, hari-hari ini, para pejabat perlahan mendua.
Baca juga: Opini - Masa Depan Cryptocurrency dan Teknologi Blockchain di Indonesia
Bahkan, meninggalkan Jokowi dengan cara masing-masing. Rasa genit tadi,mulai terasa pahit. Muncul kosa kata cinta, “itu dulu, Bung, ke depan lain, Bang”.
Jokowi terposok di jalan licin yang dibuatnya. Atau memang, sengaja ia dibuatkan jalan licin itu untuk keperluan tertentu. Setidaknya, Pak Jokowi merival dengan dirinya. Pak Jokowi mengalami penderitaan atau minimal vertigo (sakit kepala sebelah).
Sebab, ia berdiri pesimpangan jalan lincin itu (Prabowo atau Ganjar, atau yang lainnya). Prabowo yang telah membantunya selama hampir 5 tahun. Ia telah menunjukkan loyalitas yang begitu latah terhadap Pak De (Jokowi). Bahkan, Prabowo dipandang orang yang paling tepat meneruskan program raksasa Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sedang diributkan oleh sebagian masyarakat, terutama oleh Rocky Gerung, si bajingan tolol itu.
Tentu, termasuk urusan tengik lainnya. Karena itu, Prabowo kelihatan santai menghadap pemilu presiden 2024 ini. Seperti ada sesilir angin berhembus dari jendela surga yang menggelembungkan optimisme. Semakin dia santai, semakin misteri pula misi perjuangannya.
Rupanya, Airlangga Hartarto (Golkar) dan Budiman Sudjatmiko (PDIP) cukup pandai membaca larik-larik puitik politik yang menghubungi Prabowo dengan Jokowi. Tak terbayangkan misalnya, Budiman Sujatmiko yang dibesarkan sejak ingusan di PDIP, berpaling dan menuju Prabowo.
Hal yang sama dilakukan Arilangga Hartarto, loyalitas Pak De dengan jabatan menteri paling strategis. Lalu, Airlangga angkat koper menuju Prabowo.
Terasa memang, dan memang terasa, tahun 2023 ini angin di istana kian tengik. Kursi-kursi di kantor kelihatan berantakan. Sebab, para menteri atau pejabat yang tak lain petugas partai itu lebih banyak waktu di luar kantor untuk melakukan manuver.
Mereka perlahan menghela pelampung di bawah kursi untuk dipakai menyelamatkan diri pasca Jokowi. Nah, perangai yang paling baik saat ini ialah “bermuka dua” (muka-belakang alias muka semua). Sebab, badai politik yang halus itu lebih dasyat daripada badai lautan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.