Korupsi BTS Kominfo
Tidak Ada Motif Politik Dalam Penanganan Perkara Johnny Plate
Kejaksaan Agungmenetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate sebagai tersangka kasus korupsi tower base transceiver station (BTS)
Jadi kesimpulannya Komjak menyatakan bahwa sama sekali tidak ada motif politik di dalam penanganan perkara ini, so far di dasarkan pada alat bukti yang memiliki nilai yuridis?
Betul sekali, karena kami sangat hati-hati sejak awal. Ya selain menerima laporan pengaduan juga sudah atau meminta informasi bahkan sampai dengan komunikasi Jaksa Agung sendiri sangat terbuka, karena Kejaksaan juga membutuhkan agar masyarakat meyakini bahwa ketika tugas dan kewenangan dijalankan itu dijalankan dengan konsisten dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum.
Jadi saya yakin tidak ada kaitan yaitu dengan politik, dengan situasi agenda pada sekarang. Tapi murni adalah penegakan hukum karena ini sudah berjalan sejak tahun lalu dan sudah didukung alat bukti yang kuat.
Baca juga: Profil Johnny Plate Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Punya Harta Kekayaan Rp 191 Miliar
Berdasarkan putusan MK, bahwa penetapan tersangka bisa mengajukan Prapradilan. Dalam konteks ini apakah menutut pemahaman yang dilakukan Barita, suatu waktu tersangka ini menunjukan permohonan Prapradilan?
Prapradilan adalah hak hukum yang dilindungi konstitusi bagi setiap orang, jadi sah-sah saja, saya perlu menyampaikan bahwa ketika proses penyediaan dimulai, dilanjutkan penetapan tersangka, penahanan ini berkaitan dengan perampasan kemerdekaan seorang, maka jaksa sudah punya keyakinan untuk membuktikan.
Tentu ada belasan tahapan ketika naik dari satu tahapan ke tahapan berikutnya sampai menetapkan tersangka dan sampai menahan itu pertaruhan yang sangat besar kalau main main, kalau tidak cukup buktinya.
Ketika sudah menetapkan tersangka di tahan, Jaksa sudah yakin dia bisa membuktikannya dan terburki meski ada prapradilan, jaksa sudah mempersiapkan pelurunya untuk berkaitaj formalitasnya. Kalau materi pokok perkara utu adalah wewenang pradilan yang akan di gelar.
Banyak orang menduga Presiden Jokowi bisa saja cawe-cawe untuk menentukan seseorang menjadi tersangka. Menurut Komjak gimana, apakah presiden cawe-cawe dalam proses penegakan hukum yang dialiukan Kejaksaan Agung?
Dalam Undang-undang Kejaksaan itu disebutkan bahwa Kejaksaan itu sebenarnya memiliki dua kaki. Pada satu sisi dia melakukan fungsi pradilan dan satu lagi adalah lembaga pemerintah.
Yang kita bicarakan lembaga pemerintah menindak ke dalam, menertibkan yang di luar. Sehingga pemerintah tidak boleh terganggu kinerjanya.
Di dalam melakukan fungsi peradilan tadi, di dalam UU 11/2021 disebutkan sebagain fungsi Pradilan dia melakukan proses jusdistia dan berlaku penuntutan. Ketika melakukan penuntutan dia melakukan penuntutan maka dia oleh pasal 2 Undang-undang itu dilakukan secara merdeka, tidak boleh di intervensi.
Menetapkan tersangka menetapkan penyidikan tidak boleh intervensi. Dia merdeka betul dijamin undang undang dalam pelaksanaannya.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki tugas memberikan arah penegakan hukum tapi presiden tidak mengintervensi teknis hukum. Tidak bisa cawe cawe. Dia menentukan arah sesuai dengan garis besar program dari pemerintah. (tribun network/yuda)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.