Lipsus
Tim Kemensos RI ke Ende Dampingi 7 Siswi SD Korban Pencabulan Guru Dapat Kepastian Hukum
Tim Kemensos RI di Ende, Senin (17/4) untuk mendampingi tujuh siswi SD korban pencabulan guru hnorer, bisa dapat jaminan dan kepastian hukum.
POS-KUPANG.COM, ENDE - Tim dari Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia tiba di Ende, Senin (17/4). Mereka akan mendampingi tujuh orang siswi sekolah dasar (SD), korban pencabulan guru honorer agar kepastian hukumnya terlindungi dan terjamin.
Pantauan Pos Kupang, Tim Kemensos dipimpin oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Pepen Nazaruddin tiba di Kota Ende sekira pukul 08.30 Wita. Mereka diterima oleh Bupati Ende Djafar Achmad dan Kapolres Ende, AKBP Andre Librian.
Kedatangan tim kemensos RI ini bertujuan untuk memastikan tujuh korban pencabulan oleh oknum guru honorer mendapatkan pelayanan yang tepat pasca kejadian tersebut.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Ekasanti mengatakan, Kemensos RI memang berkomitmen menghentikan dan mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak apakah dalam bentuk pencabulan, ekploitasi, dan bentuk kekerasan lainnya.
Baca juga: Ayah Diseret Anak Kandung, Ketua LPA NTT: Tindakan Main Hakim Sendiri Bukan Solusi Terbaik
"Karena itu, tim Kemensos datang lengkap ke sini untuk memastikan anak mendapat layanan yang tepat karena anak dalam kondisi tidak baik ketika mendapatkan perlakuan seperti itu," ungkapnya.
Dalam kunjungan tersebut, pihaknya melakukan assessment terhadap korban. Setelah itu juga memberikan intervensi berupa dukungan psikososial dan juga hipnoterapi kepada para korban.
"Kami juga berupaya mendukung keluarganya, karena keluarga perlu mendapatkan pendampingan untuk bisa mendapingi anak-anaknya sehingga anak-anak ini tetap memiliki motivasi untuk sekolah dan agar korban tidak membayangkan kejadiannya karena hasil assessmen ketika mau tidur mereka mengaku masih terbayang dengan kejadian," ungkapnya.

Menurutnya, keluarga korban juga perlu mendapat dukungan pemberdayaan karena ada beberapa keluarga yang bekerja hanya sebagai petani.
Selain upaya kepada korban dan keluarganya, kata Ekasanti, pihaknya melakukan advokasi dan koordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan supaya pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya. "Karena dia seorang pendidik yang seharusnya memberikan contoh dan teladan namun melakukan kejahatan seperti ini supaya mendapat hukuman seberat-beratnya," tegasnya.
Untuk diketahui, selain tim dari Kemensos RI, datang juga ke Ende tim Efata yang juga mempunyai komitmen yang sama melakukan pendampingan kepada para korban.
* Hati Kami Sakit dan Hancur Hancur
Orangtua salah dari siswa Sekolah dasar (SD), WLR (48) di Ende syok dan sakit hati atas apa tindakan oknum guru honor yang mencabuli tujuh siswa di Ende itu.
"Sebagai orangtua saat pertama kali kami mendengar, hati saya sakit, hati hancur karena anak kami jadi korban pencabulan dari guru itu," kata orang tua korban yang enggan namanya dipublikasikan, saat ditemui Pos Kupang di kediamannya, Minggu (16/4).
Ia mengungkapkan mengetahui pertama kali kejadian tersebut ketika anaknya malas ke sekolah setelah liburan paskah, tepatnya pada Selasa (11/4). Dia lalu menanyakan hal itu kepada anaknya, namun tak mendapatkan jawaban. Dia lalu mengantar anaknya ke sekolah sekaligus ingin bertanya kepada guru perihal apa yang terjadi pada anaknya sehingga tidak ingin ke sekolah.
Baca juga: Ketua LPA NTT : Kita Harus Memutus Mata Rantai Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Namun saat tiba di sekolah, sudah masuk jam pelajaran sehingga dia langsung pulang. Sorenya, dia ke rumah kepala sekolah meminta agar kasek memberitahukan kepada guru agar tidak memukuli anaknya.
"Kalau dia sampai takut seperti ini anak saya mau sekolah dimana lagi. Apalagi dia sudah kelas lima begini, tinggal satu tahun lagi dia mau SMP. Akhirnya kepala sekolah mengambil keputusan untuk rapat intern guru supaya besoknya hari rabu rapat dengan guru-guru," ujarnya.
Keesokan harinya, tanggal 13 April 2023, para guru rapat bersama di sekolah. Dalam rapat tersebut, pelaku mengaku telah memanggil keempat siswa setelah dia bermimpi meihat empat anak itu mengalami luka pada tubuh. Pelaku kemudian memeriksa tubuh korban.
"Saat itu, ibu kepala sekolah marah kepada pelaku karena memeriksa korban. Kalau mau periksa harusnya panggil ibu guru yang periksa bukan ambil tindakan seperti itu. Ibu kepala sekolah lalu memutuskan pelaku di skors dan tidak mengajar untuk sementara waktu. Pelaku juga minta undur diri. Akhirnya ibu bilang baik sudah kalau begitu," ujarnya.
Setelah itu, kata orangtua korban, pelaku mendatangi rumahnya dan minta maaf dan dia memaafkan pelaku lalu keduanya berdamai.
Namun, besok harinya, Kamis (14/4), ibu dari pelaku itu mengamuk di sekolah karena tidak terima anaknya dikeluarkan dari sekolah dan dituduh melakukan pencabulan. "Sorenya, guru-guru datang ke rumah bilang mamanya ngamuk di sekolah. Mereka takut akan jadi masalah besar. Saya lalu bilang kalau begitu minta perlindungan di polisi," ujarnya.
Baca juga: Oknum Mahasiswa Tersangka Cabul dan Gadis Pelajar SMA Berstatus Pacaran
Karena itu, Jumat (15/4), dia bersama dengan orang tua korban lainnya ke Polsek untuk minta perlindungan. Mereka menelpon keluarganya yang adalah anggota polisi untuk memberitahu masalah tersebut. "Keluarga kami yang juga polisi ini langsung beritahu kapolsek bahwa ada kasus pencabulan anak di kampung. Mereka akhirnya langsung ke polsek. Tiba di polsek, karena anggota polisi sudah telpon bapak kapolsek, mereka langsung tangkap pelaku," ujarnya.
Saat di polsek itulah, demikian orangtua korban, dia baru tahu bahwa anaknya telah dicabuli oleh oknum guru tersebut. di Polisi, korban mengaku semua perbuatan pelaku terhadap korban dan polisi langsung meringkus pelaku di desa tersebut.
Orangtua korban yang adalah petani ini mengaku pasrah dengan kejadian yang menimpa anggota keluarganya itu. Dia sangat sedih dan tidak tahu bagaimana masa depan putrinya pasca kejadian asusila itu. Apalagi, korban masih anak dibawah umur dan harus mendapatkan perhatian khusus karena psikologi anaknya pasti terganggu dengan kejadian tersebut.

"Kejadian ini membuat saya tambah susah. Kalau mau jalan pemeriksaan di polisi uang tidak ada. Jadi saya minta pemerintah dan para pihak membantu anak kami ini. Kami orang lemah. Kami serahkan sepenuhnya anak kami ini ke negara," ungkapnya kepada Pos Kupang saat ditemui di kediaman keluarganya.
Ia berharap, kasus yang menimpa putrinya itu menjadi kasus terakhir di desanya tersebut sehingga tidak ada anak-anak lain yang menjadi korban pencabulan dari para pelaku. "Kami juga meminta kepada sekolah supaya kalau mau merekrut guru yang akan mengajar harus guru yang berakhlak, jangan rekrut guru perusak seperti pelaku ini," pintahnya.
Orangtua korban lainnya, AR (50) juga minta kepada apara penegak hukum supaya dapat memberikan hukuman maksimal kepada pelaku. Sebab banyak sekali anak dibawah umur yang menjadi korban tindakan cabul yang dilakukan pelaku itu. "Kalau bisa beri hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku ini. Karena banyak korban anak kecil yang dicabuli nya," tegasnya.
Baca juga: Korban Calon Pendeta Cabul di Kabupaten Alor Ada 14 Orang Ini Datanya
Kepala Desa setempat, YL (62), prihatin atas kejadian memilukan yang menimpa siswa yang adalah warga desa seempat. Ia tak menyangka seorang guru yang seharusnya memberikan pamitan bagi para siswa justru menjadi pelaku dari kasus pencabulan itu. "Sebagai pemimpin wilayah, kami merasa prihatin dengan kasus yang menimpa korban," kata kades, Minggu (16/4).
Ia mengaku tidak mengetahui pasti kronologis kejadian tersebut, namun yang informasinya tindak percabulan terhadap siswi SD itu sudah lama dilakukan pelaku. Kades berharap pelaku di proses hukum dan dikenai sanksi yang maksimal sebab perbuatan itu telah melukai hati korban dan keluarga. "Kita serahkan sepenuhnya kepada polisi supaya memproses kasus ini sesuai dengan perbuatannya," ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Ende, Mensy Tiwe menyesalkan kejadian yang menimpa tujuh siswa sekolah dasar (SD) di Ende. Pihaknya menyerahkan proses hukum kasus itu kepada pihak kepolisian. Terkait statusnya sebagai guru honor, Kadis Mensy mengatakan, "Status dia sangat mudah diproses. Karena tidak ada hal yang melekat dalam dirinya sebagai seorang ASN. Kita serahkan sepenuhnya pada kepolisian," ungkap Mensy, Minggu (16/4).
Mensy mengatakan, tindakan bejat yang dilakukan oknum guru tersebut akan menjadi bahan refleksi bagai dinas dan sekolah agar kedepan dapat lebih selektif melakukan perekrutan seorang guru. "Tindakan itu mungkin menjadi refleksi bagi kami bahwa sekolah dalam merekrut guru harus melakukan supervisi terlebih dahulu. Dan ini juga yang menjadi perhatian kami," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, BB alias Charles (26), seorang guru honor di salah satu sekolah dasar (SD) di Kabupaten Ende mencabuli tujuh siswi di sekolah itu.
Kasat Reskrim Polres Ende, Iptu Kadiaman mengatakan kejadian aksi pencabulan terhadap tujuh anak SD tersebut sudah dilakukan pelaku sejak bulan November 2022 sampai dengan tanggal 11 April 2023 yang lalu. LOkasinya di salah satu ruangan guru di sekolah itu.
"Tersangka melakukan pencabulan saat jam sekolah sekitar pukul 07:00 Wita sebelum guru-guru lain datang ke sekolah dan sekitar jam 15.00 Wita saat guru-guru pulang," ujarnya, Sabtu (15/4).
Baca juga: Diduga Berbuat Cabul, Pria Sikka Ini Dilaporkan ke Pihak Berwajib
Modusnya, tersangka BB menipu korban dengan cara memanggil korban untuk membersihkan ruang guru. Lalu disana tersangka melakukan perbuatan bejatnya mencabuli korban. "Untuk memuluskan aksinya itu, pelaku mengaku bermimpi melihat ada benjolan pada tubuh korban sehingga pelaku membuka baju korban," ungkapnya.
Kepada korban yang berusia 11-12 tahun itu, pelaku juga mengatakan mengidap penyakit yang hanya bisa sembuh jika tersangka mencabuli korban. "Dia melakukan aksinya hanya ingin memenuhi hasrat dan nafsu birahinya karena termotivasi menonton film porno di handphone," ujar Kadiaman.
Perbuatan pelaku diancam Pasal 82 ayat (2) Junto Pasal 76E, pasal 64 ayat (1) KUHP UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. "Tersangka telah ditahan di sel tahanan Mapolres Ende mulai hari ini tanggal 15 April 2023," katanya. (tom)
Pengamat Hukum, Ketua LPA NTT ANAK, Veronika Ata, SH, M.Hum
Hukuman Kebiri Bagi Pelaku
LPA NTT Mengencam ketas tindakan tak terpuji seorang guru honor mencabuli 7 orang siswa SD di Kabupaten Ende, Provinsi NTT. Kami mengecam kejahatan seksual yang terjadi pada 7 orang anak di Ende.
Sangat disesali karena dilakukan oleh seorang guru yang wajib melindungi anak-anak namun sebaliknya, dia melakukan tindakan kejahatan seksual.
Seluruh Kepala sekolah baik SD- SMA, wajib menerapkan kebiajakan safeguarding- kebijakan keamanan anak di sekolah agar semua pihak di lingkup sekolah tertib dalam berinteraksi dengan anak.
"Sekolah harus menciptakan ruang dan kondisi aman bagi anak. Minimal di sekolah harus ada tata tertib bagi guru dan karyawan untuk melindungi anak dan tidak melakukan kekerasan pada anak," tegasnya.

Menurutnya, Sekolah-sekolah harus menerapkan Sekolah Ramah Anak. "Sekolah-sekolah wajib menerapkan Sekolah Ramah Anak. Hal ini penting agar semua komponen di sekolah berperilaku ramah Anak, menciptakan lingkungan aman dan nyaman bagi anak," ujarnya.
Veronika menegaskan, Pelaku wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis, mendapatkan hukuman maksimal atau seberat-beratnya agar memberikan rasa keadilan bagi korban maupun efek jera bagi pelaku.
"Sangat miris karena semakin banyak regulasi, namun orang tidak memiliki kesadaran untuk mematuhinya. Kami mendukung Pihak Kepolisian -Polres Ende yang saat ini sudah menahan pelaku," tuturnya.
Menurutnya, Anak-anak yang menjadi korban wajib dilindungi terutama harus mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan.
"Negara wajib memberi perlindungan bagi korban terutama pemenuhan hak secara psikologis, sesuai amanat UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," tegasnya.
Baca juga: Ketua LPA NTT Kecam Kasus Guru di Ende Cabuli Siswi SD
Selain itu, lanjut dia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Kabupaten Ende perlu mewajibkan sekolah-sekolah untuk menerapkan kebijakan Safeguarding dan menerapkan Sekolah Ramah Anak.
"Setiap Guru harus menandatangani komitmen untuk tidak melakukan kekerasan terutama kekerasan seksual pada anak,"katanya.
Lebih lanjut Veronika tegaskan, Sanksi yang pantas bagi Pelaku harus menerapan pasal berlapis terhadap pelaku, antara lain UU Perlindungan Anak, KUHP dan secara khusus UU Tindak Pidana Kekerasan seksual.
"Selain hukuman kebiri yang diatur oleh UU Perlindungan anak, Pelaku dapat dikenakan pasal 12 UU no. 12/ tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Sexual (UU TPKS). Pasal 12 ini mengatur tentang Eksploitasi sexual, dengan hukuman maximum 15 tahun," sebutnya.
Bahkan, kata dia, ketentuan pasal 15 UU TPKS bahwa pidana ditambah 1/3 jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang. Selain itu, adapun Pidana tambahan yakni pengumuman identitas pelaku.
Baca juga: Ketua LPA NTT Tolak Tegas Kebijakan Siswa Sekolah Jam 5 Pagi
"Anak-anak yang menjadi korban harus didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan," sambungnya.
Veronika menambahkan, Kasus kekerasan seksual tidak diperkenankan untuk restoratif justice, tetapi Wajib ditempuh jalur hukum.
"Sangat jelas diatur dalam UU Perlindungan Anak dan UU TPKS. Karena itu pelaku, wajib proses hukum, dikenakan pasal berlapis dan hukuman maksimal," tutupnya. (cr20/vel)
DPRD NTT Minta Pelaku Pencabulan 7 Siswi di Ende Dihukum Berat
Anggota DPRD NTT, Ana Waha Kolin meminta pelaku pencabulan 7 siswi di Kabupaten Ende mendapat hukuman yang berat atas perbuatannya itu.
"Pelaku itu harus dihukum seberat mungkin dan adil sesuai perbuatannya kepada para korban," kata Wakil ketua Komisi I DPRD NTT itu kepada POS-KUPANG.COM, Senin (17/4).
Kasus pencabulan 7 siswi tersebut, menurut Ana Kolin merupakan sebuah tindakan keji sebagai seorang guru atau pendidik terhadap anak didik yang luar biasa.

Ia mengaku, atas perbuatan pencabulan itu akan berdampak pada psikologis, mental dan kesehatan para korban.
Bagi para korban, Ana Kolin meminta supaya dilakukan pendampingan secara baik dan rutin hingga secara psikologis para korban merasa dilindungi dan tidak merasa takut.
Untuk sementara, terhadap para korban dirinya meminta supaya dibebastugaskan di sekolah tersebut.
"Anak-anak atau korban pencabulan guru itu harus diadvokasi dengan baik hingga situasi mereka secara pribadi membaik," tuturnya.
Baca juga: Ana Kolin Minta Pemprov NTT Jangan Gunakan Tangan Besi Atasi Persoalan Besipae TTS
Dikatakan bahwa telah memiliki Perda tentang perlindungan anak, dimana Perda tersebut rujukannya harus dijalankan didalam Juklak/Juknis dalam keputusan Gubernur dengan turunannya dalam SK Bupati dan lainnya untuk melihat banyaknya persoalan atau kasus seksual di NTT yang tidak manusiawi ini.
Menurut dia dibutuhkan multi pihak untuk melihat persoalan atau kasus kekerasan seksual ini secara holistik dan para pelaku harus dihukum seberat-beratnya.
"Banyaknya kasus kekerasan seksual, terutama anak dibawah umur ini bagi pelakunya tidak bisa ditolerir lagi dan harus dihukum sesuai aturan yang berlaku," tambahnya. (rey)
Tim Kemensos RI ke Ende :
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos : Pepen Nazaruddin
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos : Kanya Ekasanti
Assessmen Kemensos RI untuk Kasus Pencabulan di Ende:
Hentikan dan mencegah kekerasan terhadap anak
Pastikan anak mendapat layanan yang tepat
Intervensi dukungan psikososial ke korban
Intervensi hipnoterapi ke korban
Mendukung keluarganya
Memberdayakjan keluarga
Advokasi dan Koordinasi dengan Polisi
Advokasi dan Koordinasi dengan Jaksa
Rambu Kudu Anaknya Ceria, Pamit Keluarga untuk Wisuda Ditemukan Tak Bernyawa |
![]() |
---|
Delapan Tahun Hidup Dalam Pasungan ODGJ di Manggarai Barat NTT Butuh RSJiwa |
![]() |
---|
LPA NTT Minta Kasek SMAN 9 Kupang Tak Keluarkan Siswa Aniaya Guru di Sekolah |
![]() |
---|
OJK Tindak 6 Investasi Ilegal |
![]() |
---|
Notaris di NTT Gelar Aksi Tutup Kantor Protes Rekan Albert Riwu Kore Ditahan Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.