Opini
Opini Albertus Muda, S.Ag: Pendidikan Kritis dan Pemetaan Kecerdasan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menemukan dan memaksimalkan potensi setiap orang, menciptakan ruang edukasi.
Dalam kegiatan praktikum, sering dijumpai sebagian anak, cenderung kurang merespon dengan serius, apa yang hendak dipraktikkannya bersama kelompok. Mereka berperan seadanya, bahkan ada yang tidak sejalan dengan kelompok. Setiap penilaian pun, diterima apa adanya.
Prinsipnya, praktikum bisa dilaksanakan, meski secara pribadi kurang sepakat pada penyeragaman, sehingga kurang adanya persiapan diri. Kondisi ini meski dicermati sambil ditelusuri oleh lembaga, agar kegiatan praktikum, sungguh menjadi momen penemuan kecerdasan anak.
Kita semua pasti berharap agar anak-anak merespon dengan antusias setiap program praktikum di sekolah. Namun, sikap kurang peduli bahkan kurang proaktif kerap kita jumpai terjadi.
Pada titik ini, lembaga mesti memotivasi anak-anak dan mengarahkan mereka untuk saling memotivasi.
Baca juga: Opini Don Kabelen: Hosana, Salibkanlah Dia!
Anak-anak tidak boleh sekedar paham atau mengerti konteks praktikum seadanya, melainkan perlu diarahkan untuk mengerahkan seluruh potensi diri secara maksimal sambil berkomitmen untuk bangkit membuat persiapan, berlatih terus menerus agar menampilkannya dengan maksimal pula.
Seluruh warga sekolah layaknya membangun nalar kritis, agar mampu memecahkan persoalan, baik secara pribadi maupun kelompok, untuk mengatasi stagnasi atau kemandegan yang dihadapi.
Heather Zwicker, Dekan Fakultas Humaniora dan Ilmu Sosial University of Queensland, Australia, mengatakan bahwa amatlah penting menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk bereksplorasi.
Menurutnya, bentuk pendidikan yang sebenarnya adalah membiarkan peserta didik mengetes dan mencoba potensi mereka (Kompas, 14/3/2023).
Oleh karenanya, pendidikan kritis sangat urgen untuk membuka ruang terhadap berbagai upaya merancang, mengonstruksi cara berpikir yang teratur, runtut dan logis, agar mampu melahirkan bangunan berpikir yang mandeg dan stagnan yang dipengaruhi oleh polarisasi kegelisahan anak terhadap kondisi riil yang dihadapinya maupun kelompok, agar menemukan jalan keluar terbaik. Solusi yang dicapai hendaknya merupakah pergumulan dari proses berpikir kritis itu sendiri.
Pemetaan Kecerdasan
Sebuah pengembangan diri dan praktikum yang baik, hendaknya membangkitkan harapan bagi penemuan berbagai kecerdasan yang dikemukakan Howard Gardner dalam bukunya Frame of Mind (1983) dan ditulis kembali Paul Suparno dalam bukunya Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah (2004) meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis, kecerdasan ruang, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan lingkungan, kecerdasan spiritual dan kecerdasan eksistensial.
Beberapa kecerdasan dapat penulis paparkan di sini terutama yang berkaitan langsung dengan mata pelajaran praktikum di sekolah setiap tahunnya. Misalnya, kecerdasan musikal biasanya mewujud dalam kepekaan pada musik, lagu, ritme, nada, dan lain-lain.
Baca juga: Opini Robert Bala: Tameng Konstitusi
Olehnya, guru dapat melatih anak-anak melalui beberapa latihan seperti mengenal tone suara, ritme lagu, menyanyi, memainkan alat musik seperti gitar, piano, band, trompet dan angklung. Siswa juga dapat diajari menyusun lagu sederhana dan mementaskan musik.
Beberapa aspek seni tampak nyata terintegrasi dalam kecerdasan ruang. Kecerdasan ruang lebih spesifik mewujud dalam pengenalan warna, bentuk, desain, tekstur, pola, gambar atau simbol visual yang dapat dilihat.
Olehnya, di sekolah, guru layaknya membantu siswa untuk mendeskripsikan sesuatu di otaknya, berangan-angan akan sesuatu, berlatih dengan warna, menggambar, melukis, membuat peta, mematung, latihan bermain catur, mencari jejak, mengamati gambar tiga dimensi dan sebagainya. Semua ini dapat dipilih siswa sesuai dengan situasi di sekolahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.