Berita Lembata
Puluhan Tahun Pakai Pestisida Kimia, Petani di Wuakerong Lembata Kini Terapkan Pertanian Organik
Pestisida itu pertama kali dia beli di toko. Setelah itu dia sering mendapat pestisida dan pupuk kimia dari pemerintah daerah.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Oby Lewanmeru
Dalam pelatihan pengolahan pupuk organik di kebun demplot di desa Riabao, peneliti Piter Pulang dan para fasilitator dari CRS dan LSM Barakat menunjukkan secara langsung bahaya penggunaan pestisida kimia bagi tanah dan tumbuhan.
Baca juga: Balitbangda Sumba Timur Sarankan Pengendalian Belalang Kembara Gunakan Pestisida Nabati
Pada salah satu sesi, mereka menyiapkan alat peraga bola lampu yang sudah dialiri listrik, dan sampel cairan tanaman gamal, kelor, urin manusia, abu dapur, lamtoro, kotoran sapi, tanah kebun dan tanah pematang.
Semua cairan sampel organik itu diisi di dalam gelas minuman kemasan. Kemudian, ujung kawat positif negatif bola lampu dimasukkan ke dalam masing-masing cairan tersebut. Para petani langsung melihat pada cairan yang mana bola lampunya menyala paling terang dan redup atau tidak menyala sama sekali. Pada dua sampel yakni tanah kebun dan tanah pematang, bola lampu sama sekali tak bernyala.
Piter Pulang menjelaskan, tanah yang baik harus selalu mengandung unsur Nitrogen, Fosfor dan Kalium.
Nitrogen penting untuk pertumbuhan batang dan daun, Fosfor merangsang pertumbuhan akar, bunga, buah dan biji, Kalium menambah daya tahan tanaman pada hama dan penyakit. Pada percobaan itu, cairan yang bisa sebabkan lampu bernyala berarti punya ketiga unsur tadi.
Baca juga: Panganan Rumput Laut Desa Wuakerong Lembata Makin Dikenal, Pesanan Mulai Berdatangan Dari Luar Pulau
“Kenapa pada sampel cairan tanah kebun dan pematang lampunya redup atau tidak menyala sama sekali? Karena, tanah ini tidak ada unsur Nitrogen, Fosfor dan Kalium sama sekali. Kalau, karbon (kutub positif) saja dia tidak nyala karena bahan negatifnya (NPK) sudah tidak ada. Ini yang biasa disebut ikatan ionik,” papar Piter di hadapan para petani.
Aliran listrik hanya mengaktifkan karbon positif dan negatif. Tapi dalam sampel tanah kebun, unsur negatifnya (nitrogen, fosfor dan kalium) sudah tidak ada lagi.
Artinya tanah kebun itu sudah kering total, tidak ada lagi bakteri yang bisa menguraikan bahan-bahan nitrogen, fosfor dan kalium. Alasannya, zat pestisida kimia sudah terlalu banyak terkandung dalam tanah.
Untuk memulihkan kembali tanah yang sudah sangat tercemar pestisida, CRS dan LSM Barakat mengajak petani untuk menjaga humus dan air tetap terjaga di dalam kebun.
“Prinsipnya air dan humus tidak boleh keluar dari kebun,” pesan Piter. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.