Berita NTT
FKUB NTT Launching dan Bedah Buku tentang Kerukunan Umat Beragama Dalam Kearifan Lokal
FKUB NTT launching dan bedah buku tentang Menemukan Nilai Kerukunan Umat Beragama Dalam Kearifan Lokal Masyarakat NTT.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Nusa Tenggara Timur ( FKUB NTT )
launching dan bedah buku tentang Menemukan Nilai Kerukunan Umat Beragama Dalam Kearifan Lokal Masyarakat NTT.
Launching dan bedah buku tersebut berlangsung di Kantor Harian Umum Pos Kupang pada Jumat, 30 Desember 2022 dengan menghadirkan Narasumber Dr. Maria Theresia Geme, S. H., M. H., Dosen Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, dan tim editor Drs. Herman Y. Utang, L.Ph, Felisianus Efrem Jelahut, S.Fil.,M.I.Kom, dan juga anggota FKUB NTT yang di pandu oleh Jurnalis Pos Kupang, Annie Toda.
Ketua FKUB NTT, Dr. Yuliana Salosso, SPI, MP dalam sambutannya mengatakan bahwa seri dialog kerukunan yang dilaksanakan oleh FKUB NTT adalah bagian dari upaya menjadikan nilai kerukunan dalam kearifan lokal sebagai energi terbarukan dan modal sosial dalam mendukung dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia pada umunya dan Provinsi NTT pada khususnya.
Baca juga: FKUB Ende Gelar Sosialisasi Pendidikan Berkarakter Pancasila dan Diklat Fasilitator Kerukunan Umat
"Ada dua seri dialog kerukunan terdahulu yang diterbitkan dalam bentuk buku yakni seri kerukunan pertama untuk daratan Timor, sedangkan seri kerukunan ke dua untuk daratan Flores dan seri kerukunan ke tiga ini untuk daratan Sumba, Alor, Sabu dan Rote serta Kota Kupang,"ujarnya.
Seri dialog ini, lanjutnya, merupakan perjalanan refleksi budaya dan upaya menemukan kearifan lokal dalam suku, etinis dan budaya lokal di NTT demi memperkenalkan kearifan budaya lokal NTT kepada dunia dan sekaligus bagian dari proses perawatan dan pewarisan nilai kerunan kepada generasi muda NTT.
Karena itu, kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat yang dijunjung tinggi dalam spirit religious dan diwujudkan dalam corak sikap dan perilaku hidup.
"Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup dan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi mengatur kehidupan masyarakat," ungkapnya.
Baca juga: Tiru Kota Kupang, FKUB Deli Serdang Sumatera Utara Bakal Bangun Kampung Kerukunan
Menurutnya, berbagai upaya dialog budaya dan kearifan lokal menjadi penting dan mendesak dilakukan di Indonesia sebagai bentuk afirmasi nilai-nilai yang termuat di dalam Pancasila.
"Sebagai ideology bangsa, Pancasila sudah final karena memuat nilai-nilai luhur kearifan lokal bangsa Indonesia. Pancasila sebagai karakter bangsa indonesia perlu dijaga dan dirawat melalui dialog kehidupan dalam sikap dan cara hidup yang Pancasilais,"jelasnya.
Sementara itu, Drs. Herman Y. Utang, L.Ph, selaku tim editor menjelaskan bahwa dalam buku yang di lounching poin penting yang disampaikan di sana adalah sebuah landasan mengapa menemukan nilai-nilai kerukunan dalam kearifan lokal.
"Basisnya adalah kesadaran bahwa manusia itu adalah makhluk yang senantiasa berada secara sadar. Makhluk yang mencari makna. Keberadaannya ini sebenarnya keluar dari sebuah konsep besar dari eksistensialisme pemikir besar yang bernama Hideger bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, makhluk yang merupakan pencipta yang tercipta dan dia memahat makna dan nilai dalam hidupnya. Maka dia disebut sebagai makhluk yang berbudaya," ujarnya.
Selain itu, Di sana ada persoalan simbol dan lambang yang merupakan perwujudan ekspresi dari hakikat manusia sebagai makhluk yang sadar yang tahu dan mau, yang mengungkapkan seluruh pemikiran, perasaan, kehendak dan kemauannya dalam bentuk materi dan juga formal.
Baca juga: FKUB NTT Gemakan Dialog Kerukunan Umat Beragama di Pulau Rote
"Di sana ada dialektika nilai sebenarnya antara apa yang diungkap dan apa yang ada di balik yang merupakan simbol, tanda dan lambang," ungkapnya.
Manusia menciptakan keadaannya dalam sejarah dia meninggalkan jejak-jejaknya di sana ada paradoks yang bisa kita temui bahwa manusia sekaligus mengungkap dan menyembunyikan apa yang ada di baliknya.