Berita NTT

BPBD NTT Dorong Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

sesuai UU No 24 2007 tentang penanggulangan  bencana, salah satu strateginya adalah  pengelolaan risiko bencana adalah berbasis komunitas

Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/OBY LEWANMERU
SEMINAR - Kepala Pelaksana BPBD Provinsi NTT, Ambrosius Kodo, Kadis PMD NTT, Viktor Manek dan Desderea Kani memberikan penjelasan pada seminar publik percepatan desa/kelurahan tangguh bencana yang berlangsung di Hotel Swiss Belcourt, Jalan Timor Raya, Senin 17 Oktober 2022 

Sedangkan dalam  Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) melibatkan masyarakat untuk mengkaji, menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuannya.

Baca juga: Kepala BPBD NTT Imbau Masyarakat Waspada Dampak Gelombang Rossby Ekuator

Saat itu Ambrosius mengatakan, komponen desa, kelurahan tangguh bencana harus ada peraturan desa kelurahan. Karena itu, harus dirumuskan di desa, kemudian ada kelembagaan. Sedangkan dana bisa dari dana desa.

"Di desa ada kajian risiko bencana, jika ditemukan maka bisa dilakukan perencanaan di desa," ujarnya. 

Sedangkan Kepala Dinas PMD NTT Viktor Manek mengatakan, bencana itu berawal dari ketidakseimbangan lingkungan.

"Semua bencana terjadi karena tidak ada keseimbangan lingkungan. Untuk itu, penanggulangan bencana bukan saja di hilir, tapi kita harus urut dari hulu ke hilir," kata Viktor.

Dikatakan, di lingkungan jika ada ekosistem yang seimbang maka bencana akan terhindar.

Baca juga: Peringatan Dini BMKG, BPBD NTT Minta Warga Tetap Waspada

Desderea Kani dari Asosiasi penyandang disabilitas mengatakan, membangun desa tangguh harus inklusi.

"Saya ingin tekankan apakah di desa atau kelurahan kita sudah inklusi atau tidak. Pendekatan inklusi sebagai jalan memastikan partisipasi kelompok paling berisiko," kata Desderea.

Dikatakan, ada empat kelompok yang perlu diperhatikan, yaitu Exclusion, separation, integration dan inklusion.

"Kita perjuangkan inklusi , kita perlu melihat kelompok berisiko.

Kita berupaya agar semua miliki hak yang sama untuk mendapatkan informasi termasuk akses informasi bencana dan pengurangan risiko bencana," jelasnya.
Menurut dia ada lima mandat inklusi dalam penanggulangan bencana, yaitu, data terpilah, aksesibilitas, partisipasi, peningkatan kapasitas dan prioritas perlindungan.
"Kami hari ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan hal ini sebagai peningkatan kapasitas kami," katanya.

Risiko Bencana Sedang

Sementara itu Plt Sekda NTT Johanna E Lisapaly dalam sambutannya mengatakan, enurut Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI, BNPB 2021) menunjukkan,  Provinsi NTT berada pada tingkat risiko bencana sedang.

Ada juga daerah yang berada pada tingkat risiko tinggi dengan ancaman bencana mencakup banjir, gempa bumi, tsunami, kekeringan, cuaca ekstrem, longsor,  letusan gunung api, abrasi, kebakaran lahan dan hutan, dan lain-lain.

"Untuk mengatasi dan mengurangi risiko terdampak dari bencana diperlukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang terpadu dalam perencanaan pembangunan pada level desa.  Upaya itu menjadi salah satu pintu masuk peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat dalam mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak bencana," katanya.

Lebih lanjut, dikatakan, kelompok masyarakat dari keluarga miskin, perempuan, orang lanjut usia dan penyandang disabilitas cenderung merasakan dampak bencana yang lebih merugikan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain dikarenakan terbatasnya kapasitas mereka untuk kesiapsiagaan bencana. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved