Berita Kota Kupang

Ketua DPRD NTT: Perbedaan Dengan Eksekutif untuk Menemukan Titik Temu

Tidak apa-apa kita berbeda. Berbeda itu ada dalam tujuan untuk menemukan titik perbedaan kita dan menyelesaikannya seperti apa

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Ketua DPRD NTT Emi J Nomleni 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Hubungan DPRD NTT dan Pemerintah provinsi sedang tidak baik. Pemerintah dan DPRD seolah tak lagi saling menghargai. Terlebih Pemerintah yang menutup mata dengan keberadaan Dewan. 

Sikap Ketua DPRD NTT, Emi J Nomleni dengan tidak menandatangani dokumen Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pada APBD tahun anggaran 2022, saat sidang Banggar di gedung DPRD NTT, Selasa 6 September 2022 lalu, memang menuai kontroversi. 

Ketua DPRD memberi sinyal bahwa Pemerintah dan Legislatif sedang tidak harmonis. Meski para wakil ketua DPRD tandatangan, namun tidak bagi ketua DPRD Emi Nomleni. 

Baca juga: Kenaikan BBM, DPRD NTT Sampaikan Masyarakat Tidak Perlu Panik

Emi yang ditemui, Rabu 14 September 2022, menjelaskan, perbedaan yang sejatinya untuk menemukan sebuah titik temu. 

"Tidak apa-apa kita berbeda. Berbeda itu ada dalam tujuan untuk menemukan titik perbedaan kita dan menyelesaikannya seperti apa," katanya. 

Alasan ia tidak menandatangani itu, berawal saat pembahasan KUA PPAS. Pemerintah provinsi NTT diketahui menggunakan anggaran hampir 187 miliar tanpa menginformasikan ke DPRD. Pemerintah beralasan penggunaan karena kondisi tertentu atau darurat dan selanjutnya menerbitkan Pergub sebagai landasan. 

Ia menjelaskan, terdapat penggunaan anggaran oleh pemerintah melalui persetujuan DPRD, dan ada yang digunakan mendahului perubahan dengan disampaikan kepada DPRD.  

Dua sistem penggunaan anggaran tersebut memiliki standar atau alat ukur yang dipahami sebagai aturan yang membingkai.

Baca juga: Anggota DPRD NTT Dedama Sambangi Kelompok Tani Persada SBD

Emi Nomleni menyebut, ada enam peraturan gubernur yang dilakukan oleh eksekutif untuk penggunaan anggaran mendahului perubahan dengan hanya memberitahukan kepada DPRD. 

Secara regulasi, kata Emi, hal itu dibolehkan karena ada PP 12 2009 jo Permendagri 77 tahun 2020 yang mengamanatkan kepada eksekutif untuk gunakan anggaran mldengan memenuhi kriteria kedaruratan. Serta menyebut adanya keperluan mendesak yang bisa menyebabkan dampak yang besar.

"Dari enam Pergub ini, terdapat 26 item pengunaan anggaran. Ketika dibahas item penggunaan anggaran tersebut terdapat beberapa item "tidak memenuhi kriteria". Menurut DPRD tidak memenuhi syarat kedaruratan sebagaimana yang tertuang dalam PP maupun Permendagri. Tapi menurut pemerintah memenuhi sehingga adanya perbedaan pandangan itu," ujarnya.

Sikap berbeda yang ia tunjukkan, semata ingin m memastikan memastikan penggunaan anggaran tersebut terpenuhi secara regulasi. Karena dalam KUA PPS meski belum ditetapkan sebagai aturan daerah namun menjadi dukumen penuntut untuk masuk ke RAPBD.

Perbedaan pandangan tersebut merupakan hal yang biasa dan merupakan kekayaan. Alasan pertama ia harus memilih berbeda agar memastikan pengunaan anggaran tersebut sudah memenuhi aturan dan kedua lembaga tersebut adalah setara. Tidak ingin menjadikan salah satu lembaga sebagai kiblat dari satu.

Baca juga: Suami Wakil Ketua DPRD NTT Meninggal Dunia 

"Kedua lembaga ini setara. Saya pikir, relasi ini yang perlu dibangun karena selama ini menurut saya selama ini cukup baik dan sebenarnya menjadi kekuatan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Jadi dua lembaga ini sejajar bukan karena salah satu lebih Onderbouw," kata Emi. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved