Sidang Kasus Astri Lael
Mikael Feka: Dalam Praperadilan Harus Menilai Aspek Formilnya Bukan Materil
Ia menambahkan, saat ini KUHAP telah mengatur dimana pada pasal 184 ayat 1 itu telah diatur jelas berkaitan dengan saksi.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Termohon dari Polda NTT menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Katolik Widya Mandiri Mikael Feka. Saksi ahli dihadirkan dalam kasus praperadilan (Prapid) dengan pemohon Ira Ua dan termohon Polda NTT.
Dia menegaskan, dirinya selaku ahli, hanya bisa menilai pada apsek formil bukan materil. Untuk itu, keterangannya sebagai ahli tidak memberikan tanggapan mengenai sisi materil.
"Intinya dalam keterangan saya bahwa dalam kasus pra peradilan yang objeknya penetapan tersangka harus menilai pada aspek formilnya saja, tidak boleh masuk pada aspek materil," ujarnya, usai persidangan, Rabu 18 Mei 2022 di Pengadilan Negeri Kupang.
Baca juga: Disdikbud NTT Harap Pembangunan Sekolah di Kota Kupang Bisa Dipercepat
Mikael menyebut, ia diajukan sebagai ahli dari pihak termohon atas penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Polda NTT kepada Ira Ua. Menurut dia, sebagai ahli tidak dapat memberikan keterangan yang masuk pada aspek materil, karena yang berhak menilai hal itu ialah majelis hakim.
"Karena bila masuk dalam aspek materil, maka ini mengabaikan hak dari korban ataupun keluarga korban. Oleh karena itu, memang tentang objek pra peradilan khusus yang penetapan tersangka hanya boleh menilai pada aspek formil yaitu termohon menetapkan Ira sebagai tersangka sudah ada tidaknya 2 alat bukti," jelasnya.
Ia menerangkan dalam fakta persidang Prapid, yang dipimpin oleh hakim tunggal Derman Nababan itu, penyidik melalui kuasa termohonnya menyampaikan telah memiliki 3 alat bukti.
Baca juga: Disdikbud NTT Harap Pembangunan Sekolah di Kota Kupang Bisa Dipercepat
"Pada persidang tadi juga disampaikan bahwa termohon telah memiliki 3 alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli dan juga surat serta cetakkan itu menjadi dokumen," lanjutnya.
Ia juga menerangkan untuk saat ini alat bukti telah diperluaskan sesuai pasal 5 Undang-Undang ITE.
"Jadi ada empat alat bukti, dimana telah ada perluasan alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-undang nomor 8 tahun 2011 tentang ITE. Bila berkaitan dengan hasil screen soot itu, telah termasud dalam cetakkannya, dan itu telah masuk dalam alat bukti surat," terangnya.
Berkaitan screnshoot maupun perkara elektronik hal itu telah masuk dalam bukti dokumen. Sedangkan terkait dengan dokumen dan pengiriman itu semua masuk dalam alat bukti, informasi elektronik dan dokumen elektronik. Jadi KUHAP itu tidak lagi 5 alat bukti akan tetapi 6 alat bukti sudah ada perluasan itu.
Baca juga: UPTD Pendapatan dan Satlantas Polresta Kupang Kota Periksa Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Kupang
Ia menambahkan, saat ini KUHAP telah mengatur dimana pada pasal 184 ayat 1 itu telah diatur jelas berkaitan dengan saksi.
6 alat bukti itu sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 184 ayat 1, terkait dengan keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan dokumen elektronik serta informasi elektronik, penambahannya disitu berdasarkan Undang-undang ITE.
Ia menilai alat bukti, yang tertuang dalam Undang-undang ITE pada pasal 55 ayat dua, dokumen-dokumen elektronik telah diperluaskan yang mengacu pada KUHAP.
Baca juga: Polres Manggarai Amankan DPO Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur di Manggarai
Alat bukti itu tidak hanya berlaku pada Undang-undang ITE karena pasal 55 ayat 2 disampaikan bahwa alat bukti dokumen elektronik, informasi elektronik merupakan perluasan alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.