Berita Flores Timur Hari Ini
Air Mata Bidan Desa di Adonara, Antara Pengabdian dan Upah yang Belum Dibayar
Selama bekerja, jebolan Stikes Maranatha Kupang ini digaji dari dana desa dengan sistem pembayaran setiap enam bulan.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Amar Ola Keda
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA - Namanya, Isabela Ema. Ia seorang bidan desa yang sudah tiga tahun tulus mengabdi jadi tenaga kesehatan (Nakes) di desa kelahirannya, desa Pandai, Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Beberapa hari belakangan, Isabela menjadi sorotan publik Flotim di sosial media, lantaran ia disebut-sebut sedang berpolemik dengan pemerintah desa setempat karena upahnya selama enam bulan belum dibayar.
Hal itu dikarenakan ia tak mengikuti kegiatan Indeks Desa Membangun (IDM) di kantor camat.
Saat meluapkan isi hatinya di sesi wawancara dengan wartawan, Selasa 26 April 2022, Isabela tak mampu menahan air mata. Ia mengaku sakit hati lantaran pengabdiannya selama ini dinilai dengan uang atau upah.
Baca juga: Begini Pernyataan FPR NTT Terkait 400 Hektare Lahan Digusur di Labuan Bajo
Selama bekerja, jebolan Stikes Maranatha Kupang ini digaji dari dana desa dengan sistem pembayaran setiap enam bulan.
Meski demikian, Isabela tak pernah mengeluh. Bagi dia, pengabdian dan merawat pasien sebagai wujud cinta membuat ia tetap semangat mengemban misi kemanusiaan di desa.
Beban kerja Bidan Isabela boleh dibilang sangat berat, lantaran di Posyandu Desa Pandai, hanya memiliki satu tenaga kesehatan yaitu bidan.
Karena itu, selain bertugas sebagai bidan yang membantu melahirkan ibu hamil, Isabela juga harus merangkap sebagai perawat jika ada pasien umum yang sakit dan membutuhkan perawatan.
Baca juga: Berbagai Kerugian Doxing Dialami Wartawan, Dari Trauma Hingga Gangguan Jiwa
Ia menuturkan, polemik itu terjadi saat ia batal mengikuti IDM lantaran ia sibuk merawat pasien lansia yang sekarat sejak tanggal 5 hingga 8 April.
Setelah berkonsultasi dengan dokter di Puskesmas, ia disarankan membawa pasien itu ke Puskesmas. Namun, hal itu ditolak keluarga pasien dengan alasan kondisi pasien sudah sangat kritis.
Atas permintaan keluarga, pasien tersebut akhirnya tetap dirawat di rumah. Ia pun diminta dokter untuk memasang infus dan melakukan observasi 24 jam.
Namun, pada tanggal 7 April sore, pasien tersebut menghembuskan nafas terakhir. Ia pun dimintai dokter melakukan suntikan formalin dan ikut melayat hingga larut malam.
Baca juga: Kikc Off Liga 1 2022/2023 Bakal Digelar 27 Juli 2022, Arema Rampungkan Persiapan Tim Musim Depan
Rupanya, di tanggal 7 malam itu, seorang aparat desa bernama Menti menginformasikan ke Isabela untuk mengikuti IDM di kantor camat besok pagi. Sayangnya, informasi itu disampaikan Menti melalui messenger facebook. Pesan itu tak diketahui Isabela lantaran sibuk mengurus jenazah hingga dini hari.
"Karena kelelahan urus pasien bahkan sampai jenazahnya, saya tidak sempat buka facebook. Saya baru pantau messenger jam 10 pagi. Dan saya sempat balas jelaskan kondisi saya," ungkapnya.
Waktu pun terus berjalan. Isabela tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Hingga pada tanggal 18 April, lewat corong desa, kepala desa membaca beberapa perangkat desa untuk mengambil gaji. Saat itu, nama Isabela sebagai nakes desa tidak disebut.
Baca juga: Disperindag NTT Belum Dengar Resmi Terkait Indikasi Penimbunan Minyak Goreng di Kota Kupang
Awalnya, ia merasa biasa karena tahu jika ia biasa digaji 6 bulan sekali. Apalagi, di tahun 2022, ia baru empat bulan bekerja.
Namun keesokannya, melalui Menti ia di informasikan jika gajinya masih ditahan kepala desa karena ia tak mengikuti kegiatan IDM. Mendapat informasi itu, ia langsung menangis dan menceritakan nasibnya ke keluarga.
"Saya sakit hati, seolah-olah pengabdian saya diukur dengan uang. Saya sudah biasa enam bulan baru digaji. Tapi tolong, jangan sebut, gaji ditahan hanya karena tidak ikut IDM. Selama ini saya kerja sendiri. Saya rela tidak digaji asalkan saya dengan pasien saya," tuturnya.
Ia mengaku jika beberapa keluarganya sempat menulis persoalan itu di medsos, lantaran kecewa.
Baca juga: Coach Macan Kemayoran Thomas Doll Emban Tugas Berat, Menjuarai Liga 1 2022/2023 untuk Jakmania
"Saya ceritakan ke saudara saya, karena mereka tau kerja saya selama ini. Semua laporan selama ini saya buat. Laporan itu dibuat, diserahkan ke kader KPM dan selanjutnya diserahkan ke desa. Baru dua bulan terakhir saya lambat karena sakit. Tolong jangan cari-cari kesalahan saya," katanya.
Kini, Isabela hanya pasrah. Dia tau konsekwensi dari semuanya itu. Ia tak mungkin melawan kebijakan Kades jika ia benar-benar akan diberhentikan.
"Jika pak Kades mau pecat, saya siap terima. Tapi dengan satu syarat, tolong segara cari nakes pengganti, agar ibu-ibu hamil dan pasien umum yang saya rawat selama ini, jangan terabaikan," ujarnya berderai airmata.
Tanggapan Ketua BPD dan Kepala Desa
Ketua BPD Pandai, Marselinus Dupeng mengaku sudah mengetahui persoalan itu dan sedang berupaya melakukan mediasi.
Menurut dia, ketidakhadiran bidan Isabela dalam kegiatan IDM itu lantaran tidak mengetahui informasi itu.
Karena itu, sebagai ketua BPD, ia mengaku kecewa dengan alasan penahanan gaji perangkat desa, termasuk tenaga kesehatan hanya karena tidak mengikuti kegiatan IDM.
"Ia diinformasikan melalui facebook, sementara ia urus rawat pasien sampai urus jenazah. Bagaimana mungkin dia tau kalau ada kegiatan IDM," katanya.
Baca juga: Diduga Menimbun Minyak Goreng, Ricky Ekaputra Foeh: Pelaku Harus Dihukum Berat
Selama ini, tidak ada kesepakatan yang dibuat terkait jadwal pembayaran upah semua perangkat desa.
"Tidak ada kesepakatan yang kami buat. Tidak ada perangkat desa yang diprioritaskan pembayarannya. Disaat dana desa cair, upah perangkat desa langsung dibayar," tandasnya.
Sementara Kepala Desa (Kades) Pandai, Philipus Boli mengatakan, gaji bidan desa dibayar setiap enam bulan, itupun tidak menutup kemungkinan jika dana desa tahap satu ditransfer lebih awal, maka, sebelum enam bulan sudah dibayarkan.
Gaji bidan desa ini, kata dia, dibayar dengan syarat wajib menyerahkan laporan pelaksanaan kegiatan pada bulan sebelumnya.
Faktanya, menurut dia, bidan Isabela tidak melakukan pelaporan. Bahkan, tidak hadir saat dipanggil hadir mengisi data-data tentang kesehatan desa.
"Sebagai pemerintah, kami siap menerus dikritik dan saran dari masyarakat, tetapi bukan memfitnah. Kalau menuntut gaji lebih awal ya laporan-laporan harus diserahkan. Itu syarat agar dana bisa ditransfer. Ini menunjukkan anggaran berbasis kinerja," katanya.
Ia menambahkan, jika ada pernyataan bahwa gaji bidan desa ditahan kepala desa, hal itu menurut dia, tidak benar dan fitnah.
"Ada statmen bahwa kepala desa dan aparatnya melakukan tindakan brutal dan kurang ajar. Ini satu pelanggaran dan kami bisa ambil langkah hukum, setelah memanggil bidan yang bersangkutan untuk klarifikasi," tegasnya. (*)