Berita NTT Hari Ini

Sanitasi Penyebab Tingginya Stunting di Indonesia, Provinsi NTT Nomor Satu

Menurutnya, sejak 2018 hingga 2021, angka stunting hanya turun dari 32,8 persen menjadi 24,4 persen

Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/APOLONIA DHIU
DISKUSI - Kegiatan diskusi daring bertemakan 'Percepatan Pencegahan Stunting' pada Senin, 4 April 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Apolonia Matilde Dhiu

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah stunting di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan diundangkannya Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres ini memuat strategi pemerintah yang bersifat intervensi sensitif/pencegahan. 

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan melihat capaian selama beberapa tahun terakhir, terjadi penurunan yang relatif belum maksimal. 

Menurutnya, sejak 2018 hingga 2021, angka stunting hanya turun dari 32,8 persen menjadi 24,4 persen.

Baca juga: Pemprov NTT Realisasikan Bantuan Bagi Korban Badai Seroja di  TTU 

"Kalau kita lihat penurunan dari tahun-tahun sebelumnya itu relatif belum bisa mencapai angka 14 persen di tahun 2024. Bahwa tahun 2018 di angka 32,8 persen, tahun 2021 24,4 persen," kata Hasto dalam diskusi daring yang digelar FMB9 bertema "Percepatan Pencegahan Stunting" pada Senin, 4 April 2022.

Hasto mengatakan, strategi percepatan penurunan stunting dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian target pada 2024. Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi yang menginginkan penurunan angka stunting mencapai 14 persen pada 2024.

"Tetapi jika kita ingin menuju angka 14 persen sesuai arahan Bapak Presiden di tahun 2024, maka paling tidak dibutuhkan 3 persen lah sehingga membutuhkan percepatan penurunan," ungkap Hasto.

Baca juga: Atasi Stunting di Sikka, Pemkab Sikka Beri Makanan Tambahan Buat Anak-anak 

Sejumlah daerah di Indonesia, kata Hasto, masuk kategori daerah dengan kasus stunting tertinggi dari urutan tertinggi adalah NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Aceh, NTB, dan Kalimantan Barat serta Kalimantan Selatan.

"Ya memang kalo kita lihat daerah yang paling memprihatinkan angkanya masih cukup tinggi. Ini menjadi daerah-daerah yang tentu masuk lima besar tertinggi dari urutan tertinggi," bebernya.

Adapun penyebab tingginya masalah stunting di wilayah tersebut, kata Hasto, faktor sanitasi menjadi penyebab terbesar. Menurutnya, faktor lingkungan ini dikenal dengan sebutan faktor sensitif.

Baca juga: TP PKK Kabupaten Manggarai Kolaborasi Tekan Angka Stunting 

"Ya kalo kita lihat seperti kemarin kita ke NTT, faktor lingkungan kemudian menjadi suatu masalah yang penting sekali untuk diperhatikan seperti air bersih, rumah tidak layak huni, kemudian juga camban. Faktor-faktor itu yang dikenal faktor sensitif," urai Hasto.

Hasto menuturkan, jika faktor lingkungan ini tidak diperhatikan dengan baik, maka akan menyebabkan anak mudah sakit seperi diare, TBC dan seterusnya yang berakibat pada turunnya berat badan.

"Kalau dua tiga bulan tidak naik, maka bulan-bulan berikutnya tinggi badannya tidak naik dan akhirnya tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya. Kemudian kita katakan stunting, begitu," imbuhnya.

Baca juga: BPBD NTT Sebut Empat Daerah Siap Salurkan Bantuan Seroja

Hasto menjelaskan, kendati sejumlah daerah di Pulau Jawa memiliki kasus yang banyak, namun persentasenya tidak tinggi. Hal ini karena daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang besar.

Sehingga, tegas Hasto, dalam melihat persentase kasus stunting ini, perlu juga memperhatikan wilayah yang jumlah kasusnya besar karena memang penduduknya besar seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten serta Sumatera Utara.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved