Ini 5 Tips Jaga Kesehatan Mental Remaja Selama Pandemi Covid-19
Remaja yang biasanya memiliki banyak aktivitas harus menjalani hidupnya dengan kegiatan yang sangat terbatas.
Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
POS-KUPANG.COM - Beberapa siswa SMP di Kota Kupang merasa bahagia karena sudah bisa masuk sekolah saat ini.
Kerinduan untuk sekolah offline ini membuat mereka bersemangat saat ada pengumuman untuk masuk sekolah.
Mereka bisa bertemu dengan teman sebaya mereka meskipun harus menjaga jarak. Namun mereka merasa bahagia.
Pandemi Covid-19 membawa dampak tidak hanya orang dewasa tapi juga anak-anak dan remaja.
Remaja yang biasanya memiliki banyak aktivitas harus menjalani hidupnya dengan kegiatan yang sangat terbatas.
Termasuk saat masuk sekolah pun harus dibatasi hanya 50 persen dari jumlah.
Berbagai kegiatan yang harusnya dilakukan dengan teman sebaya menjadi sangat terbatas.
Baca juga: Satlantas Polres Manggarai Bagikan Masker Gratis Bagi Warga
Hilang kesempatan untuk bermain bersama teman sebaya membuat hampir seluruh remaja tak hanya di Indonesia tapi juga dunia kehilangan masa-masa emasnya.
Akibat perubahan hidup yang drastis ini tak dapat dipungkiri timbul rasa takut, cemas, dan khawatir yang mana perasaan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Apa itu mental? dikutip dari KBBI daring. mental adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga
Kesehatan mental selama ini kurang mendapat perhatian. Padahal kesehatan mental itu berkaitan juga dengan kesehatan fisik.
Baca juga: Pemkot Kupang Sebut Masih 12 Kelurahan Terkonfirmasi Positif Covid-19
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut, kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial manusia. Hal-hal ini membantu manusia untuk berpikir, merasa, dan bertindak, serta menghadapi stres, berhubungan dengan orang lain, dan membuat keputusan yang tepat.
Dikutip dari laman covid10.go.id disebutkan untuk menyikapi keadaan yang demikian, seorang psikolog remaja, yang juga penulis best-seller dan kolumnis bulanan New York Times, Dr. Lisa Damour, mengungkapkan ada sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental agar tetap waras di masa pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhirnya.
1. Cemas adalah hal yang wajar
Sadari bahwa rasa cemas yang kamu alami bukan hanya terjadi pada dirimu sendiri tapi hampir seluruh remaja di dunia. Kehilangan momen penting dalam hidup memang berat, tidak salah jika kamu mengalami rasa cemas karena itu adalah hal wajar.
Baca juga: Wakil Wali Kota Kupang Optimis Vaksinasi Covid-19 Capai 90 Persen Awal Desember 2021
Dr. Lisa mengungkapkan para psikolog sudah lama menyadari bahwa kecemasan adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman, dan membantu kita untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri.
Pasalnya, menurut dia, rasa cemas dapat membantu mengambil keputusan yang harus dibuat saat ini, seperti tidak menghabiskan waktu bersama orang lain atau dalam kelompok besar, mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah.
“Perasaan-perasaan tersebut tidak hanya membantu menjaga dirimu, tapi juga orang lain. Hal inilah yang mencerminkan bagaimana kita ikut menjaga anggota masyarakat. Kita juga memikirkan orang-orang di sekitar kita, lho,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk mengatasi kecemasan akibat COVID-19, bisa diatasi dengan mencari informasi terkini dari sumber yang akurat dan terpercaya seperti situs dan media sosial milik pemerintah atau media yang kredibel.
Baca juga: Pelaku Perjalanan dari Luar NTT Belum Vaksin Wajib Lakukan Tes PCR
“Dan jika kamu merasa mengalami gejala COVID-19 segera beritahu orang tua agar segera diatasi. Karena umumnya pada anak dan remaja gejala ringan,” demikian ucap Dr. Lisa.
2. Cari pengalihan
Di dalam hidup tak jarang kita harus berhadapan dengan kondisi yang sulit untuk dilalui. Namun, cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah mengenali masalah terlebih dahulu. Masalah yang timbul bisa hal-hal yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan seperti saat ini.
Oleh sebab itu, kita memerlukan pengalihan untuk mengatasinya. Menurut Dr. Lisa kita bisa mencari pelampiasan yang positif dan menemukan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Binda NTT Gelar Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten TTU
Contohnya seperti mengerjakan tugas, membaca buku atau novel, menonton film, memasak, membuat kue, berolahraga, bernyanyi, menari, melukis atau bahkan membuat kreativitas baru.
3. Temukan cara baru untuk berkomunikasi
Di zaman yang sudah modern saat ini, berkomunikasi tidak harus dilakukan secara langsung. Kamu bisa memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan keluarga jauh atau teman-teman.
Meski peran media sosial baik, namun Dr. Lisa mengingatkan agar tidak kebablasan dalam penggunaannya. Tetap diperlukan pengaturan waktu atau screen time dalam kesehariannya.
Baca juga: Masyarakat Marapu Memahami Covid-19 dan Protokol Kesehatan
“Saya tidak akan pernah meremehkan kreativitas remaja. Mereka akan menemukan cara untuk terhubung dengan satu sama lain secara online melalui cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Tetapi memiliki akses tanpa batas ke layar kaca atau media sosial itu bukan hal yang bagus. Itu hal yang tidak sehat dan tidak cerdas, dan bahkan bisa menambah rasa cemasmu,” kata Dr. Lisa.
4. Fokus pada diri sendiri
Jika sebelum pandemi kamu begitu disibukkan dengan berbagai kegiatan, kini saatnya kamu fokus pada dirimu sendiri. Kamu bisa memanfaatkan waktu ini untuk menambah kemampuan dengan cara banyak membaca atau mengikuti kursus online.
Kamu juga bisa melakukan hal-hal produktif lainnya untuk menjaga kesehatan baik fisik maupun mental. “Kalau sudah bicara tentang perasaan yang menyakitkan, satu-satunya jalan keluar adalah berusaha melaluinya.” Ucap Dr. Lisa.
5. Rasakan perasaanmu
Baca juga: Tetap Patuhi Protokol Kesehatan
Menurut Dr. Lisa cara terbaik untuk mengatasi rasa kekecewaan adalah dengan membiarkan dirimu merasakan kekecewaan ini.
“Kalau soal mengalami perasaan yang menyakitkan, satu-satunya jalan keluar adalah berusaha melaluinya. Lanjutkan hidupmu dan jika merasa sedih, selami perasaanmu. Jika kamu bisa membiarkan dirimu merasa sedih, akan lebih cepat pula kamu merasa lebih baik,” ungkapnya.
Tentu perasaan kecewa tidak dapat dipungkiri manakala kita kehilangan kesempatan untuk mengikuti acara-acara dengan teman, kegiatan untuk menyalurkan hobi, atau pertandingan olahraga, tapi ini bisa diatasi.
Beberapa anak akan menyalurkan perasaan mereka dengan membuat karya seni, sementara beberapa lainnya memilih berbicara dengan teman-teman mereka dan menggunakan kesedihan yang dirasakan bersama sebagai cara untuk merasa terhubung di tengah situasi ketika mereka tidak bisa bertemu secara fisik.
Baca juga: PTM Tahap Kedua, SDI Liliba Kupang Perketat Protokol Kesehatan, Siswa Wajib Ikut
“Setiap orang punya cara berbeda untuk mengolah perasaan. Bagaimanapun caranya yang penting adalah kamu melakukan hal yang terasa benar bagimu,” demikian ucap Dr. Lisa.
6. Berbuat baik
Tidak dapat dipungkiri akibat virus Corona, beberapa remaja mengalami aksi bullying. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini menurut Dr. Lisa adalah dengan jadi pembela untuk setiap jenis bullying.
“Anak-anak dan remaja yang menjadi target bullying tidak seharusnya diminta untuk melawan para pelaku bullying secara langsung. Justru, kita yang mesti mendorong mereka untuk mencari pertolongan dan dukungan dari teman atau orang dewasa,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan jika menyaksikan ada teman yang di-bully, maka dekati mereka dan tawarkan dukungan.
“Karena tidak melakukan apapun bisa membuat temanmu merasa bahwa tidak ada yang peduli padanya. Ingatlah saat yang paling penting bagi kita untuk untuk lebih bijaksana dalam memutuskan apa yang akan kita bagikan atau katakana kepada orang lain,” pungkas Dr. Lisa.