Pedagang Resah Pajak Sembako, MPR Minta Kaji Ulang PPN

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN) Sembako, termasuk beras, gabah, garam, gula, telur dan daging

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
Pedagang di Pasar Kasih Naikoten saat ditemui Pos-Kupang.Com, Jumat 11 Juni 2021. 

Sedangkan Marwan Cik Asan dari Fraksi Demokrat mengatakan yang dilakukan pemerintah dengan rencana pajak sembako adalah pengkhianatan buat rakyat. "Kita nggak bisa memajaki terus menerus rakyat, apalagi ada pemikiran mau memajaki sembako. Lah sembako rakyat aja kita bagi-bagi," ucapnya.

Kritik juga datang dari politisi PDIP, Eriko Sotarduga. Ia meminta agar Ditjen Pajak Kemenkeu menyerahkan peta jalan perpajakan Indonesia. Sehingga kebijakan yang ditempuh tidak tiba-tiba hadir.

"PPN jangan yang sembako, sepakat. Tapi juga bayar pajak sebelum masuk ke kantongnya. Kami perlu roadmapnya, sehingga banggar bukan sekedar mengetok dan paham strategi pemerintah. Ini momentum untuk menunjukkan di situasi berat, ada peluang yang lebih baik," ujar Eriko.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan dampak buruk jika rencana pengenaan pajak terhada psembako diterapkan.

Menurutnya, hal itu berpotensi menambah beban hidup masyarakat yang sudah dibebani kondisi sulit adanya pandemi Covid-19.

"Meminta pemerintah mengkaji ulang secara sosiologis baik dari sisi produksi ataupun konsumsi terhadap rencana tersebut, dikarenakan kenaikan PPN terhadap bahan pokok sangat berpotensi semakin memberatkan kehidupan masyarakat," kata Bamsoet, Jumat (11/6).

Ia mengatakan, bakal terjadi penurunan daya beli masyarakat, meningkatkan biaya produksi, dan menekan sisi psikologis petani, serta meningkatkan angka kemiskinan jika diberlakukan saat perekonomian masyarakat belum pulih.

Rencana pengenaan pajak pada sembako tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang beredar ke publik.

Belum Berlaku

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemajakan sembako bukan berarti pemerintah tak memikirkan masyarakat kecil. Yustinus menyatakan, pemerintah tengah mereformasi sistem perpajakan supaya lebih adil (fair) dan tepat sasaran.

Pasalnya objek pajak yang dikecualikan PPN-nya saat ini termasuk sembako, banyak pula dikonsumsi masyarakat mampu yang seharusnya bisa membayar.

"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, enggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri," cuit Yustinus dalam akun Twitternya, Rabu (9/6).

Pada Jumat (11/6), Yustinus mengatakan, pemerintah saat ini fokus memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

"Jadi tidak benar kalau bakal ada pajak dalam waktu dekat, pajak sembako, jasa pendidikan, kesehatan, besok, atau bulan depan, tahun ini dipajaki. Tidak," kata Yustinus dalam webinar, Jumat (11/6).

Yustinus menuturkan, saat ini pemerintah belum membahas revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) soal pajak sembako dan jasa pendidikan itu dengan DPR.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved