Opini Pos Kupang
Menyambut Program Sekolah Penggerak
Program Sekolah Penggerak diberitakan secara khusus oleh Pos Kupang (Minggu, 6/3/2021) dengan tajuk Sekolah Penggerak Tak Kenal Sekolah unggulan
Oleh: RD. Eduardus Sateng Tanis (Kepala SMA Swasta Seminari Pius XII Kisol)
POS-KUPANG.COM - Program Sekolah Penggerak diberitakan secara khusus oleh Pos Kupang (Minggu, 6/3/2021) dengan tajuk Sekolah Penggerak Tak Kenal Sekolah unggulan.
Pos Kupang mewawancarai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Drs. Linus Lusi, M.Pd tentang program sekolah penggerak yang saat ini menjadi salah satu isu utama dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah secara nasional.
Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, Bapak Kadis Dikbud NTT mengharapkan setiap satuan pendidikan dan terutama para guru mewujudkan konsep merdeka belajar.
Baca juga: Pemerintah Bantu Modal Kerja Sektor Hotel dan Restoran
Konsep merdeka belajar itu sendiri bertujuan agar guru-guru tidak terbelenggu lagi dengan berbagai macam metode, atau situasi proses pembelajaran yang konvensional. Isi wawancara itu juga menyebutkan program sekolah penggerak yang telah dicanangkan oleh Kemendikbud.
Untuk menyambut program sekolah penggerak ini, Provinsi NTT menetapkan Kabupaten Rote Ndao, Manggarai Timur, Sumba Timur, Sumba Tengah, dan Kota Kupang sebagai daerah pelaksana sekolah penggerak angkatan pertama.
Baca juga: Jadi Provinsi Dengan Bandara Terbanyak, Gubernur NTT Ajukan Pembangunan Sekolah Penerbangan
Bagaimana sambutan satuan pendidikan (kepala sekolah) atas program ini? Tulisan ini coba merefleksikan satu dua pikiran yang berkembang di kalangan para kepala sekolah di NTT tentang program sekolah penggerak ini.
Tulisan ini tentu tidak menjadi wakil dari semua antusiasme, kerinduan, harapan, dan mungkin kebingungan kami para kepala sekolah (KB-PAUD, SD, SMP, dan SMA) atas program baru ini.
Antusiasme vs Kebingungan
Ketika muncul pandemi Covid-19, program merdeka belajar sedang marak-maraknya disosialisasikan pada setiap tingkat dan satuan pendidikan. Tidak kurang-kurang pelatihan dan penguatan program merdeka belajar ini dilaksanakan.
Salah satu bagian penting dari merdeka belajar itu adalah penghapusan ujian nasional (UN), dan berganti rupa menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Karena pandemi Covid-19, AKM diundur pelaksanaannya pada Oktober dan November 2021.
AKM ini pun tidak kurang menuai kritik dan pertanyaan, baik soal isi maupun wujud implementasi serta kesiapan SDM dan infrastruktur pendidikan di seluruh Indonesia. Etti Sutrianti (Kompas, Senin, 23/9/2020) menyebut, terutama karena pandemi Covid-19, pelaksanaan AKM terbentur dengan beragam masalah, seperti keterbatasan akses internet, motivasi belajar dan dukungan orangtua, keterampilan (skill) mengajar secara daring guru, dan keterbatasan teknologi.
Situasi ini serentak melahirkan antusiasme dan kebingungan bagi guru dan tenaga kependidikan (termasuk para kepala sekolah sebagai calon peserta sekolah penggerak).
Dikatakan antusias karena program merdeka belajar mengurangi beban sekolah (guru) dalam urusan kelengkapan administrasi belaka dan kesiapan guru dan siswa menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Penyederhanaan adminsitrasi RPP dan program AKM mendorong sekolah (guru) untuk lebih fokus pada peningkatan kompetensi personalnya. Selain itu, guru menjadi semakin akrab dengan pembelajaran berbasis teknologi, literasi, dan numerasi yang menjadi pilar peningkatan kualitas pendidikan pada abad ke-21 ini.