Tamu Kita
Tamu Kita: Prof. Dr. Frans Salesman: Profesor Ilmu Kesmas Pertama di NTT
Provinsi NTT patut berbangga karena satu lagi ilmuwan di bidang kesehatan masyarakat ( Kesmas). Prof. Dr. Frans Salesman.
Penulis: Apolonia M Dhiu | Editor: Apolonia Matilde
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Apolonia Matilde Dhiu
POS-KUPANG.COM|KUPANG - Provinsi NTT patut berbangga karena satu lagi ilmuwan di bidang kesehatan masyarakat ( Kesmas).
Dan, merupakan profesor pertama ilmu kesehatan untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Dia akan dikukukan menjadi Profesor Kesehatan Masyarakat pada 4 Maret 2020 di Universitas Citra Bangsa ( UCB). Dan, inilah profesor pertama juga dari lembaga pendidikan tinggi swasta.
• Bunga Citra Lestari: Kenangan Mendalam
Dalam pengukuhan ia akan membawakan orasi ilmiahnya tentang 'Kontribusi Derajat Kesehatan Masyarakat Dalam Membentuk Humman Capital Indeks, Analisis Kasus di Indonesia'.
NTT membutuhkan public health dan jika kesehatan masyarakat rendah akan berdampak pada berbagai bidang lainnya termasuk sumber daya manusia yang rendah pula.
Apa saja sumbangan pemikiran yang ia lakukan ke depan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat?
• Bupati TTS Pertanyakan Klaim RSUD SoE yang 5 Bulan Terakhir Belum Dibayar BPJS
Ikuti wawancara Wartawati Pos Kupang, Apolonia Matilde Dhiu, dengan Prof. Dr. Frans Salesman, SE, M.Kes, di Kampus UCB, Kamis (27/2).
Proficiat, Anda akan dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Apa yang membuat Anda tertarik menggeluti ilmu kesehatan dan sejak kapan?
Saya sejak lama sudah menggeluti ilmu kesehatan masyarakat. Bahkan, untuk keperluan guru besar ini, saya sudah melakukan riset sejak tahun 2012 di Kabupaten Kupang. Saya mengambil riset tentang ansuransi kesehatan dan tarif pelayanan kesehatan. Saya juga melakukan riset di Kabupaten Ngada selama dua tahun. Saat itu diminta oleh AUS-Aid tentang kebijakan kesehatan. Selain itu, di Kabupaten Manggarai Timur selama tiga tahun, meneliti tentang tingkat kemiskinan dan indeks pembangunan kesehatan masyarakat. Sementara di Kabupaten Manggarai meneliti tentang indeks pembangunan manusia. Sementara Kabupaten Manggarai Barat, saya meneliti tentang roadmap pembangunan kesehatan sampai dengan 2021. Penelitian selama empat tahun, dan tahun 2017 saya mulai menulis artikel-artikel kesehatan. Saya mengunggah ke jurnal-jurnal internasional. Dari 16 jurnal yang saya tulis, lima masuk di Prosiding Internasional, enam jurnal masuk best of scince di Indexing Scopus, empat jurnal di Thomson Reuters dan sisanya di Google Scholar.
Saya juga sudah menulis buku 'Potret Kesehatan Masyarakat di NTT".
Ini semua kompilasi juga dari hasil riset untuk menjadi rujukan ilmiah pembangunana kesehatan di NTT.
Mengapa tertarik sekali dengan ilmu kesehatan masyarakat?
Saya melihat di NTT khususnya indeks kualitas sumber daya masyarakat masih rendah. Itu ditunjukkan dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi NTT sampai tahun 2018 sebesar 64,39 di pringkat 31 dari 34 provinsi di Indonesia, dengan pendapatan perkapita orang miskin sebesar Rp 20.712 perhari. Jadi, bisa bayangkan pendapatan kita sama dengan harga satu bungkus rokok. Ini menjadi komplikasi dari IPM yang rendah. Kesehatan masyarakat rendah juga dibuktikan dengan angka kematian balita di NTT sebesar 12,30. Artinya, dari 1000 balita, 13 orang diantaranya tidak bisa merayakan ulang tahun ke-5 karena meninggal.
Nah, tingginya angka kematian balita ini adalah puncak dari rendahnya kesejahteraan masyarakat, baik sosio ekonomi maupun lingkungan. Ini semua puncak dari gunung es.
Angka kematian balita menunjukan pembangunan kesehatan kita masih jauh dari harapan. Padahal, visi visi dari kesehatan adalah 'sehat untuk semua (healt for all).
• Seekor Ikan Paus Terdampar di Pantai Wairungu Karera, Sumba Timur
Menurut Anda, apa saja hambatan pembangunan kesehatan di NTT?
Yah, kendala kita adalah pembangunan SDM khususnya di bidang kesehatan. Tingginya stunting. Hasil Riskes sebesar 40,3% atau menyimbang 3,79% terhadap stunting nasional.
Kerugian masa depan bagi seorang penderita stunting adalah tidak bisa diserap pada lapangan-lapangan kerja yang membutuhkan tinggi badan dan berat badan terentu.
Contohnya, profesi perawat minimal tinggi badan 160 cm, pilot minimal 170 cm, tentara dan polisi dan ada pekerjaan-pekerjaan lainnya yang membutuhkan tinggi badan ideal.
Saya menyampaikan penderita stunting adalah sumber malapetaka manusia di masa depan. Saya sudah menulisnya di jurnal internasional terbit salah satu universitas di Amerika Serikat.
Kesehatan masyarakat berkorelasi pada kesejahteraan masyarakat. Bagaimana pendapat Anda?
Ya tentu. Pertama, soal kemiskinan. Kedua, pengetahuan tentang kesehatan bagi anggota keluarga, ketiga, lingkungan yang tidak mendukung. Pengetahuan masyarakat masih rendah dan tidak paham bahwa manusia adalah modal sosial di masa depan. Kalau stunting tidak di dukung oleh pendidikan yang berkualitas, komplitlah penderitannya. Akan semakin termarjinalisasi dalam sistim sosial, terutama menghadapi generasi milenium yang membutuhkan orang yang cerdas, berkualitas dan berdaya saing.
• Kaskogabwilhan II Mayjen TNI Joko Warsito Disambut Pagar Betis Personel Satgas
Sejauh mana Anda melihat bahaya stunting di NTT?
Kita lihat hilirnya adalah Human Capital Indeks. Indonesia menempati pringkat ke-6 dari negara-negara ASEAN dengan angka human capital indeks sebesar 0,55. Sedangkan pada saat yang sama Singapore berada pada pringkat pertama dengan angka human capital indeks 0,90. Human capital indeks adalah angka kemampuan sumber daya manusia untuk meraih satu satuan produksi ekonomi. Katakan, satuan produksi ekonomi dikerjakan oleh orang Indonesia dengan atau hanya mengandalkan kemampuan 55%, sedangkan pada saat yang sama orang Singapore sudah 90%. Mengapa Indonesia masih 55%, karena pendidikannya rendah, tingkat kesehatannya rendah, kemampuan intelektual rendah. Dia hanya bisa mencurahkan kemampuannya sebesar 55%, lalu sisanya kemana? Siasanya belum dioptimilisasi diri. Asumsinya kalau dia berkualitas sama dengan Singapore berarti dia sama mencurahkan untuk mendaptkan satu satuan produksi itu sebesar 90% seperti yang Singapore. Saya cendrung melihat hal itu sebagai sebuah malapetaka.
• ZODIAK BESOK Selasa 3 Maret 2020, Sagitarius Dilema, Aquarius Ide Baru, Cancer Kritis, Zodiak Kamu?
Apa judul orasi ilmiah yang akan Anda sampaikan pada saat pengukuhan guru besar?
Judulnya 'Kontribusi Derajat Kesehatan Masyarakat Dalam Membentuk Human Capital Indeks di Indonesia. Indonesia secara umum tingkat pendidikan rendah, mutu kesehatan rendah akan melahirkan sumber daya manusia memiliki kompentensi yang rendah. Kalau kompentensi rendah berarti daya saingnya rendah baik di nasional maupun internasional. Masalah lainnya mereka menjadi dewasa mencari tenaga kerja, sementara yang ditawarkan lapangan kerja adalah skill. Inilah yang menjadi masalah kita di Indonesia. Kita selalu menjadi penonton.
Apa yang akan Anda lakukan pasca pengukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Kesehatan masyarakat?
Saya sudah bertemu dengan Gubernur NTT, Vicktor Bungtilu Laiskodat. Keahlian saya disumbangkan untuk membangun kesehatan di NTT dengan solutif untuk penanggulangan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Jadi selain penyelesaian persoalan stunting, juga indikator kesehatan lainnya di masyarakat. Apalagi di Universitas Citra Bangsa (UCB) sebagai pioner untuk menggerakan jumlah aseptor KB tahun 2019-2020. Target kami adalah 10.000 aseptor. Kami akan masuk ke desa-desa supaya mereka dibatasi kelahirannya, melakukan trietment terhadap penderita stunting, supaya suatu saat, NTT ini memiliki manusia-manusia yang berkualitas secara umum.
Ini langkah yang ditawarkan ke Pemerintah Provinsi NTT. Gubernur mengajak untuk duduk bersama lagi, berdiskusi secara detail konsep-konsepnya.
Selain itu, kami akan tetap meningkatkan mutu pendidikan secara umum dan meningkatkan kompentensi. Ada tiga fakultas di UCB dengan 9 program studi (Prodi) akan melakukan gerakan pengabdian masyarakat dan penelitian.
• 20 Peserta di Lembata Ikut Pelatihan Paralayang
Terkait pelayanan akseptor, bagaimana dengan masyarakat di desa-desa yang masih cenderung memiliki banyak anak?
Dalam pelayanan akseptor ada proses edukasi. Proses edukasi untuk merencanakn kelahiran, dan sebaiknya keluarga-keluarga yang mau nikah diberikan bekal untuk merencanakan kelahiran. Jadi bukan membatasi kelahiran, kalau membatasi kelahiran itu kan melawan perintah Tuhan. Tetapi, kalau merencanakan konsepnya adalah kalau mau punya anak berarti dia sudah mesti mempersipkan terlebih dahulu sumber daya ekonomi keluarga, pendidikan, kesehatan.
Jadi tidak hanya melahirkan anak, tetapi bertanggung jawab terhadap anak yang dilahirkan.
Apakah Guru Besar ini adalah impian Anda?
Ya, guru besar atau profesro adalah jabatan puncak dalam perjalanan karier seorang dosen. Tetapi, saya tidak meraihnya begitu saja, membutuhkan proses perjuangan yang luar biasa. Tulisan-tulisan ilmiah yang dipublikasi di dunia internasional sekarang. Saya juga menjadi Pemred di tiga jurnal internasional, yakni Amerika, Afrika dan Inggris. Bisa diunduh di Google. (*)
• Sofan Sebut Daya Beli dan Tukar Petani di NTT
Suka Membaca Sejak Kecil
'ALA bisa karena biasa', itulah peribahasa kuno yang cocok diberikan kepada Prof. Frans Salesman. Kebiasaan membaca yang dilakukan sejak kecil, mengantarkannya bisa menulis buku dan jurnal internasional.
"Ayah saya tamatan dari seminari. Sehingga pendidikan seminari terbawa kepada anak-anaknya.
Saya termasuk yang ditempa sejak kecil dengan kebiasaan membaca buku.
• Info Pembuatan SIM Kolektif Beredar di Sosmed, Kasat Lantas Sebut Hoax
Kalau tidak membaca, ayah saya marah sekali," kata Frans Salesman kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Kamis (27/2).
Suami dari Sisilia Santiani Pu'ung Salesman ini, mengatakan, setiap hari ia mendapatkan ulasan (review) tulisan dan artikel dari berbagai penulis.
"Kalau dosen tidak bisa menulis namanya dosen gadungan. Makanya banyak membaca dan membaca buku apa saja dan tuangkan dalam tulisan. Tulisan jangan disimpan di laci tetapi dipublikasikan baik di jurnal nasional maupun internasional. Kebiasaan membaca juga ditularkan kepada anak-anaknya yang rata-rata sudah magister saat ini," katanya.
• Kejari TTS Dalami Dugaan 8 Embung Bermasalah
Menurut pria kelahiran Beangiung, 9 Mei 1955, pengukuhan guru besar adalah hadiah bagi istri, anak, menantu dan cucu.
"Mereka sudah membantu meluruskan perjuangan ini. Selain itu, saya persembahkan untuk pemerintah dan masyarakat NTT," kata Frans yang juga doktor pertama ilmu kesehatan di NTT ini.
Menurutnya, ijazahnya dipakai untuk mengusulkan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang tahun 2001, dan tahun 2002 mengusulkan FKM, dan sempat mengajar dua tahun di FKM Undana.
Dia berharap sekolah kesehatan di NTT menciptakan insan-insan berkualitas. Karena, tanggung jawab orang-orang kesehatan adalah hidup matinya orang.
Visinya adalah menciptakan atau membentuk perilaku hidup bersih dan sehat (BHBS), kompentensinya adalah pembentukan healty havier melalui promotif dan preventif, dan bukan pada kuratif.
Baginya, masyarakat NTT membutuhkan tenaga-tenaga public health. Kita senang kaena sekarang sudah ada Program Magister di Undana. (nia)
• Tak Punya Rumah di Kampung, Fidelis Don Alesu Dijegal Calon BPD di Sikka
Biodata :
Nama : Prof. Dr. Frans Salesman, SE, M.Kes.
TTL : Beangiung, 9 Mei 1955.
Istri : Sisilia Santiani Pu'ung Salesman, A.Md.
Anak : 1. Ronaldus Fancy Dhada.
2. Richardus Adven Dhada.
3. Irmina Linda Dewiaty.
4. Leonardus W Setiawan.
5. Emanuel G Alan Rchmat.
6.Matheus R Yosafat Dhada.
Pendidikan :
1. Sarjana Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Terbuka Indonesia.
2. Magister Ilmu Kesehatan dan Studi Pembangunan, UniVersitas Airlangga.
3. Doktor Ilmu Kedokteran/Ekonomi Kesehatan di Univeritas Airlanngga.
Pekerjaan :
1. Wakil Rektor Bidang Akedemik, Universitas Citra Bangsa (UCB).
2. Jabatan akadeik : Profesor/Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat.