Breaking News:

Cerpen

Cerpen Sonny Kelen: Ibu, Aku Mencintai-Nya

Angin yang sesah memikul desahnya dalam keranda resah yang gesa. Sebelum jauh lenyap, sayap-sayap yang gemetar singgah di hidung.

pos kupang
Cerpen; Ibu aku mencintainya 

POS-KUPANG.COM|KUPANG - Angin yang sesah memikul desahnya dalam keranda resah yang gesa. Sebelum jauh lenyap, sayap-sayap yang gemetar singgah di hidung seorang wanita yang menghirup bauh tanah yang membentuk suaminya dan dosa yang dibentuknya sendiri pada beberapa waktu silam yang kelam. Selalu, ketika mengingat semuanya itu dadanya terasa sesak.

Terutama memori tentang kejadian ia dan suaminya melarang putera sulung mereka untuk mengikuti Tuhan, ketika putera mereka mengutarakan niat baiknya itu. Sejak saat itu, ia selalu merasa dirinya sungguh rapuh karena gagal menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya.

Oknum Polwan 2 Kali Selingkuh dengan Kanit, Nangis Saat Sidang Disiplin, Cek In di Hotel Jadi Bukti

Sesungguhnya ketika hidup mereka berubah terhadap budaya dan petuah leluhur, ia tak pernah sedikit pun melewati hari-harinya tanpa dirundung rasa bersalah dan kesakitan yang perih. Seperti saat ini. Sambil memintal benang untuk menjahit jubah anaknya yang beberapa hari lagi akan di tahbiskan sesungguhnya ia pun sedang menjahit hatinya yang sobek oleh kenangan-kenangan yang pahit.

Air mata yang membentuk sungai kecil dipipinya selalu bermuara dibibirnya mengingat kejadian Sembilan tahun lalu ketika putera mereka meminta untuk hadir dalam mengikuti acara kaul kekal yang diterima olehnya.

Bukan hanya kejadian itu saja, tetapi berkali-kali semenjak pertama kali putera mereka meminta untuk melanjutkan pendidikan disebuah lembaga calon imam dilembah bernama Hokeng itu. Ia ingat bagaimana sikap suaminya dan sikapnya sendiri ketika mendengar niat baik putra mereka itu.
***
Sembilan tahun yang lalu.
Diruang makan suatu malam, ketika sedang duduk makan sebagaimana lazimnya, aku selalu menikmati masakan ibu dengan penuh wibawa. Bagiku menikmati masakan ibu sama artinya mendengarkan ibu dengan cara yang berbeda.

Sesekali ayah memuji ibu karena masakannya yang membuat ayah selalu rindu untuk pulang makan di rumah walaupun kesibukan ayah yang sering memaksanya untuk makan diluar.

Namun ayah selalu punya caranya sendiri untuk mengatasi kesibukan itu demi menikmati masakan ibu di rumah. Disela-sela suasana yang akrab itu, aku menjadikannya sebagai waktu yang tepat untuk menceritakan keinginanku yang sejak lama aku inginkan waktu di bangku SD.

" Ayah, ibu aku ingin melanjutkan pendidikanku di Seminari. Aku harap ayah dan ibu mengizinkannya."

VIRAL Video Prabowo Dilarang Temui 238 WNI dari Wuhan di Natuna, Beri Semangat dari Dalam Bus

Suasana tiba-tiba berubah. Suasana yang begitu akrab kini berubah menjadi sesuatu
yang tidak kutahu namanya. Lebih tepatnya suasana sehabis bertengkar. Ayah yang tadinya dengan senyum menikmati masakan ibu, kini berhenti menikmati masakan itu. Seolah masakan ibu tidak begitu enak.

Sedangkan ibu yang tadinya senyum bangga karena dipuji oleh ayah karena masakannya, kini seperti seorang istri yang barusan selesai dimarahi oleh suaminya.
Dari ekspresi ayah dan ibu itu aku tahu bahwa ayah dan ibu tidak setuju dengan keinginanku itu.

Pemilik Surga ditelapak kaki itu hanya memandang ayah dengan harapan supaya ayah berbicara sesuatu. Namun ayah tidak berbicara apa-apa. Akhirnya ibu yang mengalah dan memutuskan untuk berbicara.

"Nak, ayah dan ibu bangga dengan niat sucimu itu. Tapi alangkah baiknya engkau melanjutkan pendidikan SMA diluar dulu setelah itu, engkau melanjutkan pendidikanmu di tempat yang engkau inginkan itu."

"Benar kata ibumu." Sambung ayah cepat.
Perempuan yang kupanggil ibu itu hanya diam. Namun ia sadar, kebahagiaan yang melampaui di hatinya atas apa yang dibicarakan barusan oleh putranya itu adalah sebuah pilihan yang melawan kodratnya. Seakan labium pada wajah tulus yang dikenal anaknya setiap hari berubah menjadi suatu ancaman meski ia ingin sekali memeluk putranya walau puntakada yang mengerti. Bahkan oleh suaminya sendiri.

Suasana kembali hening. Ayah tiba-tiba meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan makan malamnya. Sedangkan ibu hanya diam seperti seseorang yang bisu. Kutatap ibu dengan penuh hati-hati dan berusaha membacakan kebisuan ibu yang penuh tanya itu. Pemilik Surga di telapak kaki itu mendengus lembut seperti pijakan yang lambat diderai setelah niat baik harus digagalkan dengan bermacam alasan.

Irjen Pol Hamidin Wisata Religi Bersama Keluarga, Ada Keinginan Berbagi

Halaman
1234
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved