Berita Cerpen

Cerpen Stefen Bandar: Waktu Yang Tersisa

Ginjal yang kumiliki kini tidak lagi cocok denganku. Lebih menyakitkan lagi bahwa aku pernah mendapatkan donor ginjal.

ilustrasi/capital internet
Waktu yang tersisa2 

Suatu hari ketika aku baru saja pulang dari kantor, aku mendapat kabar dari Tini bahwa mama sedang sakit. Dia berpesan agar aku harus pulang secepatnya demi mama. Tanpa berpikir panjang aku kembali mengambil cuti.

Dalam perjalanan menuju rumah, aku dihadapkan dengan hal yang aneh. Dari balik kaca mobil, aku menatap sosok mama yang memberikan senyuman kepadaku serta melambaikan tangannya seakan mengatakan, selamat tinggal anakku.

Badan Kehormatan DPRD Manggarai Barat, Ini Nama Anggota Dewan yang Ada di Dalamnya

Perasaanku tak karuan. Tanpa sadar air mataku jatuh.
Benar saja. Sesampainya di rumah aku kembali mendapatkan kenyataan yang pahit. Mama telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Mungkinkah senyuman dan lambaian itu menjadi wajah terakhir mama yang ia tunjukkan kepadaku?

Setelah kepergian mama, aku seringkali merasa sakit pada beberapa bagian tubuhku. Aku mencoba untuk mengecek kondisiku di dokter spesialis penyakit dalam dan dari hasil pemeriksaan, aku mendapatkan luka yang baru lagi.

Ginjal yang kumiliki kini tidak lagi cocok denganku. Lebih menyakitkan lagi bahwa aku pernah mendapatkan donor ginjal dan kini tidak cocok lagi denganku. Donor ginjal? Kapan? Mengapa aku tak pernah tahu hal ini?

Aku mulai mencari kebenaran yang tidak aku ketahui. Dalam pencarian itu aku menemukan jawabanya dari Tini. Setelah kecelakaan itu, aku dibawa ke rumah sakit. Setelah pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa aku gagal ginjal dan harus segera mendapatkan donor. Bapa dan mama bingung untuk mencari ginjal yang cocok untukku. Karena keadaan yang mendesak, dengan rela papa memberikan ginjalnya kepadaku walaupun dia tahu akibat dari keputusannya itu. Benar saja, setelah pendonoran itu, papa berubah menjadi sosok yang asing bagiku dan keluargaku, jelas Tini kepadaku.

Setelah kepergian kedua orang tuaku, aku memutuskan untuk berpindah tugas demi menjaga rumah dan semua yang papa dan mama tinggalkan untukku. Aku meninggalkan tempat kerjaku dan kembali ke kampung halaman tempat dulu aku dibesarkan.

RS Terapung Airlangga Gelar Baksos di Pulau Ende

Hari berganti, bulan berlalu. Dengan keputusan yang matang, aku dan Nikho memutuskan untuk menyatukan cinta kami dalam sakramen perkawinan.

Walaupun aku hanya ditemani oleh Tini, aku tetap merasa bahagia. Aku tahu, dari alam sana papa dan mama ikut bahagia melihat pernikahanku.

Walaupun sudah menikah, aku tetap merahasiakan penyakitku kepada suamiku. Aku tidak memberitahukannya karena aku takut hal itu hanya menjadi beban dalam kehidupannya.

Walaupun terkadang aku merasa letih, namun aku menyembunyikan semuanya itu di balik senyumku.

Aku berlaku seolah aku baik-baik saja, tidak ada yang terjadi padaku.

Empat tahun setelah menikah, kami dikaruniai seorang putra. Kami menamai buah hati kami Andri. Kebahagiaan kami tentu saja terasa sempurna. Aku sungguh merasakan bahagia karena di tengah penyakit yang melanda tubuhku, Tuhan masih memberiku kesempatan untuk tersenyum dengan menitipkan buah hati kami melalui kandunganku.

Sebagai karyawan tentunya suamiku sering pulang malam dari kantornya. Sering juga dia meninggalkanku dan juga buah hati kami karena harus menghadiri urusan penting perusahaan di luar daerah. Dia sering menjadi utusan dari perusahaannya untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan lainnya atau dalam urusan lainnya.

Suatu hari, ketika suamiku bertugas ke luar daerah, aku mengajak anakku menghabiskan akhir pekan kami di pantai yang dulu sering aku dan suamiku berkunjung. Aku sengaja mengajak anakku karena aku ingin kembali mengingat masa-masa di mana Nikho mengutarakan perasaannya kepadaku.

Dosen Politani Kupang Tawarkan Pencegahan Stunting dengan Jagung Bose Instan

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved