Opini Pos Kupang

Melawan Stunting itu Penting

Proporsi balita gizi buruk yang cukup besar yakni 29,5 persen. Artinya bahwa tiga dari sepuluh balita di NTT mengalami gizi buruk.

Editor: Ferry Jahang
tribun lampung
ilustrasi 

Selain perkembangan fisik yang terhambat, stunting juga dapat mengakibatkan balita mengalami perkembangan otak (kognitif) yang tidak maksimal sehingga kondisi mental dan kemampuan berpikir anak menjadi lemah.

Alhasil, kualitas sumber daya penerus bangsa menjadi sangat rendah dan beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Secara makro ekonomi, kasus stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperparah kemisikinan, dan memperbesar ketimpangan pendapatan di masa yang akan datang.

Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyampaikan bahwa dalam jangka panjang stunting menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun.

Hal tersebut dikarenakan balita yang mengalami kondisi stunting berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan balita yang tidak mengalami stunting ketika dewasa nanti.

Jika menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia tahun 2018 sebesar Rp.14.837 triliun makadiperkirakan potensi kerugian akibat stunting sekitar Rp. 297-445 triliun per tahun.

Balita Stunting di Nusa Tenggara Timur

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi puncak yakni sebesar 42,6 persen atau tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.

Jika estimasi jumlah balita NTT sebanyak 633 ribu jiwa (BPS) maka terdapat 270 ribu jiwa anak-anak di Bumi Flobamora mengalami masalah gizi dimana tinggi badannya tidak sesuai dengan umur mereka.

Tingginya prevalensi balita stunting didukung oleh proporsibalita dengan gizi buruk yang cukup besar yakni 29,5 persen. Artinya bahwa tiga dari sepuluh balita di NTT mengalami gizi buruk.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan proporsi balita gizi buruk di tingkat nasional yaitu sebesar 17,7 persen. Selain itu, persentase penduduk miskin NTT pada September 2018 sebesar 21,03 persen.

Angka tersebut memang lebih rendah dibanding empat tahun terakhir yakni sebesar 22,58 persen pada September 2015. Namun, proporsi penduduk miskin NTT tergolong cukup tinggi dan berada pada posisi ketiga di bawah Papua dan Papua Barat.

Kondisi kemiskinan sejalan dengan rendahnya daya beli masyarakat sehingga kesulitan dalam akses terhadap bahan makanan yang bergizi.

Upaya pencegahan terhadap stunting bertujuan agar generasi penerus bangsa dapat berkembang secara optimal dengan pertumbuhan fisik yang baik disertai perkembangan mental, emosional dan kemampuan berpikir.

Pemenuhan kebutuhan gizi dan peningkatan layanan kesehatan serta pola asuh yang tepat merupakan dua hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan stunting.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved