Menuju Birokrasi Bersih Melayani

Seingat saya, khusus piagam Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Bersih dan

Editor: Dion DB Putra

Ketiga; Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah mengembangkan e-government seperti e-planning, e-simda, e-pelayanan PTSP, e-sakip, e-samsat, dan pembayaran online di rumah sakit. Penerapan sistem e-government tersebut belum optimal karena keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, dan infrastruktur IT-nya.

Keempat; tahun 2016, hasil evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Pemerintah Provinsi NTT oleh Kementerian PAN dan RB memperoleh nilai 63,62 atau predikat B. Tahun 2017 nilai SAKIP tidak mengalami perbaikan yang signifikan yaitu dengan nilai 63,75 dengan predikat B atau berkategori baik.

Masih terdapat tiga kabupaten dengan SAKIP predikat CC atau kurang, 15 kabupaten dengan predikat C dan lima kabupaten/provinsi predikat B. Hasil evaluasi ini menunjukan prosedur penganggaran belum sepenuhnya mengacu kepada hasil (outcome) yang akan dicapai dalam dokumen perencanaan kinerja.

Pengesahan anggaran lebih mengacu kepada kesesuaian nama program dan kegiatan, kode rekening serta pagu anggaran yang tersedia. Sistem pemberian tunjangan tambahan penghasilan belum menggambarkan reward and punishment sehingga belum mendorong peningkatan kinerja pegawai.

Praktik seperti ini tidak mendorong instansi pemerintah untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja. Kelima; Hasil Survei Ombudsman RI atas Kepatuhan Pemerintah Provinsi NTT terhadap Standar Pelayanan Publik tahun 2016 menunjukan skor 79,59 atau berada pada tingkat kepatuhan sedang, dan terus membaik pada tahun 2017 dengan total skor 90,28 dengan tingkat kepatuhan tinggi.

Meski demikian, dari 49 Perangkat Daerah (PD) provinsi, baru tujuh PD yang menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Hal yang sama terjadi di kabupaten/kota se-NTT.

Dampaknya, dambaan masyarakat akan pelayanan pemerintah yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur masih jauh dari harapan. Keenam; tahun 2016, Indeks Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi NTT berdasarkan survei Kementerian PAN RB adalah 50,25 atau berkategori CC/kurang. Tahun 2017, Indeks Reformasi Birokrasi mengalami kenaikan menjadi 60,32 dengan kategori B.

Evaluasi tersebut menghendaki perbaikan dalam hal penanganan gratifikasi, Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), Whistle Blowing System(WBS), dan sistem lelang jabatan terbuka.

Ketujuh; pada bulan Maret 2017 Pusat Anti Korupsi Undana (PAKU) merilis Trend Corruption Report (TCR) Provinsi NTT dariTahun 2015 -2018, dengan aktor atau pelaku korupsi terbanyak adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan modus terbanyak berupa penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian keuangan negara pada sektor pengadaan barang dan jasa, kesejahteraan sosial, SPPD Fiktif dan dana penyertaan modal.

Kedelapan; Menjelang penghujung tahun 2017, Asian Competitiveness Intitute (ACI) merilis hasil riset indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) pada 32 provinsi di Indonesia. Provinsi NTT berada pada peringkat ke-27 dan termasuk 16 provinsi di bawah rerata tingkat kemudahan berusaha nasional.

Kesembilan;. Kementerian Dalam Negeri melakukan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik.

Berdasarkan EKPPD terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), Provinsi NTT sejak tahun 2014-2017, selalu masuk dalam 3 (tiga)besar provinsi dengan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah berprestasi paling rendah secara nasional. Provinsi NTT dinilai bermasalah dalam soal manajemen pemerintahan,mulai dari pengambil kebijakan hingga pelaksana dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelayan masyarakat.

Terhadap berbagai permasalahan seputar pelaksanaan reformasi birokrasi di Provinsi NTT tersebut, berikut ini beberapa alternatif solusi yang ditawarkan.

Pertama; menata kebutuhan jumlah ASN dan tenaga kontrak serta jenis jabatan agar sesuai siklus APBD, dan dalam manajemen penempatan ASN agar sesuai kualifikasi, kompetensi, analisis jabatan, dan analisis beban kerja.

Kedua; meningkatkan penerapan sistem pemerintahan berbasis e-government di tengah -kendala yang ada. Ketiga: menggalang seluruh kabupaten/kota guna meningkatkan kualitas penerapan sistem akuntabilitas (SAKIP) dan menjadikan kinerja dan capaian kinerja organisasi sebagai dasar pemberian reward and punishment. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved