Begini Cara Pasukan Khusus Anti Teroris Jerman Melawan Teroris yang Menyandera Pesawat Airbus.
Waktu itu dunia gempar, karena ada kelompok yang bisa menaklukkan teroris. Sejak itu tidak terdengar apa-apa lagi tentang kelompok elite Jerman itu.
Selama empat hari empat malam, anggota GSG-9 bersembunyi di tempat persembunyian di hutan.
"Selama masa observasi itu kadang-kadang kami sudah putus asa," ujar Dee. "Bukan karena waktunya yang lama, melainkan karena para pencari jamur dan para jogger sudah mencium kehadiran anggota kami. Kami takut sekali kalau aksi kami sudah ketahuan."
Baca: Mantan Murid Aman Abdurrahman Bongkar Seluk Beluk Penyebaran Ideologi Terorisme di Indonesia
Perjuangan menghadapi RAF waktu itu benar-benar memaksai konsep gerilya. Para spesialis anti teroris itu tidak memiliki perlengkapan hutan yang memadai: tidak ada sekop lipat, jaring dan tenda.
Benda-benda perlengkapan itu sudah dicoret dari daftar keperluan. Ketika salju turun, mereka hanya bisa berlindung di bawah kain seprai.
Akhirnya, dalam keremangan, tampaklah dua wanita berambut pirang dan hitam menyelinap masuk ke tempat yang diincar para anggota anti teroris itu. Di tempat itu baru saja diketemukan berkas rencana penyerbuan dan strategi RAF dan senjata-senjata berat.
Kedua wanita tadi ternyata anggota RAF yang sudah lama dicari, Brigitte Mohnhaupt dan Adelheid Schulz. Saat mereka sedang sibuk menggali, dalam sekejap mereka sudah terbanting di lantai dan senjatanya dilucuti.
Bahkan Brigitte Mohnhaupt yang paling ditakuti itu tidak sempat menarik pistolnya yang disembunyikan di balik bajunya.
Baca: Anwar Ibrahim Temui Habibie di Jakarta, Ini yang Disampaikan
Bahwa teroris bisa disergap tanpa pertumpahan darah, juga sudah dibuktikan oleh GSG-9 di dalam pertemuan Kementerian Dalam Negeri tahun 1979. Waktu itu seorang polisi komando istimewa Bayern, pernah menembak mati seorang anggota RAF, Elizabeth von Dyck, di Nurnberg.
Seorang anggota pria RAF lain, Rolf Heissler, tertangkap di Frankfurt dengan luka berat di kepalanya. Sementara dalam demonstrasi seperti sesungguhnya di barak Hangelar, para "teroris" tampak terbaring terikat di lantai. Tanpa ada tembusan peluru.
Mereka cukup menggunakan lampu kilat untuk mengejutkan dan pukulan karate untuk melucuti senjata.
Menyerbu dengan stopwatch
"Kalau menyerbu ke suatu tempat, seperti rumah, bus, kereta api atau kapal terbang, kami selalu menggunakan stopwatch," kata komandan Dee. "Dalam waktu empat sampai lima detik, semua harus sudah beres. Efek memberikan keterkejutan dan kecepatan merupakan kunci keberhasilan.
Tujuan tentu saja menangkap para penyandera, tapi dalam hal penyanderaan itu tentu saja tugas utama kami adalah menyelamatkan para sandera. Sedang menembak mati adalah konsep tindakan kami yang terakhir."
Bagaimana keadaan sehari-hari di Hangelar? Di dalam ruang tembak yang terletak di bawah tanah barak itu, tampak dua orang anggota sedang latihan menembak dengan selfloading pistol P7 kaliber 9 mm.
Dengan alat peredam suara kuning yang dipasang di telinga, mereka membidik dan menembak. Tidak keras suara yang terdengar. Selongsong peluru kosong melesat dan menggelinding di lantai.