Timor Tengah Utara Terkini

ASDP Merawat Asa Pelaku UMKM dari Pulau Terpencil Berlabuh di Batas Negara 

Kapal dengan kapasitas deadweight tonnage 125 ton ini baru saja tiba di Pelabuhan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Bolok Kupang.

|
Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Apolonia Matilde
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
BONGKAR MUAT - Salah satu armada ASDP Cabang Kupang, KMP Ile Mandiri saat sandar di Pelabuhan Lohayong, Kecamatan Solor Timur, Kabupaten Flores Timur, NTT dengan latar belakang Gunung Napo (foto diambil dari laut) 

Seiring berjalannya waktu, ia kemudian memberdayakan para petani di Kabupaten TTU agar menghasilkan produk jagung berkualitas. Mereka akhirnya menjadi penyuplai jagung untuk usaha ini.

Dalam sebulan ia bisa menghabiskan minimal 100 kilogram jagung demi menjawabi kebutuhan konsumen. Jika orderan ramai, biasanya dalam sebulan ia bisa menghabiskan 200 kilogram jagung.

Demi menjaga keaslian dan kualitas pangan lokal ini, Cokro tidak pernah mempekerjakan karyawan. Di sisi lain, produksi pangan lokal ini masih dalam kategori produksi rumah tangga dan belum memungkinkan untuk menggunakan tenaga tambahan.

Emping jagung ini pertama dibuat dalam bentuk "Jagung Titi" (pangan lokal masyarakat Kabupaten Flores Timur dan Lembata). Jagung digongseng di atas periuk tanah sampai setengah matang kemudian dipipihkan menggunakan dua buah batu (yang satu berukuran bulat dan batu lainnya berukuran ceper).

Setelah itu, Jagung Titi ini diproses menjadi emping jagung. Waktu yang dibutuhkan untuk memproses 10 kilogram biji jagung menjadi Jagung Titi yakni 2 hari (belum terhitung proses pembuatan menjadi emping jagung). Jagung harus dipipihkan dengan batu seberat 6 kilogram. Selanjutnya Jagung Titi ini diolah menjadi emping jagung.

Berawal dari Pandemi Covid-19

Sebelum terjun di dunia bisnis emping jagung, Cokro bergelut di dunia usaha menjual gorden keliling. Usaha ini perlahan surut seiring berjalannya waktu.

Pasalnya, pasar online yang mulai berseliweran menyebabkan jualan gorden manual mulai sepi. Kondisi ini memuncak pada tahun 2020 ketika Pandemi Covid. Saat itu, nyaris tidak ada pesanan dalam beberapa bulan.

Pada tahun 2021, Cokro masih bertahan berjualan gorden dengan modal seadanya dan konsumen yang mulai turun drastis. Meskipun demikian, usaha tersebut tak kunjung bangkit diguncang Pandemi Covid 19 dan tren penjualan online.

"Akhirnya saya memutuskan untuk membuat emping jagung dan berlangsung hingga sekarang," ujarnya.

Ia mulai fokus untuk memantapkan hati menggeluti UMKM kuliner ini sejak tahun 2023 lalu. Meskipun demikian, saat ini ia masih menggeluti usaha jual gorden, walaupun tidak selaris sebelumnya.

Usaha gorden ini digeluti Cokro sejak tahun 1997 lalu ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU.

 

Merawat Warisan Leluhur Desa Watohari

Cokro menjelaskan, emping jagung adalah salah satu makanan khas Suku Lamaholot (sebutan untuk masyarakat yang mendiami Kabupaten Flores Timur dan Lembata). Selain sebagai ajang promosi pangan lokal, ini juga merupakan salah satu cara ia merawat warisan leluhur Desa Watohari dan Lamaholot pada umumnya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved