Sidang Kasus Prada Lucky
Tugas Tentara Saat Damai Adalah Melindungi Bukan Menghukum hingga Mati
Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu (19/11/2025).
Ringkasan Berita:
- Sidang lanjutan kematian Prada Lucky Namo digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu (19/11/2025).
- Jaksa menghadirkan saksi ahli pidana militer, Deddy Manafe, dosen Fakultas Hukum Undana.
- Menurut Deddy , tentara hanya memiliki kewenangan membunuh dalam konteks perang, bukan dalam kondisi damai atau dalam rangka pembinaan internal.
- “Militer itu profesional killer dalam konteks perang. Tapi dalam keadaan damai, tentara bukan mesin pembunuh. Dia adalah mesin untuk melindungi,” ujar Deddy.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu (19/11/2025).
Hari ini, majelis hakim memeriksa berkas ketiga perkara dengan Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 yang melibatkan empat terdakwa adalah Ahmad Ahda, Emeliano De Araujo, Petrus Nong Brian Semi, dan Aprianto Rede Radja.
Sidang yang dimulai pukul 10.20 WITA ini dipimpin oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Mayor Chk Subiyatno, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua; serta Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu, S.E., S.H., M.M. dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto, S.H., M.H., sebagai Hakim Anggota.
Tim Oditur Militer diwakili oleh Letkol Chk Yusdiharto, S.H., Mayor Chk Wasinton Marpaung, S.H., dan Letkol Chk Alex Panjaitan, S.T., S.H., sementara panitera adalah Letda Chk I Nyoman Dharma Setyawan, S.H.
Pada persidangan ini, jaksa menghadirkan saksi ahli pidana militer, Deddy Manafe, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana).
Kesaksian ahli menjadi penekanan penting karena perkara ini berkaitan dengan dugaan tindak kekerasan berulang yang menyebabkan Prada Lucky meninggal dunia pada Juli 2025.
Kasus kematian Prada Lucky Namo mengguncang publik dan institusi militer setelah hasil penyelidikan awal mengindikasikan adanya tindakan kekerasan berjenjang yang dilakukan sejumlah senior dan rekan sesama prajurit.
Prada Lucky Namo disebut menerima tindak fisik secara terus-menerus hingga mengalami cedera berat dan akhirnya meninggal.
Peristiwa ini memicu pemeriksaan internal besar-besaran dan berujung pada penetapan tiga berkas perkara, salah satunya yang disidangkan hari ini.
Peristiwa ini mendapat sorotan luas karena dinilai mencederai nilai-nilai kedisiplinan dan perlindungan yang menjadi dasar pembinaan militer, terutama di lingkungan non-perang. “Dalam keadaan damai, tentara adalah pelindung,” katanya.
Dalam keterangannya, ahli pidana militer Deddy Manafe menegaskan bahwa tentara hanya memiliki kewenangan untuk membunuh dalam konteks perang, bukan dalam kondisi damai atau dalam rangka pembinaan internal.
“Militer itu profesional killer dalam konteks perang. Tetapi dalam keadaan damai, tentara bukan mesin pembunuh. Dia adalah mesin untuk melindungi,” ujar Deddy di hadapan majelis hakim.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/DEDDY-MANAFE-DI-SIDANG-1.jpg)