NTT Terkini

Polemik Operasi Moke, Antropolog : Minum Sedikit Simpan Lebih Banyak 

Begini pandangan Antropolog Pater Dr. Philipus Tule terkait Polemik Operasi Moke oleh polisi di NTT: Minum sedikit simpan lebih banyak 

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI 
TANGGAPAN ANTROPOLOG SOAL POLEMIK MOKE - Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra dan Antropolog Pater Dr. Philipus Tule, SVD bersama host Manager Online Pos Kupang, Alfons Nedabang dalam Podcast Pos Kupang, Kamis, 13/11/2025.  

Saya setuju kalau alkohol dianggap sebagai penyebab kekacauan, perkelahian, KDRT dan bahkan ada satu penelitian dari rekan saya Dr. Sabina Gero, pada tahun 2019 dia meneliti tentang dampak konsumsi alkohol di Kabupaten Sikka, itu sudah merasuki banyak generasi muda, merasuki banyak kepala keluarga maka terjadilah kekerasan dalam rumah tangga dan untuk generasi muda itu juga secara kesehatan memengaruhi inteligensi, menurunnya IQ generasi muda kita. Oleh karena itu saya sangka apa yang harus kita lakukan adalah mengatur pengawasan dan penertiban kepada kelompok-kelompok yang mabuk itu, bukan menghilangkan minuman sopi dan arak tapi kita langsung mengawasi. Jadi mereka itu adalah pasien-pasien dalam masyarakat yang harus ditangani, tentu pertama dengan promosi penyadaran, preventif, tapi kalau mereka sudah mabuk, itu sudah harus dikuratif, ditindak. 

Seperti apa anda mencermati Pergub 44 tahun 2019? 

Dari perspektif saya sebagai seorang pengamat, juga sekaligus yang mengonsumsi dalam momen-momen tertentu, sebagai orang yang biasa mengonsumsi minuman keras atau alkohol, itu biasanya mereka mencari yang berkualitas baik dan karena itu Pergub juga bisa mengatur dan mengawasi pihak pengedarnya, bukan saja produsen, karena produsen dari miras-miras yang berkualitas tinggi itu kan dari luar. Jadi dari situ peran keamanan itu mengawasi sehingga operasi penertiban terhadap pengedar, penjual itu saya sangka perlu. Karena dari segi ekonomis dalam satu masa di 2019 Gubernur Viktor Laiskodat juga pernah bekerjasama dengan Undana menghasilkan Sophia, sopi asli, dengan teknologi yang bagus, dengan penelitian akademik yang baik dan kemudian dijual dengan harga yang mahal juga. Ini akan menjadi orang-orang yang konsumsi alkohol untuk membeli itu juga tapi itu kan bahannya diambil dari sopi, nira, tuak atau arak yang diproduksi oleh petani-petani sederhana. Itu juga satu tahap yang bagus meningkatkan kualitas produksi sopi atau moke kita. 
Tapi yang kedua yang saya inginkan, pengawasan atau penertiban moke dan sopi itu di lingkungan orang-orang yang paling banyak mengonsumsi itu, mungkin dilakukan di pasar, lembaga pendidikan, terminal, itu juga perlu dilakukan karena di luar negeri, orang sudah menggunakan alat yang disebut breathalyzer alcohol content, itu polisi atau pihak keamanan mereka lihat sopir, cek kadar alkohol, lalu ditanda ini sudah melewati batas maka SIMnya dilobangi. Sampai tiga kali dilobangi berarti dicabut SIMnya. Begitu juga kampus atau sekolah. Anak-anak yang tidak boleh konsumsi alkohol itu pihak keamanan bisa melakukan penertiban. 

Jadi kembali ke Pergub, ada satu poin itu penertiban pihak pengedar, penjual, dari tempat-tempat yang seharusnya tidak boleh ada tindakan jual beli disitu.

Apa respon anda terhadap program Gubernur Melki Laka Lena, One Village One Product yang juga menyasar moke untuk dibuat produk yang bagus? 

Itu juga bagus, artinya bukan saja produk minuman keras, ada produk-produk lain seperti mengalihkan hasil nira menjadi gula lempeng, menjadi gula semut, itu sebenarnya usaha-usaha yang bisa dilakukan terhadap masyarakat petani seperti orang Rote misalnya, masyarakat Rote itu dikenal sebagai masyarakat petani Lontar sehingga ada buku yang terkenal, Panen Lontar dari Profesor Vox, karena dari lontar itu orang bisa memproduksi minuman keras tapi ternyata bagi orang Rote bukan itu satu-satunya produk. Dari lontar itu mereka buat sasando, gula, sehingga salah satu penulis Belanda, Max Havelaar menulis, orang Rote itu adalah suku bangsa yang meminum makanannya. Semuanya dari gula. Untuk makannya gula lempeng, untuk cairannya dikasih cair. Karena itulah, mengandalkan produksi dari satu sumber yang mungkin pertama disangka akan menjadi minuman keras ternyata bisa dibuat produk-produk yang lain. (uzu)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved