NTT Terkini

Polda NTT Tanggapi Polemik Operasi Moke dan Sopi, Polri Juga Penjaga Peradaban

KABID Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra mengatakan, Polri menganut asas ultimum remedium

POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
PODCAST POS KUPANG - Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra, Antropolog, Pater Dr. Philipus Tule, SVD bersama host Manager Online Pos Kupang, Alfons Nedabang dalam Podcast Pos Kupang, Kamis, 13/11/2025. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - KABID Humas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra mengatakan, Polri menganut asas ultimum remedium dalam menanggapi polemik di masyarakat terkait operasi minuman keras tradisional jenis moke dan sopi.

Apa tanggapan Kepolisian dengan begitu masifnya penolakan masyarakat untuk penertiban sopi atau moke tradisional tersebut?

Kombes Henry mengungkapnya dalam Podcast Pos Kupang bersama Antropolog sekaligus akademisi Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD, Kamis (13/11).  Berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang yang dipandu host Manager Online Pos Kupang, Alfons Nedabang. 

Apa yang mau Anda sampaikan dalam kesempatan ini? 

Dalam konteks negara hukum, hukum sebagai panglima tentunya kita mengenal hukum tertulis dan tidak tertulis dan kemampuan untuk menuliskan hukum ini juga masyarakat ataupun manusia memiliki keterbatasan.

Banyak hal yang masih belum tertuang dalam hukum tertulis sehingga dalam perspektif hukum sebagai panglima, ini juga mengakui hukum tertulis dan tidak tertulis. Salah satunya juga bagaimana masyarakat Indonesia mengakui ada adat istiadat, tradisi, kebiasaan yang harus kita lestarikan dan harus kita jaga, salah satunya mungkin dengan minuman tradisional kita, moke, sopi.

Mungkin sudah ratusan tahun dikenal oleh masyarakat kita yang digunakan dalam acara-acara ritual kemudian tradisi bahkan juga pernikahan. Beberapa kali kami berkunjung ke wilayah Polres juga disambut dengan moke, disambut dengan tarian adat kemudian sambutan adat, ini merupakan perspektif dari kami.

Kemudian lahirlah beberapa regulasi yang spesifik mungkin dengan adanya Pergub 44 tahun 2019. Di situ menurut saya menjadi jembatan bagaimana mentransformasi minuman tradisional ini menjadi legal, lebih aman dan lain-lain.

Dari perspektif tugas Kepolisian, salah satunya adalah harkamtibmas kemudian juga menegakkan hukum. Di sini kita menganut asas ultimum remidium, penegakan hukum itu adalah alternatif terakhir.

Dengan adanya beberapa kejadian tindak pidana seperti konflik yang ada di Alor, bahkan ironisnga terjadi penghilangan nyawa yang dilakukan salah satu oknum anggota Polri di Polres Ende, yang pertamanya berteman, lalu minum minuman. Pada waktu itu bapak Kapolda menyampaikan bahwa untuk anggota Polri dilarang minum minuman keras sampai mabuk.

Tapi kalau seandainya diminum di acara keluarga, silakan tapi jangan sampai mabuk, apalagi sampai melakukan perbuatan yang melawan hukum, terlebih lagi sampai menghilangkan nyawa, ini pasti akan ditindak tegas oleh bapak Kapolda NTT. Ini yang perlu kami sampaikan. 

Kemudian hal itu ditindaklanjuti dengan adanya kegiatan rutin yang ditingkatkan dalam rangka menurunkan angka criminal, konflik sosial yang ada di masyarakat. Kita juga memahami bahwa Polri ini juga sebagai penjaga peradaban. Bagaimanapun juga Polri tidak pernah melakukan tindakan penegakan hukum terhadap orang yang melakukan ritual.

Sekarang kita lihat mungkin di sini bisa diulas berapa (banyak miras tradisional, red) yang digunakan untuk ritual, digunakan sampai mengakibatkan mabuk, ini mungkin perlu juga lebih dibuat takarannya sehingga wilayah hukum Polda NTT ini bisa terhindar dari hal-hal yang mengganggu.

Kalau polisi ini kan bagaimana mewujudkan keamanan dan keselamatan. Jadi kalau keamanan itu bagaimana terbebas dari suatu tindak pidana. Kalau keselamatan itu bagaimana terbebas dari accident, dari kecelakaan lalu lintas, gangguan kamtibmas, konflik, KDRT, menghilangkan nyawa, itu pun juga kita kaji. 

Harapannya dengan kita melakukan kegiatan efek deteren tentunya dengan tetap menjaga warisan budaya kita ini, bisa mencegah terjadinya hal-hal yang mengganggu kamtibmas atau ada perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved