Krisis Produksi Kopi Bajawa
Produksi Kopi Arabika Anjlok, Hasil Per Hektar Hanya 700 Kilogram
Kabut tipis turun di lereng perbukitan Beiposo, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada. Frans Lewa tekun memangkas ranting
Ringkasan Berita:
- Beiposo dikenal sebagai salah satu lumbung kopi Arabika di Bajawa, Kabupaten Ngada.
- Jenis kopi yang dibudidayakan sebagian besar adalah Arabika S795, varietas unggulan yang dikenal dengan cita rasa lembut dan aroma khas.
- Namun, sebagian besar tanaman di desa ini kini telah berumur antara 10 hingga 15 tahun. Usia yang mulai menurun produktivitasnya.
POS-KUPANG.COM, BAJAWA – Kabut tipis turun di lereng perbukitan Beiposo, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada. Di sela-sela kebun kopi yang hijau, Frans Lewa tampak tekun memangkas ranting tua pohon kopinya.
Di usia 65 tahun, lelaki ini masih setia menjaga tanaman yang sudah menjadi denyut hidup masyarakat Bajawa selama puluhan tahun. “Meskipun umur sudah lanjut, saya tetap rawat kopi. Saya jaga supaya tidak terlalu tinggi, biar mudah dipetik,” ujarnya kepada Pos Kupang, Kamis (30/10).
Beiposo dikenal sebagai salah satu lumbung kopi Arabika di Bajawa, Kabupaten Ngada. Di wilayah ini, hampir setiap rumah memiliki kebun kopi. Jenis kopi yang dibudidayakan sebagian besar adalah Arabika S795, varietas unggulan yang dikenal dengan cita rasa lembut dan aroma khas.
Namun, sebagian besar tanaman di desa ini kini telah berumur antara 10 hingga 15 tahun. Usia yang mulai menurun produktivitasnya.
Dalam lima tahun terakhir, Frans dan petani lain di Beiposo merasakan penurunan hasil panen yang cukup nyata. Ia menyebut curah hujan tinggi menjadi penyebab utama. “Banyak biji gugur sebelum matang. Kalau musim hujan panjang, bunganya cepat rontok,” katanya.
Tahun lalu, tambahnya, dari hasil panen hanya terkumpul sekitar 400 kilogram green bean. Namun tahun ini ada sedikit peningkatan hingga 800 kilogram gelondongan. Angka itu tetap jauh di bawah potensi normal yang seharusnya bisa mencapai lebih dari satu ton per hektare.
“Sekarang sudah mulai naik sedikit, semoga terus membaik,” tutur Frans sembari menatap hamparan kopi yang mulai berbuah.
Meski menghadapi banyak tantangan, petani Beiposo tidak menyerah. Mereka memilih tetap setia pada kopi, diselingi tanaman jahe yang tumbuh baik di tanah vulkanik Bajawa.
“Di sini belum ada yang beralih ke hortikultura. Kami masih fokus di kopi dan jahe. Jahe juga cukup membantu,” kata Frans.
Bagi mereka, kopi bukan sekadar tanaman komoditas, melainkan warisan yang menyatu dengan kehidupan. Setiap cangkir kopi Bajawa yang harum di kafe-kafe kota besar adalah hasil kerja keras tangan-tangan tua yang bertahan di lereng-lereng dingin Ngada.
“Kalau kopi ini ditebang semua, sama saja dengan membuang perjuangan dari dulu. Kami harus mulai lagi dari nol,” ujar Frans.
Produksi Terus Menurun
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Ngada, Maria Soge, yang dihubungi terpisah, mengakui penurunan produktivitas kopi memang menjadi perhatian serius pemerintah daerah Ngada.
“Tahun ini kami menjalankan program peremajaan tanaman kopi di beberapa desa, termasuk Beiposo. Ada bantuan bibit baru dan pendampingan teknis dari penyuluh,” ungkapnya.
Maria menjelaskan, pola tanam campur dengan tanaman sela seperti jahe, yang banyak dilakukan petani Beiposo, merupakan strategi positif untuk menjaga ekonomi rumah tangga.
“Jahe bisa menjadi sumber pendapatan tambahan saat kopi belum panen. Itu langkah adaptif yang kami dorong,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Bupati Ngada, Bernadinus Dhey Ngebu, juga menyoroti rendahnya produksi kopi di Kabupaten Ngada. Ia mengungkapkan, secara teoritis kopi di dataran tinggi seperti Ngada seharusnya mampu menghasilkan sekitar 1,5 ton green bean per hektar. Namun kenyataannya, banyak petani hanya mampu memanen sekitar 600–700 kilogram per hektar.
“Pertama soal pola tanam. Banyak warga yang menanam kopi seperti menanam jagung, dengan jarak terlalu rapat. Di sela-selanya malah ada talas, alpukat, bahkan bambu,” ungkap Wabup Bernadinus, saat melepas ekspor perdana ke Thailand,(13/10) lalu.
Menurutnya, pola tanam tersebut harus dibenahi secara bertahap melalui pendampingan petugas penyuluh lapangan (PPL) agar produktivitas kopi dapat meningkat dan kualitasnya tetap terjaga.
Untuk diketahui Petani binaan PT Astra di Desa Mukuvoka, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, melepas ekspor perdana 20 ton kopi arabika Bajawa ke Thailand. Ekspor ini menjadi tonggak baru hasil kolaborasi PT Astra International dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam mendukung pengembangan potensi lokal serta memperluas pasar kopi Flores ke tingkat global.
Sejak hadir di Bajawa pada 2024, PT Astra melalui program sosialnya telah membina 204 petani di enam desa di Kecamatan Bajawa. Program ini mencakup pelatihan peningkatan nilai tambah kopi arabika, pengelolaan pasca panen, tata kelola manajemen, hingga kepastian pasar.
Head of Environment and Social Responsibility Division PT Astra International, Diah Suren Febrianti, mengatakan Ngada memiliki potensi besar di bidang pertanian, khususnya kopi, yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Kolaborasi ini kami harapkan terus didukung demi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Ia menambahkan, PT Astra berkomitmen memperkuat ekosistem desa melalui program Desa Astra Sejahtera agar lebih inklusif dan berkelanjutan. “Kami senang melihat semangat anak muda yang ingin membawa produk lokal ke pasar internasional,” kata Diah.
Menurutnya, Astra juga membantu petani dengan pembinaan, penyediaan peralatan, penguatan kelembagaan, dan kemudahan akses pembiayaan ke perbankan. “Kami juga berharap pemerintah daerah mendukung dari sisi infrastruktur,” tambahnya.
Penurunan produksi kopi jenis arabika juga dialami petani kopi di Kabupaten Manggarai Timur. Oleh karena itu, untuk kembali meningkatkan kembali produksi dan menjamin akan kualitasnya, Pemkab Manggarai Timur meminta kepada para petani untuk melakukan regenerasi kembali tanaman kopi arabika.
Wakil Bupati Manggarai Timur, Tarsisius Sjukur kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (24/10) mengatakan, kopi Manggarai Timur merupakan kopi dengan rasanya terbaik, karena itu perlu di regenerasi tanamannya sehingga produktivitasnya meningkat dan aromanya berkualitas.
"Jadi perlu ada regenerasi tanaman kopi. Saat ini tanaman kopi rata-rata usia sudah tua sehingga produksinya tentu menurun. Karena itu pemerintah daerah meminta para petani untuk menebang semua pohon kopi-kopi yang sudah usia tua, kemudian tanahnya diolah lagi dan ditanam dengan bibit kopi arabika yang baru," ujar Tarsisius.
Kepala Dinas Pertanian, Kabupaten Manggarai Timur Yohanes Sentis menerangkan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan calon petani dan calon lahan untuk pembudidayaan kopi termasuk kopi arabika sesuai program dari Kementerian Pertanian.
Sekitar 1000 hektare lahan yang diusulkan untuk pembudidayaan tanaman kopi dan terbanyak adalah pembudidayaan kopi arabika. Sedangkan untuk kopi robusta diusulkan di daerah-daerah sedang dibawa ketinggian 800 sampai 500 meter di atas permukaan laut.
Sentis juga mengatakan, kopi arabika sangat cocok dibudidayakan di wilayah Borong bagian utara, Ranamese bagian Utara, Lamba Leda Selatan, Lamba Leda Timur, Congkar, Elar, Kota Komba dan Kota Komba Utara.
Sentis mengakui, saat ini produksi kopi arabika mengalami penurunan drastis karena berbagai factor di antaranya usia kopi yang sudah tua, sehingga perlu adanya regenerasi untuk meningkatkan produktivitasnya.
"Memang ada yang tanam baru, tetapi buahnya tidak banyak juga karena masalah bibit yang digunakan bukan bibit unggul," ujarnya.
Selain itu juga, penyebab produksi kopi menurun karena perawatan tidak maksimal, perubahan iklim, tanaman pelindung kopi menggunakan pohon lain bukan menggunakan pohon dadap karena menggunakan pohon dadap produksi kopi akan lebih baik.
Meski demikian, kata Sentis, melalui PPL di setiap desa terus memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada para petani. Petaninya semestinya sudah bisa mengakses SOP terkait cara pembudidayaan kopi arabika yang baik di media.
Selain itu, Pemda juga melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti Rikolto melalui Asnikom, Yayasan Dharma Bakti Astra, dan berbagai LSM lainya yang memfasilitasi pendampingan hingga pemasaran kopi arabika.
Sentis juga mengatakan, kopi arabika juga selalu diekspor ke luar negeri seperti Eropa, Amerika dan Asia. Meski demikian, pihaknya tidak mengetahui pasti jumlah yang diekspor karena saat ini perdagangan bebas, di mana pos-pos hasil bumi di perbatasan sudah tidak diperbolehkan lagi.
"Tapi yang pasti saat ini masih ada ekspor kopi arabika ke luar Negeri melalui berbagai perusahan yang membeli hasil bumi seperti PT Sari Makmur Tunggal Mandiri Borong, PT Indokom dan juga sejumlah perusahan pengepul di Ruteng," ujarnya. (cha/rob)
Khawatir Kopi Arabika Punah
Kabupaten Ngada sejak lama dikenal sebagai salah satu penghasil kopi arabika terbaik di Indonesia. Cita rasa kopi Arabika Bajawa telah memikat lidah para penikmat kopi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Namun di balik popularitas dan aromanya yang khas, tersimpan kekhawatiran tentang keberlanjutan komoditas unggulan daerah ini. Kekhawatiran itu disampaikan Mario, pelaku UMKM dan barista di Lekosoro Coffee Shop Bajawa.
Ia menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir produktivitas kopi di Ngada mengalami penurunan yang cukup signifikan. “Banyak petani yang meninggalkan ribuan pohon kopi mereka dan beralih menanam hortikultura,” ujar Mario kepada Pos Kupang, Senin (27/10) lalu.
Menurutnya, ada dua alasan utama yang membuat petani enggan merawat kopi, meskipun komoditas ini bernilai tinggi dan memiliki potensi ekonomi besar.
Pertama, banyak tanaman kopi di Ngada sudah berumur tua dan membutuhkan peremajaan, yang memakan biaya serta waktu cukup lama. Kedua, tekanan ekonomi membuat sebagian petani memilih tanaman hortikultura yang bisa memberi penghasilan cepat.
“Kopi memang butuh waktu lama, panennya setahun sekali. Itu yang sering jadi alasan petani beralih ke tanaman lain,” ungkap Mario.
Fenomena ini membuat Mario cemas akan masa depan kopi Bajawa. Ia khawatir, tanpa langkah nyata dari semua pihak, terutama pemerintah daerah, kopi Bajawa hanya akan menjadi kenangan dalam waktu 10–15 tahun mendatang. “Saya takut kopi Bajawa hanya tinggal nama di masa depan,” ujarnya.
Mario berharap, pemerintah dapat melakukan intervensi lewat program pendampingan dan keberlanjutan pertanian kopi, agar para petani kembali yakin menanam dan merawat komoditas yang telah menjadi identitas daerah tersebut.
Meski di tengah kekhawatiran itu, semangat untuk memperkenalkan cita rasa kopi Bajawa tetap dijaganya lewat Lekosoro Coffee, kedai kopi di Jalan S. Parman, Bajawa. Kedai kopi ini menjadi tujuan favorit wisatawan lokal maupun mancanegara.
Menurut Mario, Lekosoro Coffee bukan sekadar tempat menikmati kopi, tetapi juga ruang edukasi bagi para pengunjung. “Kami tidak hanya menyajikan kopi, tetapi juga memberikan informasi tentang kopi Bajawa, dari hulu sampai hilir,” tuturnya.
Lekosoro Coffee menyajikan berbagai varian rasa kopi arabika berkualitas tinggi. Setiap cangkir, kata Mario, diracik dengan ketelitian dan kebanggaan terhadap produk lokal. “Setiap pengunjung punya selera berbeda, tapi kami pastikan semua tetap berkualitas tinggi,” tambahnya. (cha)
BI Dukung Keberlanjutan Arabika
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT menyatakan komitmennya untuk memperkuat pendampingan bagi petani kopi di Flores menyusul menurunnya produksi kopi Arabika.
Padahal, kopi yang pernah menembus lima hingga tujuh besar terbaik dalam ajang cupping test nasional itu masih menjadi salah satu primadona kopi Indonesia dan diekspor ke sejumlah negara.
Popularitas kopi Arabika Bajawa meningkat di pasar global, namun sejumlah kebun kopi di Ngada dan kabupaten lain di Flores justru terbengkalai dan beralih fungsi ke tanaman hortikultura.
Kondisi ini memicu kekhawatiran akan keberlanjutan kopi Flores yang telah mengantongi Sertifikat Indikasi Geografis (SIG) sejak 2012.
Reyza Lisembina Budiarjo, Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT mengatakan pendampingan akan dilakukan secara menyeluruh mulai dari hulu hingga hilir.
“Kami mengembangkan pendampingan dari hulu sampai hilir. Dari sisi budidaya, kami dorong penerapan praktik agrikultur yang baik. Di hilir, kami perkuat kualitas hasil olahan melalui pelatihan atau bootcamp bagi pelaku usaha kopi,” ujar Reyza, Senin (27/10).
BI menilai peningkatan kualitas kopi perlu dimulai dari perbaikan budidaya di kebun. Pendampingan akan diarahkan pada penerapan praktik budidaya yang baik agar standar mutu kopi Flores tetap terjaga.
Selain itu, keterlibatan generasi muda menjadi perhatian. “Regenerasi SDM penting. Anak muda lebih terbuka terhadap inovasi dan punya akses informasi luas. Kami berharap lebih banyak anak muda terlibat di kebun kopi,” ujarnya.
BI juga terus mendorong promosi kopi Flores di berbagai event nasional, seperti Karya Kreatif Indonesia dan pameran ekonomi kreatif lainnya, guna memperkuat brand dan membuka akses pasar.
Terkait penurunan produksi, BI menilai perlu dilakukan identifikasi masalah di lapangan, termasuk kemungkinan perlunya peremajaan tanaman kopi. “Kita perlu cek apakah penurunan terjadi karena kebunnya. Jika pohon sudah tua, maka perlu dilakukan replanting supaya produktivitas kembali meningkat,” ujarnya.
BI menegaskan program pengembangan kopi tidak dapat berjalan sendiri. “Kami akan identifikasi dulu kondisi lapangan. Setelah itu disinergikan dan dirancang programnya bersama pemerintah provinsi, instansi, dan lembaga terkait,” ujar Reyza.
BI juga menekankan pentingnya menjaga Sertifikat Indikasi Geografis yang melekat pada Arabika Flores–Bajawa sebagai identitas dan nilai tambah produk. IG dinilai harus menjadi kesadaran bersama petani, khususnya generasi muda, agar reputasi kopi Flores tetap kuat. (Iar)
Dosen STIPER Flores Bajawa: David Januarius Djawapatty, S.Pt., M.Si
Sekolah Lapangan
Produktivitas kopi Arabika Flores Bajawa kian menurun dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini tak hanya disebabkan oleh usia tanaman, tetapi juga oleh perubahan iklim yang kian ekstrem.
Menurut saya kenaikan suhu udara hingga mencapai 30 derajat celsius dan perubahan pola curah hujan telah memengaruhi siklus tumbuh dan panen kopi. Suhu yang lebih tinggi mempercepat pematangan buah, sementara curah hujan yang tidak menentu disertai angin kencang membuat bunga dan buah rontok sebelum panen.
Kondisi iklim saat ini jauh berbeda dengan dua dekade lalu yang lebih stabil dan ideal untuk budidaya kopi di dataran tinggi Bajawa. Selain faktor iklim, umur tanaman yang sudah tua, penggunaan pupuk kimia berlebihan, serta berkurangnya varietas lokal tahan cuaca turut memperparah penurunan hasil.
Sebagai solusi, saya menyarankan langkah ilmiah dan berkelanjutan, antara lain peremajaan tanaman tua dan penanaman kembali dengan bibit unggul adaptif. Juga penerapan pertanian organik, seperti penggunaan kompos dari kulit kopi.
Juga Sekolah Lapang Iklim bagi petani agar mampu menyesuaikan jadwal tanam dan panen dengan informasi cuaca dari BMKG. Petani perlu dibekali dengan ilmu budidaya modern dan pengelolaan pascapanen yang baik. Teknologi juga bisa membantu memantau kondisi lahan dan produktivitas.
Saya optimistis, dengan kolaborasi akademisi, pemerintah, dan petani, kopi Arabika Flores Bajawa dapat kembali berdaya saing di pasar nasional maupun ekspor. (cha)
Produksi Kopi :
1.Tahun 2022 8,672.00 Ton
2.Tahun 2023 8,719.00 Ton
3.Tahun 2024 8,796.00 Ton
Sumber :Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
| LIPSUS: Oknum Polisi Aniaya Warga Hingga Tewas , Sama-sama Mabuk di Acara Keluarga |
|
|---|
| LIPSUS: Saksi Prada Richard Boelan Menangis Disuruh Terdakwa Lakukan Tindakan Tidak Senonoh |
|
|---|
| LIPSUS: Prada Lucky dan Richard Disiksa Berkali-kali, Bagian Sensitif Diolesi Cabai |
|
|---|
| LIPSUS: Prada Lucky Teriak Kesakitan, Dipukul dengan Selang dan Tangan |
|
|---|
| LIPSUS: Petani Terima Kasih ke Prabowo, Turunkan Harga Pupuk 20 Persen |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Kopi-Arabika-Bajawa-Kantor-Perwakilan-Bank-Indonesia-BI-Provinsi-NTT.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.