NTT Terkini
Indikasi Geografis Tenun Sapu Lu’e Lawo dan Upaya Perlindungan Hukumnya
Maria mengingatkan perlunya perlindungan hukum melalui instrumen peraturan untuk mencegah peniruan dan klaim sepihak
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Edi Hayong
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Peneliti Dr Maria T Geme memaparkan materi berjudul “Indikasi Geografis pada Tenunan Sapu Lu’e Lawo dan Perlindungan Hukumnya” dalam sebuah kegiatan sosialisasi budaya.
Dia menyampaikan itu, Jumat (25/10/2025) di UPTD Museum NTT dalam seminar kajian Kain Tenun Ngada.
Ia menjelaskan, istilah Sapu Lu’e Lawo merujuk pada seperangkat pakaian adat khas Ngada yang memiliki karakteristik khusus sehingga dapat dikaji dari aspek indikasi geografis.
Menurutnya, karakteristik utama yang menjadi dasar indikasi geografis meliputi bahan dan alat yang digunakan.
Tenun Sapu Lu’e Lawo memanfaatkan flora lokal, sementara motifnya terinspirasi dari fauna seperti gajah, kuda (jara), dan ayam (manu).
Baca juga: UPTD Museum NTT Gelar Seminar Kajian Kain Tenun Ngada
Ia menyebut temuan ilmiah Dr. Paulus Buja yang menyatakan bahwa fosil gajah pernah ditemukan di Bajawa, sehingga keberadaan simbol gajah memiliki dasar sejarah.
Dari sisi estetika, warna dan motif mencerminkan pemahaman penenun terhadap lingkungan sekitar seperti manusia, fauna, flora, hingga ruang hidup komunitas.
Warna utama seperti hitam, putih, dan biru melambangkan kemuliaan dan kesucian. Namun saat ini berkembang motif dan warna baru sebagai bentuk adaptasi zaman, yang dapat dikategorikan sebagai karya baru dan dilindungi secara hukum.
Maria juga menekankan nilai etika dalam proses menenun. Aktivitas menenun dikatakan sebagai relasi manusia dengan lingkungan, yang membentuk citra, etika, hingga norma lingkungan.
Penenun dipandang harus menjaga kesucian lahir dan batin. Dalam budaya Ngada, Sapu Lu’e Lawo dibuat khusus untuk keperluan rumah adat dan wajib memenuhi kualitas tertentu.
Baca juga: UPTD Museum NTT Gelar Lomba Film Pendek untuk Kampus dan Komunitas
Dalam busana adat Ngada, terkandung pula nilai dan filosofi lokal. Ungkapan Sapo nuelavo atau Sabo weki bermakna menutup tubuh secara fisik, psikologis, dan spiritual.
Istilah Sadu dan Sado menggambarkan keharmonisan antara motif, pengguna, dan penenun. Sementara Mela menunjukkan jumlah ganjil pada ukuran motif yang disesuaikan dengan usia pemakai.
Pada laki-laki, busana Lu Tedeangi digunakan tokoh adat Belu Baba. Tedeangi berarti menghadang angin, melambangkan peran laki-laki sebagai pelindung rumah adat.
Filosofi Boku Rua Ila Kerakat dan Lue Kabeksa juga merepresentasikan kehormatan dan kegagahan pria Ngada.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.