Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Terdakwa Fani Minta Maaf, Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Minta Lepas

Sidang kasus pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan terdakwa eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dan terdakwa Stefani alias Fani

POS KUPANG/MARIA SELFIANI BAKI WUKAK 
TERDAKWA FANI - Situasi persidangan pembacaan pembelaan dari terdakwa Fani, kasus kekerasan seksual terhadap anak, di PN Kota Kupang, Senin (29/9/2025). 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sidang kasus pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan terdakwa eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dan terdakwa Stefani alias Fani kembali digelar di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang, Senin (29/9/2025). 

Sidang dengan nomor perkara 75/Pid.Sus/2025/PN Kpg dengan agenda pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Sidang dipimpin majelis hakim AA GD Agung Parnata sebagai ketua dan dua hakim anggota yakni Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto. 

Sidang dimulai dengan pembacaan pledoi dari terdakwa Stefani yang didampingi tim pengacaranya yakni Velinthia Latumahina, S.H.,M.H dan Elvianus Go’o, SH. Sidang hanya berlangsung selama 25 menit. 

Tim pengacara dari terdakwa Fani yakni Velinthia Latumahina, S.H.,M.H yang mewakili pengacara lainnya saat ditemui Pos Kupang menyampaikan bahwa permohonan maaf dari terdakwa Fani dan keluarganya untuk anak korban, keluarga korban serta seluruh masyarakat NTT. 

Baca juga: Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman Dituntut 20 Tahun Penjara oleh JPU, Denda Rp 5 M

"Semoga hakim dapat melihat kejujurannya karena di dalam persidangan, Fajar membantah bahwa ia bertemu Fani. Fani juga sudah jujur. Semoga majelis hakim dapat melihat bahwa itu niat baik Fani," kata Velinthia Latumahina

Velinthia Latumahina menyampaikan, sepanjang proses persidangan, Fani mengakui terkait tuntutan yang didakwakan pada dirinya termasuk menerima uang dari terdakwa Fajar dan membawa anak korban kepada Fajar. 

"Semuanya mengakui. Dia dijanjikan nominal Rp 4.000.000 sampai Rp.5.000.000. Namun yang diterimanya Rp.3.000.000 saja dan sudah digunakan untuk sewa mobil, mengajak sang anak bermain serta pembayaran uang regist kuliah yang sudah mendekati batas waktu," tambah Velinthia Latumahina

Velinthia Latumahina juga menyampaikan semoga majelis hakim dapat melihat fakta persidangan bahwa Fani dibawa oleh seseorang yang bernama Vita K dan dalam persidangan pun Fajar juga mengakui bertemu sosok tersebut untuk merekrut Fani agar dapat melayani Fajar. 

Dalam pertemuan tersebut, Fajar memberikan uang Rp 700.000 dan Fani juga memberikan uang kepada Vita sebesar Rp 200.000.

Baca juga: Dr. Mihkael Feka: Tuntutan JPU terhadap Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Bukan Putusan Akhir

"Dalam rangkaian peristiwa, menurut kami Fani juga korban TPPO, semoga majelis hakim dapat melihat itu juga nanti," ungkap Velinthia Latumahina.

Pengacara lainnya, Elvianus Go'o menambahkan terdakwa Fani tidak mengetahui tindakan yang dilakukan kepada anak korban.

"Saat persidangan, ia diminta terdakwa Fajar untuk menghadirkan anak kecil. Soal hal apa yang dilakukan dalam kamar itu tidak diketahui Fani," katanya.

Ia memiliki harapan yang sama agar majelis hakim dapat mempertimbangkan dan bisa mengambil keputusan yang lebih ringan. 

Tuntut 'Lepas' Bukan 'Bebas'

Sementara pledoi dari tim kuasa hukum eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja menyampaikan perbedaan antara tuntutan bebas dan lepas. Menurut mereka, perbuatan yang dilakukan Fajar tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Akhmad Bumi, SH.kuasa hukum terdakwa mengatakan pihaknya bukan meminta bebas, tapi lepas.

"Kalau bebas itu terbukti namun bukan tindak pidana. Sedangkan lepas adalah perbuatan terbukti tetapi bukan termasuk tindak pidana. Dalam kasus korban berinisial M dan W, itu terjadi karena ada kesepakatan,” ujar Akhmad Bumi. 

Baca juga: Ajukan Pembelaan Diri, Terdakwa Fani Minta Maaf kepada Keluarga Korban Anak

Kuasa hukum terdakwa Fajar juga menyoroti Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka menilai UU tersebut hanya mengatur eksploitasi dan pelacuran oleh pihak lain, bukan kondisi anak yang secara sukarela melacurkan diri. 

“Dalam UU Perlindungan Anak tidak diatur bila anak menyerahkan dirinya sendiri. Pertanyaannya, apa konstruksi hukumnya, dan apakah anak seperti ini bisa dibina, mengingat ada Undang-Undang Pengadilan Anak,” ujar Akhmad Bumi.

Selain itu, pihak pengacara membantah alat bukti video yang diajukan jaksa. Mereka menilai video tersebut tidak sah karena tidak ditemukan di ponsel terdakwa dan tidak menampilkan wajah terdakwa.

“Ahli digital forensik Mabes Polri juga menyebutkan video itu tidak ada di ponsel terdakwa. Jadi pertanyaannya, adilkah kalau terdakwa diminta bertanggung jawab atas video yang bukan miliknya,” jelas Akhmad Bumi.

Baca juga: Terdakwa Fani Tegaskan Keterangan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Penuh Kebohongan

Kuasa hukum juga mengajukan permohonan agar majelis hakim mempertimbangkan penempatan Fajar di rumah sakit jiwa maksimal satu tahun sesuai Pasal 84 ayat 2 KUHP.

Hal ini, kata mereka, untuk memastikan kondisi kesehatan terdakwa yang diduga mengalami pedofilia dan membutuhkan pemeriksaan ahli.

Dalam pembelaan pribadinya, Fajar Lukman memohon agar jasa-jasanya selama bertugas sebagai polisi menjadi pertimbangan majelis hakim.  

“Dia sudah lebih dari 20 tahun mengabdi sebagai polisi, pernah menjabat Kapolres Sumba Timur, Ngada, hingga Sukabumi Kota,” ucap Akhmad Bumi(ria/iar)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved