Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Saksi Ahli Deddy Manafe Sebut UU Tidak Atur Anak yang Melacurkan Diri itu adalah Korban

Saksi Ahli, Dedy Manafe, SH, MHum, menyebutkan bahwa anak yang melacurkan diri untuk mendapatkan uang itu tidak diatur dalam UU

|
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
Pengamat Hukum NTT, Deddy Manafe dan Host Koordinator Liputan Pos Kupang, Novemy Leo dalam Podcast Pos Kupang Rabu 11 Mei 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Deddy Manafe, SH, MHum, saksi ahli dari terdakwa eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman, menyebutkan bahwa anak yang melacurkan diri untuk mendapatkan uang itu adalah inisiatif anak sendiri dan UU tidak atur anak yang melacurkan diri itu adalah korban.

Hal ini disampaikan oleh Dedy Manafe, usai diperiksa sebagai saksi ahli dari terdakwa Fajar Lukman, dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Kota Kupang, dalam perkara kekerasan terhadap anak yang dilakukan Fajar Lukman, Senin (16/9/2025) siang.

Dalam video, Dedy Manefe menjelaskan, dia dan tim penasihat hukum terdawa eks Kapolres Ngada tidak bahagia dengan kondisi yang terjadi saat ini. Namun UU RI belum mengatur tentang anak yang melacurkan diri itu disebut sebagai korban.

Baca juga: LIPSUS: Tensi Darah AKBP Fajar Tinggi Eks Kapolres Ngada Pakai Rompi Orange 26 Ditahan di Rutan

“Saya sebagai ahli dan teman-teman PH semua tidak bahagia  dengan kondisi ini. Tetapi yang pertama, secara hukum materiil,  UU kita belum mengatur tentang anak yang melacurkan diri itu sebagai korban. Baru menjangkau anak yang dilacurkan. Itu hal yang berbeda,” kata Deddy Manafe, aktifis yang konsen terhadap perempuan dan anak ini. 

Pengamat Hukum NTT, Deddy Manafe, S.H M.H dalam Podcast Pos Kupang, Kamis, 12 Mei 2022
 
Pengamat Hukum NTT, Deddy Manafe, S.H M.H dalam Podcast Pos Kupang, Kamis, 12 Mei 2022   (POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI)

Dedy Manafe menilai, anak yang melacurkan diri itu berarti anak itu berinisiatif untuk melacurkan dirinya dan menjadikan hal itu sebagai profesi untuk mendapatkan upah tertentu.

“Karena kalau dilacurkan itu berarti ada orang lain yang mengeksploitasi dia. Sedangkan anak yang melacurkan diri berarti dia niatnya inisiatif datang dari dirinya dia dan dia menjadikan itu sebagai  profesi dia untuk mendapatkan upah tertentu. Dan itu UU kita belum menjangkau itu,” kata Dedy Manafe, aktifis Hak Asasi Manusia (HAM) ini.

Baca juga: Dr. Mikhael Feka: Anak yang Terlibat dalam Praktek Prostitusi adalah Korban

Kedua, jelas Dedy Manafe, proses penanganan perkara ini cacat formil, hukum acara dilangkahi.  

“Bagaimana perkara ini bisa berjalan. Bahwa kita sedih bahwa ada anak yang terlibat dalam dunia pelacuran itu kita sedih begitu. Tapi bukan berarti dengan cara itu kita menghukum orang dengan cara yang melangar hukum, tidak boleh,” kata pengajar hukum pidana militer ini. 

Menurut Deddy Manafe, jika hukum dimaksud belum mengakomodir maka harus ada reformasi hukum, bukan malah memaksakan perasaan untuk menghukum orang.

Baca juga: Kasus Eks Kapolres Ngada, Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen

“Kalau dipandang bahwa hukum kita belum cukup kuat maka agendanya adalah bagaimana  kita mereformasi hukum kita ke depan. Bukan memaksakan konsep di kepala kita, perasaan kita untuk menghukum orang. Tidak bisa,” tegas Dedy Manafe, dosen Fakultas Hukum Undana Kuang ini. 

Eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman dikawal pihak kepolisian menuju mobil tahanan untuk dibawah ke Rutan Klas IIB Kupang.
Eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman dikawal pihak kepolisian menuju mobil tahanan untuk dibawah ke Rutan Klas IIB Kupang. (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

Kenapa? Karena menurut Dedy Manafe, hukum berbicara tentang substansi yaitu  aspek norma. Pembuktian dan hukum acara formilnya.

“Hukum kita berbicara tentang substansi yakni pengaturan normanya bilang apa, pembuktiannya bilang apa dan hukum acara formilnya bilang apa.  Itu hal yang harus kita paham. Kalau tidak, tidak bisa. Kira-kira begitu,” kata Dedy Manafe. 

Terkiat apa maksudnya dalam perkara ini hukum telah dilangkahi, Dedy Manafe mengatakan, karena perkara ini tidak ada laporan, tidak ada tangkap tangan dan tidak ada pengaduan.

Baca juga: Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi

“Pertama karena tidak ada laporan, tidak ada tangkap tangan,  tidak ada pengaduan. Berarti perkar tidak ada dong. Siapa yang bawa perkara ini kesini,” kata Dedy Manafe. 

Karena itu, Dedy Manafe mengatakan, dirinya akan mendrong pengacara eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman untuk mengajukan banding hingga melaporkan balik atas pelanggaran hokum yang terjadi pada eks kapolres Ngada. 

“Saya kira saya akan dorong teman-teman PH. Kalau pun misalnya beliau diputus untuk dipidana, banding. Kalau beliau (Fajar) diputus untuk bebas, dia lapor balik bahwa ada pelaggaran hukum terhadap diri dia. Dia ditahan selama ini berarti ada perampasan kemerdekaan dia. Kan begitu. Kan kita Negara hukum,” saran Dedy Manafe, aktifi kemanusiaan. 

FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) .
FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) . (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

Lebih lanjut Dedy Manafe mengatakan, kedepan banyak hal yang harus dibenahi terkait hokum di Indonesia.

“Banyak hal yang harus dibenahi. Tapi kita tidak bisa menghukum orang berdasarrkan perasaan, opini publik. Tapi Harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Dalam artian, dia melangar tindak pidana apa.  Kemudian dia, pembuktiannya bagaimana dan hukum acaranya seperti apa. Itu penting, kalau tidak, ya, tidak bisa. Tidak ada perkara dong,” kata Dedy Manafe lagi. 

Dedy Manafe juga menyinggung tentang pelanggaran UU ITE yang dicantumkan oleh jaksa dalam dakwaan terhadap Fajar Lukman. Menurutnya, jika ada pelanggaran UU ITE maka Fajar Lukman mestinya disidangkan di Australia, bukan di Indonesia.

Baca juga: Dany Manu Menilai Akhmad Bumi Pengacara Fajar Lukman Lakukan Kesalahan Fatal  

“Belum lagi kasus ini kalau pakei ITE maka locus deliktinya Australia, bukan Indonesia.  Hukum pidana kita tidak menjangkau sampai Australia.  Hukum pidana kita hanya berlaku di dalam wilayah teritori Indonesia gitu. Sehingga kalau orang Australia menginformasikan kepada kita. Kecuali orang Australia itu ada di dalam  wilayah Indonesia. Tapi kalau dia ada di wilayah Australia berarti hukum kita tidaa berlaku untuk itu. Terus ngapain orang ribut disana, kita juga ribut disini,” jelas Dedy Manafe, ahli pidana ini.  

Apalagi, tambah Dedy Manafe, terbongkarnya kasus ini ada di Australia. Berarti locus delictinya, pelangaranya terjadi disana. Dan untuk itu, Fajar Lukman bisa diekstradiksi ke Australria.

“Diadili disana, bukan diadili disini. Kan bisa, kita kan punya perjanjian ekstradiksi dengan Australia. Mestinya Australai minta kita ekstradisi beliau untuk diadili disana. Karena video anda (Fajar Lukman) dibongkar disana, kan begitu. Sama seperri kita punya narkoba dan segala macam,  itu kan mereka minta untuk diekstradiksi,” kata Dedy Manafe memberi contoh. (vel)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved