Liputan Khusus
LIPSUS: Tunjangan Perumahan DPRD NTT Fantastis Rp 283,2 Juta Per Tahum
Ombudsman NTT mengungkap risiko di balik nilai fantastis tunjangan perumahan dan transportasi DPRD NTT.
Ketimpangan juga tinggi, dengan tingkat kemiskinan desa mencapai 22,66 persen, jauh di atas perkotaan yang hanya 7,68 persen.
Dari sisi fiskal daerah, tidak ada peningkatan signifikan pada devisa maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa membenarkan kenaikan tunjangan. Fiskal NTT justru terbatas, penerimaan stagnan, dan ruang belanja semakin sempit.
Ironisnya, NTT masih menanggung beban utang besar dari kepemimpinan Gubernur NTT sebelumnya, yang seharusnya membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam mengalokasikan anggaran.
“Alasan kenaikan dengan dalih penyesuaian standar atau peningkatan fungsi representasi tidak dapat dibenarkan," kata Andraviani Fortuna Umbu Laiya, dalam pernyataan tertulis.
Andraviani Fortuna Umbu Laiya mempertanyakan situasi yang tengah dialami masyarakat. Selain harga bahan pokok yang merangsek naik, angka stunting, hingga ketimpangan infrastruktur masih mendera berbagai wilayah di NTT.

"Sementara DPRD hidup dengan fasilitas mewah puluhan juta rupiah tiap bulan? Ini adalah bentuk nyata ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat,” sambung Andraviani Fortuna Umbu Laiya.
Andraviani Fortuna Umbu Laiya mendorong nilai tunjangan itu diarahkan untuk program prioritas rakyat seperti beasiswa bagi siswa miskin maupun pembangunan fasilitas kesehatan di daerah pelosok maupun memperbaiki infrastruktur pedesaan.
Selain itu, anggaran juga bisa digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, agar angka pengangguran berkurang dan kesejahteraan rakyat meningkat.
Anggaran yang besar itu, menurut dia, perlu ada transparansi dalam penggunaannya. Apalagi, kebijakan tunjangan DPRD NTT selama ini selalu tertutup dan luput dari pengawasan publik.
Padahal, masyarakat berhak tahu ke mana uang daerah dialokasikan dan untuk siapa saja. Baginya, tanpa transparansi, anggaran rawan disalahgunakan dan kepercayaan publik terhadap DPRD akan terus merosot.
GMKI Cabang Kupang, juga menyoroti kenaikan tunjangan yang bertolak belakang dengan semangat efisiensi nasional seperti dikampanyekan Presiden Prabowo Subianto. Bahkan DPR RI sendiri telah membatalkan rencana kenaikan tunjangan mereka sebagai bentuk komitmen moral untuk penghematan.
Menurut Andraviani Fortuna Umbu Laiya, Seharusnya DPRD NTT menjadikan langkah itu sebagai teladan, bukan justru bergerak ke arah sebaliknya.
Pihaknya mendesak Gubernur NTT dan DPRD NTT segera meninjau kembali Pergub Nomor 22 Tahun 2025 dengan memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas sesuai amanat PP 18 Tahun 2017. Revisi diperlukan demi mengembalikan keberpihakan anggaran kepada rakyat kecil.
“Wakil rakyat seharusnya memperjuangkan kebutuhan rakyat, bukan menumpuk fasilitas pribadi. Anggaran daerah harus diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, memberantas stunting, memperbaiki infrastruktur dasar, meningkatkan kualitas pendidikan, menciptakan ruang aman bagi masyarakat rentan dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat,” ujar Andraviani Fortuna Umbu Laiya. (fan)
*Anggota DPRD Jangan Main Proyek
Aliansi Rakyat Sumba Bersuara di Waingapu mendesak agar gaji dan tunjangan anggota DPRD Sumba Timur dipangkas dan disesuaikan dengan gaji pegawai negeri sipil (PNS).
Tuntutan tersebut disampaikan dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD pada Kamis (4/9). Aspirasi senada juga mereka sampaikan kepada Bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur.
“Kami mendesak DPRD untuk memotong tunjangannya dan gaji sebagai bentuk efisiensi dan tanggung jawab moral, yang mana perkiraan penghasilan kotor setiap bulannya mencapai kurang lebih Rp 42.000.000,” ujar Koordinator Lapangan, Arnoldus Bulu Mete, saat membaca tuntutan.
Dalam keterangan yang diterima Pos Kupang, Arnoldus Bulu Mete menjelaskan, tunjangan yang paling besar diterima yaitu tunjangan transportasi dan akomodasi kurang lebih Rp 19.500.000, tunjangan komunikasi insentif kurang lebih Rp 10.500.000, dan tunjangan perumahan kurang lebih Rp 7.500.000.

Tunjangan jabatan kurang lebih Rp 2.500.000, dan tunjangan representasi kurang lebih Rp 1.500.000. Ada lagi biaya reses, dan tunjangannya tiga kali dalam setahun kurang lebih sebesar Rp 60.000.000.
Perjalanan dinas ke luar provinsi, baik dalam bimtek maupun studi banding empat kali dalam setahun kurang lebih sebanyak Rp 15.000.000.
“Hal ini, sebagai bentuk efisiensi anggaran dan tanggung jawab moral DPRD Kabupaten Sumba Timur. Kami mendesak untuk memotong atau memangkas anggaran tersebut dan di sesuaikan dengan gaji PNS,” tegas Arnoldus Bulu Mete.
Selain itu, kata Arnoldus Bulu Mete, aliansi mendesak anggota DPRD untuk tidak menggunakan fasilitas negara seperti mobil dinas dan motor dinas untuk urusan keluarga atau pribadinya.
Dalam tuntutannya, kata Arnoldus Bulu Mete, mereka juga desak DPRD Sumba Timur menerbitkan Peraturan Daerah tentang pengakuan masyarakat adat. Juga mendesak DPRD untuk tidak bermain-main dengan proyek APBN dan APBD maupun Dana Desa.
Juga meminta bentuk badan adhoc untuk telaah permasalahan pekerja anak dan upah tenaga, dan minta perlindungan dan jaminan terhadap tenaga kerja di Sumba Timur. (dim)
*NEWS ANALISIS
Pengamat politik Universitas Muhamadiyah Kupang, Amir Kiwang : Perlu Evaluasi
Secara normatif, tunjangan untuk anggota DPRD, termasuk tunjangan transportasi, perumahan, komunikasi, dan lainnya, diatur oleh regulasi. Ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Pergub. Jadi, dari sisi legalitas, itu sah.
Namun, dari sisi kewajaran dan kepatutan, perlu dilihat dari beberapa hal antara lain, misalnya tunjangan itu mencerminkan beban kerja, tanggung jawab dan risiko jabatan.
Selain itu, tunjangan tersebut harus melihat juga kapasitas fiskal Provinsi NTT tanpa mengorbankan pelayanan publik esensial. Oleh karena itu maka perlu juga untuk dilakukan evaluasi kelayakan pada pada kinerja DPRD NTT.
Apakah tingginya tunjangan yang mereka miliki berbanding lurus dengan kinerja mereka selama ini dengan beberapa indicator?
Indikator yang dia saya maksudkan seperti terbitnya Peraturan Daerah inisiatif maupun kualitas pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Provinsi. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian tunjangan itu harus memperhatikan ketimpangan pembangunan.
NTT, punya beragam masalah dari kekurangan akses air bersih, gizi buruk, dan infrastruktur dasar lainnya. Oleh karena itu saya mempertanyakan urgensi pembiayaan tunjangan bagi DPRD. Padahal ada kebutuhan yang paling mendesak dan perlu mendapat perhatian lebih.
Menurut saya, di tengah kondisi efisiensi fiskal atau anggaran, sebaiknya tunjangan itu diarahkan ke pembangunan sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar lainnya. Hal itu juga akan meningkatkan kepercayaan publik pada pemerintah daerah.
Bagi saya, pemberian tunjangan DPRD NTT yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan, perlu dievaluasi secara serius, terutama dalam konteks kinerja legislatif, kapasitas fiskal daerah serta keadilan sosial.
Wajar atau tidak, sangat tergantung pada bagaimana anggota DPRD mempertanggungjawabkan hak-haknya itu dan bagaimana masyarakat menilai manfaatnya.
Jika tidak ada transparansi dan kinerja yang sebanding, maka tunjangan tersebut akan dinilai sebagai bentuk kemewahan elite di tengah kesenjangan sosial. Sesuatu yang berpotensi memicu krisis kepercayaan terhadap institusi politik daerah (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Tunjangan DPRD NTT
POS-KUPANG.COM
Gubernur NTT
Darius Beda Daton
Emilia Nomleni
Andraviani Fortuna Umbu Laiya
Aliansi Rakyat Sumba Bersuara
Arnoldus Bulu Mete
Liputan Khusus Pos Kupang
Liputan Khusus
Lipsus
Multiangle
Eksklusif
Meaningful
LIPSUS: Dansatgas Bawa Kado untuk Paulus Taek Oki, korban penembakan UPF |
![]() |
---|
LIPSUS: Warga Inbate Dengar Letusan Senjata Bentrok di Perbatasan Distrik Oecusse |
![]() |
---|
LIPSUS: Paulus Ditembak dari Jarak 5 Meter, Pengakuan Korban Penembakan UPF Tiles |
![]() |
---|
LIPSUS: 1.000 Lilin Perjuangan untuk Prada Lucky Aksi Damai Warga di Nagekeo |
![]() |
---|
LIPSUS: Lagu Tabole Bale Bikin Prabowo Bergoyang , Siswa SMK Panjat Tiang Bendera |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.