Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Dany Manu Menilai Akhmad Bumi Pengacara Fajar Lukman Lakukan Kesalahan Fatal  

Dany Manu menilai pernyataan Akhmad Bumi, dengan menggunakan diksi produsen dan konsumen dalam perkara itu adalah kesalahan fatal.

|
POS KUPANG/NOVEMY LEO
DANY MANU -- MOderator Dany Manu, dalam Criminal Defense Skills Training Workshop dengan tema Menjembatani Kesenjangan Keadilan, memberdayakan pembelajaran Hak Asasi Manusia (HAM) untuk meningkatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Kelompok Rentan, Rabu (12/6), di Hotel Harper Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dany Manu dari LBH APIK NTT mengatakan, pernyataan Akhmad Bumi, SH, ketua tim pengacara perkara kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, dengan menggunakan diksi produsen dan konsumen dalam perkara itu adalah kesalahan fatal.

Menurut Dany Manu, walaupun fakta persidangan menunjukkan bahwa ada transaksi seksual, namun transaksi seksual ini tidak bisa disamakan dengan produsen dan konsumen sebagaimana diatur dalam UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. 

"Perlu diingat bahwa terminologi produsen dan konsumen dalam parturan perundangundangan kita diatur dalam UU no 8/1999.  Pasal 1 ayat 2 UU no 8/1999 mendefinisikan  Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk  diperdagangkan. Dan jelas jasa yang dimaksud dalam UU ini bukanlah jasa prostitusi," jelas Dany Manu, belum lama ini.

Dany Manu, fasilitator dalam Pelatihan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Manajemen Kasus untuk Paralegal dari 12 Desa dan 4 Organisasi Penyandang Disabilitas di Kupang, yang diselenggarkaan KTAS NTT di Kupang, 12 - 14 Oktober 2021. (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)
Dany Manu, fasilitator dalam Pelatihan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dan Manajemen Kasus untuk Paralegal dari 12 Desa dan 4 Organisasi Penyandang Disabilitas di Kupang, yang diselenggarkaan KTAS NTT di Kupang, 12 - 14 Oktober 2021. (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO) (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Dany Manu mengatakan, jasa prostitusi diatur dalam hukum pidana kita yakni Pasal 298 KUHP. Hal itu jelas bahwa ranah prostitusi adalah ranah pidana dan bukan ranah hubungan personal antara produsen dan ko0nsumen yang masih ranah keperdataan.

"Kesalahan fatal pengacara ini adaah mengalihkan tindak pidana ke arah transaksi dalam ranah perdata. Padahal, kasus ini secara terang bendrang berdasarkan fakta persidangan adalah tindakan yang melanggar Pasal 82 ayat (1) UU 17/2016 jo Pasal 76E UU 35/2014 dan/atau Pasal 81 ayat (1) UU 17/2016 jo Pasal 76D UU 35/2014," jelas Dany Manu.

Dalam konstruksi hukum pidana secara perbuatan persetubuhan terhadap anak atas dasar konsensual  tetap dikategorikan sebagai statutory rape.

Baca juga: Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi

"Artinya kualifikasi perbuatan atau delik tidak berdasarkan PERBUATAN/TINDAKAN perkosaan, tetapi ditentukan oleh hukum," kata Dany Manu.

Sementara itu, Pasal 4 ayat (2) huruf c UU 12/2022 tentang TPKS mengkategorikan  persetubuhan anak, perbuatan cabul adan/atau exploitasi seksual terhadap anak sebagai tindak pidana kekerasan seksual.

Hal ini artinya bahwa perbuatan Fajar terhadap beberapa korban harus dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam UU TKPS, karena konteks persetubuhan anak masuk dalam kategori statutory rape. 

FAJAR LUKMAN - Penyidik Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menyerahkan Fani (20) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang, dalam kasus eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman (baju tahanan).
FAJAR LUKMAN - Penyidik Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menyerahkan Fani (20) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang, dalam kasus eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman (baju tahanan). (POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI)

"Dengan demikian kedua orang anak yang walaupun terindikasi menjajakan diri, namun karena dia anak, maka dia dikategorikan sebagai korban," tegas Dany Manu.

Bagi Dany Manu, sebagai profesi terhormat (officium nobile), pengacara tidak pantas mengatakan demikian (konsumen) kepada korban.

Pasal 3 huruf Kode Etik Advokat Komite Kerja advokat Indonesia menyatakan  Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.

"Jadi posisi pengacara harusnya menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan. Bukan mencari cara untuk memenangkan klien dengan mengabaikan kebenaran. Jadi sangat mengecewakan, jika pengacara demi membela klien, lalu mengesampingkan kebenaran, dengan mengalihkan sebuah tindak pidana menjadi masalah transkasional," kata Dany Manu

Baca juga: LIPSUS: Sidang Perdana Digelar Hari Ini Istri Anak Jenguk Fajar Tiga Kali Seminggu

Pada konteks ini atau dengan berdasarkan pada Pasal 3 huruf B, maka bisa dikatakan advokat ini telah melakukan pelanggaran etik dengan tidak mengedepankan kebenaran dan keadilan lebih lanjut, pernyataan pengacara tersebut sangat melecehkan korban karena menyamakan korban/ manusia sebagai barang/komoditas. dan tindakan ini tidak bisa dibenarkan secara moral.

Sebagai profesi terhormat (officium nobile), pengacara tidak pantas mengatakan demikian kepada korban. Pasal 3 huruf Kode Etik Advokat Komite Kerja advokat Indonesia menyatakan  Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan. jadi posisi pengacara harusnya menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan.

Baca juga: Terdakwa Fani Tegaskan Keterangan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Penuh Kebohongan

"Bukan mencari cara untuk memenangkan klien dengan mengabaikan kebenaran. Jadi sangat mengecewakan, jika pengacara demi membela klien, lalu mengesampingkan kebenaran, dengan mengalihkan sebuah tindak pidana menjadi masalah transkasional," kata Dany Manu.

Pada konteks ini, dengan berdasarkan  pada pasal 3 huruf B, maka bisa dikatakan advokat ini telah melakukan pelanggaran etik dengan tidak mengedepankan kebenaran dan keadilan

"Pernyataan pengacara tersebut sangat melecehkan korban karena menyamakan korban/ manusia sebagai barang/ komoditas dan tindakan ini tidak bisa dibenarkan secara moral," kata Dany Manu

Baca juga: Akhmad Bumi : Yang Diproduksi dan Dikonsumsi Bukanlah Manusia Melainkan Jasa

Terkait terdakwa Fani, Dany Manu mengatakan, Fani bersalah dalam kasus ini. Karena bagaimanapun juga, dia yang membawa korban untuk bertemu dengan pelaku. 

"Berdasarkan fakta persidangan, Fajar tidak meminta vani untuk mendatangkan korban, tetapi meminta Fani menyediakan seorang anak kecil. dan dengan sadar dan tanpa paksaan, Fani memperdayai korban dan keluarga korban agar I bisa menjadi korban dari Fajar," jelas Dany Manu.

Walau demikian, jelas Dany Manu, perbuatan Fani tidak bisa berdiri sendiri. Artinya, jika Fani dituntut menjajakan I, maka dalam kontek ini, Fajar juga harus dituntut dengan hal yang sama.

FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) .
FANI - Tersangka Fani dikawal ketat jaksa dan polisi menuju ke mobil tahanan di Kejari Kota Kupang, menuju ke Lapas Perempuan Kupang, Kamis (12/6/2025) . (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

"Jika Fani dikenai dikenai Pasal 2 ayat 1 UU TPPO, maka Fajar harus juga dikenai pasal 12 UU TPPO," jelas Dany Manu.

Berbeda posisinya pada W yang membawa korban 13 tahun kepada Fajar, karena W masih berusia 16 tahun atau anak-anak. Maka dia (W) tidak bisa dituntut, karena posisi W adalah manus ministra dan Fajar adalah manus domina.

"Berdasarkan pedoman kejasaan no 1 tahun 2021, manus ministra dikategorikan sebagai korban dan tidak dapat dipidanakan. Dalam kontruksi hukum, manus ministra itu seperti menyuruh anak untuk  melakukan tindak  pidana. Dan W memenuhi syarat itu, sedangkan Fani tidak bisa, karena ketika melakukan yang disuruh Fajar, Fani adalah orang dewasa.

"Mmanus domina adalah orang atau terdakwa  yang menyuruh anak untuk melakukan tindak pidana. Sedangkan manus ministra adalah anak yang disuruh untuk melakukan tindak pidana. Dan dalam pedoman kejaksaan no 1 tahun 2021, anak (manus ministra) dikualifikasikan sebagai Korban dan tidak  dapat dilakukan penuntutan," jelas Dany Manu.

Baca juga: LIPSUS: Konten Porno Anak Dijual Rp 100 Ribu di Grup Facebook Fantasi Sedarah

Dany Manu juga berharap agar hakim Pengadilan Negeri Kota Kupang yang menyidangkan perkara Fajar LUkman dan Fani itu terus mengutamakan keadilan hukum sebagaimana adagium Fiat Justitia Ruat Caelum atau Biarlah keadilan ditegakkan, meskipun langit runtuh.

Hal yang sama juga buat jaksa untuk melihat keadlian bagi korban. "Jaksa tidak saja mencari kebenaran hukum, tetapi mengedepankan keadilan bagi korban, secara khusus dalam memperjuangkan hak korban berupa restitusi," kata Dany Manu.

Dany Manu juga berharap agar kakim juga diharapkan dapat mengatur jalannya sidang dengan berpedoman pada Perma 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan jaksa memantau dengan rambu-rambu Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 - Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana.

Untuk Komisi YUdisial (KY), Dany Manu berharap agar tim KY NT terus melakukan pemantauan, agar peradilan ini dapat berjalan dengan baik dengan mengedepankan keadilan hukum. 

Baca juga: LIPSUS: Tersangka Fani Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada Menangis Dihadapan Jaksa 

"Hal ini penting mengingat pelaku adalah orang yang memiliki power, sedangkan korban adalah kelompok rentan yang tak berdaya," kata Dany Manu.

Terhadap para korban tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman dan Fani, Dani Manu berharap agar mereka para korban terus menyatakan kebenaran.

"Jangan takut menyatakan kebenaran, walau intimidasi dan lainnya akan dihadapi seperti iterogasi dari pengacara terdakwa, yang akan berupaya menyudutkan korban atau victim blaming," kata Dany Manu. (vel)

*Akhmad Bumi : Yang Diproduksi dan Dikonsumsi Bukanlah Manusia Melainkan Jasa

Akhmad Bumi, SH selaku Penasehat Hukum terdakwa eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman yang menggunakan diksi produsen dan konsumen menulai kontroversi dari berbagai kalangan aktivis. 

Akhmad Bumi menjelaskan, sebagai penasehat hukum dia menjalankan profesi dalam membela klien. Penasehat Hukum bukan sebagai pihak luar yang tidak mengetahui materi perkara yang sedang ditangani. 

”Konteks yang diangkat soal korban dan kemanusiaan. Penggunaan diksi produsen dan konsumen dipahami secara analogis dalam kerangka ekonomi. Ada pihak yang menyediakan jasa dan ada pihak yang memanfaatkan. Prostitusi online sudah masuk pada industri sex, bekerja dengan logika ekonomi kapitalistik”, jelas Akhmad Bumi, melalui WhatsApp yang dikirimkan kepada Pos Kupang, Senin (25) di Kupang. 

Akhmad Bumi menjelaskan ada pandangan yang menolak penggunaan istilah produsen-konsumen dalam prostitusi dengan alasan istilah ini mengandaikan manusia sebagai barang.

Tapi menurut Akhmad Bumi, secara ilmiah dan hukum, yang diproduksi dan dikonsumsi bukanlah “manusia” melainkan jasa.

Baca juga: Sarah Lery Mboeik : Logika Pengacara Akhmad Bumi Dangkal Terkait HAM dan Keadilan

Lebih lanjut Akhmad Bumi menjelaskan, prostitusi di Indonesia memang diatur dalam UU yang melarang eksploitasi seksual, tetapi dari sudut pandang analisis sosial-ekonomi, transaksi jasa seksual tetap masuk dalam kerangka produsen-konsumen.

Penyedia jasa prostitusi bukanlah “barang”, melainkan pelaku usaha jasa, dan pengguna prostitusi adalah konsumen jasa. Kritik yang menyamakan prostitusi dengan objek fisik tidak relevan dalam kerangka ekonomi jasa, ungkapnya.

KUASA HUKUM - Tim Kuasa Hukum Fajar Lukman saat ditemui seusai persidangan, Senin (21/7/2025) di halaman Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang.
KUASA HUKUM - Tim Kuasa Hukum Fajar Lukman saat ditemui seusai persidangan, Senin (21/7/2025) di halaman Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang. (POS-KUPANG.COM/MARIA SELVIANI BAKI WUKAK)

 
Kedua belah pihak terlibat dalam transaksi berbasis kesepakatan tanpa ada kerugian yang dipaksakan. Secara ekonomi, pekerja seks adalah produsen jasa, konsumen adalah pengguna jasa, sebutnya. 

Secara hukum, konsep ini sejalan dengan UUPK, hukum internasional (UNGCP 2016), dan literatur ekonomi yang mengakui jasa sebagai objek transaksi. Argumen ini membantah pandangan bahwa produsen berarti “barang”, sebab yang diproduksi dan dikonsumsi adalah jasa, bukan manusia.

Akhmad Bumi juga menyoroti soal kemanusiaan. Realitas sosial menunjukkan banyak yang terlibat bukan karena pilihan bebas tapi akibat akumulasinya banyak tekanan, ekonomi, pendidikan rendah, lingkungan, juga disfungsi keluarga. Permintaan pasar yang cukup tinggi memperkuat rantai ini. Fenomena sosial ini yang perlu dikritik. 

Baca juga: Diksi Produsen dan Konsumen dari PH Akhmad Bumi Rendahkan Pelaku, Polisi dan Negara

Ini realitas dan fenomena sosial yang perlu dicermati, perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas, jangan melihat dari sudut kecil, ini bukan variabel tunggal. Jangan hanya lihat dipermukaan, tapi lihat didasar terdalam berbagai akumulasi itu, begitu banyak masalah yang harus dikritik.

Akhmad Bumi mengajak semua pihak tidak hanya melihat yang terapung dipermukaan tapi lihat fenomena sosial ini jauh didalam. Ini gunung es. Kenapa kita tidak berani membongkar yang didalam? Karena sebagian besarnya tersembunyi di bawah permukaan, tutup Akhmad Bumi. (*/vel)

 

 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved