Cerpen
Cerpen: Di Ujung Ingatan
Bagaimana kami bisa belajar dari luka, bila luka itu ditutup kain putih dan diberi nama baru yang lebih manis?
Kami lalu berpamitan, membawa segudang pertanyaan tanpa jawab. Aku bergegas ke rumahku, dan segera masuk ke kamar dan mengambil diaryku dan mulai menulis.
Dear God
Apa yang terjadi ketika kenyataan masa lalu berada di ujung ingatan? Apakah kami bisa benar-benar melangkah dengan sempurna di atas keretakan sejarah?
Kami mencoba berjalan, tapi tanah yang kami pijak rapuh—retak oleh penyangkalan, berlubang oleh kebohongan yang diwariskan dengan bangga.
Setiap langkah seperti menginjak bayangan sendiri, sementara ingatan yang seharusnya menuntun, malah dipaksa memudar perlahan.
Jika masa lalu disapu hingga tak bersisa, bagaimana kami dapat memahami arah pulang?
Bagaimana kami bisa belajar dari luka, bila luka itu ditutup kain putih dan diberi nama baru yang lebih manis?
Di ujung ingatan itu, kami mencari sesuatu yang sering hilang dari lidah manusia: kejujuran.
Dan kami bertanya-tanya—apakah bangsa ini sengaja dibuat lupa, atau kami sendiri yang perlahan menyerah pada kenyamanan lupa? (*)
Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News