Opini

Opini: Kota Kupang sebagai Rumah Bersama untuk Semua

Dalam praktik kehidupan sosial masyarakat Dawan, gotong royong menjadi motif dasar yang mengilhami setiap bentuk kerja sama. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI MIKY OKTOVIANUS S NATUN
Miky Oktovianus Smaut Natun, ST. M.Si.IAP 

Semangat keterbukaan ini telah tumbuh sejak terbentuknya kawasan Kota Tua Kupang, yang berawal dari kedatangan bangsa Portugis dan Belanda pada awal abad ke-16 untuk berdagang. 

Kehadiran mereka membuka arus kedatangan pendatang dari berbagai wilayah, seperti China, Rote, Sabu, Flores, dan lainnya. 

Seiring perkembangan sejarah tersebut, pengamatan lapangan menunjukkan bahwa objek-objek bersejarah di Kupang saat yang majemuk dan rukun hal ini didominasi oleh peninggalan colonial Belanda pada masa penjajah berupa Gereja Kota Kupang, Gereja Katedral Kupang, Masjid Tua Airmata dan Klenteng Tua Kel Lay.

Dengan demikian, wilayah Kota Tua Kupang merupakan simbol nyata keberagaman yang telah hadir sejak masuknya bangsa Portugis dan Belanda. 

Pola persebaran penduduk di wilayah Kota Kupang pada umumnya menunjukkan bahwa masyarakat mayoritas berasal dari suku Dawan (juga dikenal sebagai suku Atoni), yang menempati sebagian besar wilayah Pulau Timor bagian Barat. 

Selain suku Dawan, terdapat juga suku Helong yang tinggal di wilayah-wilayah yang berbatasan di bagian Barat Daya Kota Kupang, sebagai salah satu kelompok etnis asli yang memiliki sejarah panjang di daerah ini.

Di samping kedua suku tersebut, Kota Kupang juga dihuni oleh suku-suku pendatang seperti Sabu, Rote, China, Arab, dan Bugis, yang membawa bahasa, budaya, dan agama masing-masing. 

Namun, semua kelompok etnis tersebut hidup bersama dalam satu ruang sosial yang sama—rumah bersama Kota Kupang —mewujudkan kerukunan, keterbukaan, dan keberagaman yang menjadi ciri khas kota ini hingga saat ini.

Dalam perjalanan sejarah yang panjang, Kota Kupang kemudian ditetapkan sebagai Kotamadya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang, sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632 Tahun 1996. 

Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang tersebut diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI, Moh. Yogi S. M., pada tanggal 25 April 1996.

Kota Kupang memiliki 51 kelurahan yang terbagi ke dalam 6 kecamatan. Wilayah kelurahan tersebut terbagi menjadi 434 RW dan 1.342 RT. 

Dalam perjalanannya, Kota Kupang mengusung moto “LIL AU NOL DAEL BANAN” (Bahasa Helong) yang berarti “Bangun Aku dengan Hati yang Tulus.” 

Moto ini sejalan dengan semboyan KOTA KASIH, yang menjadi cerminan identitas Kota Kupang sebagai kota yang menjunjung tinggi suasana persahabatan, kemajemukan, gotong royong, empati, dan kesetaraan bagi seluruh masyarakat.

Dalam budaya yang semakin berkembang sejalan dengan Visi dan Misi Wali Kota Kupang 2025–2030, yang tercermin dalam “KOTA KUPANG MENJADI RUMAH BERSAMA YANG MODERN, BERSIH, AMAN, BERBUDAYA, TANGGUH, DAN SEJAHTERA,” berbagai hasil kerja yang penuh komitmen dan konsistensi telah memberikan warna nyata dalam pembangunan daerah.

Perjalanan sejarah panjang Kota Kupang telah membawa dampak positif terhadap hubungan kekerabatan, serta hubungan antarumat beragama dan antar-suku bangsa yang sangat majemuk. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved