Opini
Opini: Sepotong Lauk yang Dibawa Pulang
Makanannya selalu habis dikonsumsi dan tak pernah ada masalah keracunan atau sakit pada anak didiknya.
Data di atas menunjukkan pada kita realitas di sekolah. Benar bahwa ada anak didik yang tidak membutuhkan MBG karena semua kebutuhannya telah terpenuhi di rumah dengan standar makanan di atas yang disajikan melalui MBG.
Namun jangan juga dipungkiri bahwa masih banyak anak didik kita yang sungguh membutuhkan dan mensyukuri berkat yang diterima melalui MBG.
MBG adalah solusi dari perut yang kosong, terutama bagi mereka yang masih terjerat dalam ketidakberuntungan/kemiskinan.
Memenuhi Kebutuhan Dasar
Bagi penulis, MBG adalah sebuah kebutuhan riil yang menjawabi persoalan paling dasar manusia, kebutuhan akan makanan. Sebuah ungkapan dalam Bahasa Latin tepat diketengahkan di sini.
“Primum vivere, deinde philosophari” (Makan dulu baru berfilsafat). Ungkapan ini bermakna bahwa manusia harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dasarnya (makanan, pakaian dan tempat tinggal) sebelum ia memikirkan hal-hal yang lebih abstrak dan serius.
MBG adalah upaya serius pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memastikan bahwa setiap anak didik terpenuhi kebutuhan dasarnya sebelum mereka didorong untuk memikirkan hal-hal serius.
Ungkapan lain yang juga urgen berbunyi, venter non habet aures. Secara harafiah, ungkapan ini berarti perut tidak memiliki telinga.
Dalam implementasinya, ungkapan ini bermakna bahwa rasa lapar yang kuat membuat seseorang tidak bisa mendengarkan dan mencerna apapun yang disampaikan.
Artinya kebutuhan perut sudah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum membahas hal-hal lain yang abstrak dan lebih serius.
Kisah haru yang ditulis pada bagian awal di atas menjadi bukti empiris bahwa anak didik yang lapar dan butuh intervensi adalah sebuah realitas.
Keberadaan MBG sungguh menolong mereka untuk sementara keluar dari persoalan paling dasar manusia: lapar.
Pemenuhan kebutuhan dasar anak didik tersebut ternyata berimplikasi pada tingkat kehadiran anak didik di sekolah.
Dalam pengakuan beberapa kepala sekolah yang saya temui, tingkat kehadiran anak didik di sekolah mereka mengalami peningkatan sejak adanya pelayanan MBG. Makin sedikit jumlah anak didik yang tidak masuk sekolah.
Perbaikan Berkelanjutan
MBG juga tak luput dari masalah. Beberapa peristiwa keracunan makanan, kualitas makanan dan bahan baku yang tidak memenuhi standar, penyelewengan dalam pengadaan dan anggaran serta lemahnya pengawasan dan transparansi adalah persoalan yang masih menyertai implementasi MBG.
Selain itu, muncul juga persoalan terkait SDM dengan beban kerja tambahan yang berlebihan dan distribusi yang kurang tertib.
| Opini: Memaknai Hari Raya Galungan di Era Kini |
|
|---|
| Opini: Suara dari Lasiana, Ketika Birokrasi Lupa Mendengar |
|
|---|
| Opini - Gotong Royong Tanpa APBN: Bukti Nyata Kasih Kristus dan Kemandirian Umat Merayakan Natal |
|
|---|
| Opini: Urgensi Redenominasi Rupiah Dalam Timbangan Etika Kemanfaatan |
|
|---|
| Opini: Harapan di Tengah Absurditas Politik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Adi-Ngongo.jpg)