Opini

Opini: Revitalisasi Tapa Kolo dan Tradisi Wae Rasan 

Dalam perspektif antropologi budaya, Tapa Kolo berfungsi sebagai ritual of togetherness yang memperkuat hubungan sosial.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI PIETER KEMBO
Pieter Kembo 

Dalam perspektif antropologi budaya, Tapa Kolo berfungsi sebagai ritual of togetherness yang memperkuat hubungan sosial dan membangun identitas kolektif.

3. Sistem Ritual Masyarakat Wae Rasan

Budaya Wae Rasan mencakup rangkaian ritual tahunan yang membentuk siklus kehidupan masyarakat setempat. 

Di kampung Lewurla, ritual-ritual ini memiliki struktur dan fungsi yang jelas:

3.1 Nareng

Ritual doa kepada Tuhan dan leluhur untuk memohon perlindungan, pertumbuhan, serta kesejahteraan komunitas.

3.2 Bari Manuk

Tradisi distribusi berkat dari rumah ke rumah yang menekankan solidaritas sosial dan relasi kekeluargaan.

3.3 Danding

Tarian melingkar yang disertai nyanyian balas pantun antara kelompok laki-laki dan perempuan, berfungsi sebagai ruang dialog budaya.

3.4 Ghole Toke (Tapa Kolo)

Proses memasak nasi bambu oleh setiap keluarga dan penyatuan hasilnya di Rumah Dor sebagai simbol persatuan komunitas.

3.5 Melas (Caci)

Pertunjukan seni bela diri yang menekankan keberanian, kedisiplinan, dan kontrol diri, sekaligus menjadi ruang artikulasi kehormatan laki-laki.

Rangkaian ritual tersebut berpuncak pada Toke Tutung, yaitu perayaan memasuki tahun adat yang baru. 

Tradisi ini mengandung dimensi teologis, ekologis, dan sosial yang saling terkait.

4. Tantangan Pelestarian Tradisi di Era Modern

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved