Opini

Opini: Hidup yang Otentik di Era Digital

Kita tetap menjadi manusia yang otentik di tengah gempuran teknologi yang kian canggih. Jalan yang paling ampuh adalah menjaga jarak etis

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI GIAN RIBHATO
Gian Ribhato 

Dalam era digital, pandangan Heidegger ini sangat penting. Pada era ini, banyak orang terlalu menenggelamkan dirinya pada teknologi digital sehingga berevolusi menjadi das-man. 

Dirinya dikontrol bukan lagi dari dan olehnya sendiri. Otonomi dirinya hilang. 

Pada kondisi yang seperti ini, dengan meminjam istilah Heidegger, manusia bukan lagi “meng-ada” tetapi  “peng-ada atau tergeletak”. 

Meng-ada berarti, dia aktif merenungkan makna adanya. Sedangkan “peng-ada atau tergeletak” berarti dia menjadi pasif dan siap untuk diarahkan atau dikontrol oleh sesuatu yang bukan dirinya.

Menjaga Jarak Etis: Berpikir Meditatif, bukan Kalkulatif

Pada akhirnya, kita harus menemukan jalan tengah untuk tetap menjadi manusia yang otentik. 

Keberadaan teknologi digital diterima sebagai sebuah prestasi dalam sejarah peradaban tanpa harus tenggelam di dalamnya. 

Kita tetap menjadi manusia yang otentik di tengah gempuran teknologi yang kian canggih. Jalan yang paling ampuh adalah menjaga jarak etis dengan teknologi. 

Menjaga jarak etis berarti kita tetap menerima adanya keberadaan teknologi. Kita tetap menggunakannya sebagai sebuah instrumen dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, dualitas subjek-objek antara diri kita dan teknologi perlu tetap dijaga. Teknologi ditempatkan sebagai objek. Dengan demikian kitalah yang mengontrolnya. 

Menjaga jarak etis dengan teknologi hanya mungkin jika cara berpikir yang kita gunakan adalah berpikir meditatif dan bukan kalkulatif. Berpikir kalkulatif adalah cara berpikir yang mengikuti mekanisme objektif. 

Artinya, kita hanya berpikir mengikuti pola yang sudah ditentukan oleh sesuatu yang lain (baca: teknologi digital). Sedangkan ciri utama berpikir meditatif adalah memberi jeda dan menarik diri. 

Memberi jeda artinya tidak terlarut dalam aliran informasi dalam teknologi yang tidak pernah habis. 

Ada waktu di mana kita merenungkan dan menanggapi secara kritis setiap informasi yang beredar. 

Ada waktu di mana kita harus menyendiri dan menyepi. Penemuan akan diri yang otentik bukan dalam krasak-krusuk media digital tapi dalam kesunyian. Masuk ke dalam diri sendiri dan menjumpai Sang-Ada (Dia Yang-Transenden, Yang-Tak Terbatas).

Saya menutup seluruh tulisan ini dengan kalimat inspiratif dari Yuval Noah Harari dalam bukunya “21 Adab untuk Abad 21”. 

“Jika anda ingin mempertahankan sebagian kendali atas eksistensi pribadi anda dan masa depan kehidupan, anda harus berlari lebih cepat daripada algoritma, lebih cepat dari Amazon dan pemerintah dan mengenal diri sendiri sebelum mereka melakukannya. Untuk berlari lebih cepat, jangan membawa banyak barang bersama anda. Tinggalkan semua ilusi anda di belakang. Mereka sangat berat”. (*)

Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved