Opini
Opini: Abnormalitas yang Dinormalisasi
Setiap orang bertindak seolah peserta didik yang wajib mengisi presensi setiap memulai pelajaran sebagai konfirmasi kehadirannya.
Lebih mengejutkan lagi, KPAD juga menemukan praktik prostitusi yang melibatkan pelajar tingkat SMP.
Dari data yang sama menyampaikan bahwa beberapa pelajar bahkan mengaku melayani 3 hingga 8 orang perhari dengan tarif Rp. 50.000 per transaksi.
Sebagian besar dari mereka tidak menggunakan pengaman karena menganggap akan kehilangan pelanggan.
Temuan KPAD ini yang juga didukung oleh data DP3A (Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak) yang sebelumnya menemukan praktik prostitusi antar- pelajar melalui grup WhatsApp SMP se-Kota Kupang.
Di samping maraknya kasus HIV/AIDS ini, terdapat pula persoalan pelik lainnya yakni kasus bullying yang juga terus memakan korban.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025 tercatat sebanyak 25 anak Indonesia memilih mengakhiri hidupnya sendiri.
Kasus tersebut mayortas terjadi karena dipicu oleh bullying atau
perundungan, dan notabene terjadi di lingkungan sekolah (Jambi-Independen.co.id/01/11/2025).
Secara statistik, jumlah kasus ini menurun per-tiga tahun terakhir: 2023 sebanyak 46 kasus, 2024 terdapat 43 kasus, dan hingga Oktober 2025 terdapat 25 kasus.
Dalam menganalisis persoalan ini, penulis menilai beberapa indikator pendukung terjadinya kasus tersebut, yakni: pertama, kehadiran alat elektronik.
Dalam beberapa kasus, alat elektronik menjadi “pengasuh” yang dapat diandalkan oleh para orang tua untuk mengelabui anak-anaknya.
Setiap anak yang diizinkan untuk menggunakan alat elektronik ini tanpa
pengawasan dari orang tua.
Penulis melihat pada titik ini, anak mengalami “obesitas kepercayaan”, artinya orang tua seolah mempercayai anak-anak mereka untuk memilah konten mana yang baik untuk dikonsumsi dan yang tidak baik.
Kedua, tuntutan gaya hidup yang kian meningkat.
Penulis mencoba melihat lebih jauh dalam kronik sejarah manusia sebagai mekhluk eksploitatif; jika sebelumnya manusia cenderung mengeksploitasi alam dan sesama untuk kepuasan diri sendiri atau kelompoknya –sekarang manusia justru mengeksploitasi diri sendiri demi memenuhi standar yang dianut kebanyakan orang.
Tampilan baru aksi eksploitasi ini menjadi kian pelik dan sukar diobati. Setiap orang merasa berkewajiban untuk memenuhi standar sejahtera, cantik, tampan dan menjadi sangat impresif sesuai selera publik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Agustinus-S-Sasmita.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.