Opini
Opini: Ketika Seragam Menjadi Luka, Catatan Kritis atas Kekejian di Tubuh TNI
Kesaksian Prada Richard di persidangan menyibak kenyataan kelam bahwa tubuh TNI kini sedang tidak baik-baik saja.
Kekerasan yang dilakukan oleh sesama prajurit terhadap rekan sendiri menandakan hancurnya ikatan solidaritas yang selama ini menjadi fondasi utama militer.
Jika solidaritas internal bisa hancur, bagaimana mungkin mereka melindungi solidaritas nasional? Maka yang perlu dibangun kembali adalah roh persaudaraan di tubuh TNI.
Prajurit sejati tidak menindas, tetapi menegakkan. Mereka tidak menghancurkan yang lemah, tetapi melindunginya.
Hanya dengan semangat itu, seragam negara dapat kembali memiliki wibawa moral.
Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, TNI pernah menjadi simbol keberanian dan pengorbanan. Banyak prajurit yang gugur demi menjaga kedaulatan negeri ini.
Tetapi setiap tindakan biadab seperti dalam kasus Prada Lucky Namo berpotensi menghapus kenangan heroik itu.
Karena itu, seluruh anggota TNI yang masih setia pada sumpahnya harus memandang kasus ini sebagai panggilan untuk introspeksi, bukan defensif.
Mereka yang diam terhadap kejahatan berarti ikut melestarikannya.
Dari perspektif keadilan restoratif, bangsa ini perlu memastikan bahwa keluarga korban mendapatkan penghormatan dan pemulihan yang layak. Luka moral tidak bisa dihapus dengan permintaan maaf seremonial.
Ia hanya bisa disembuhkan dengan tindakan nyata: kejujuran, keadilan, dan pembaruan sistem.
Negara, melalui TNI, harus menunjukkan bahwa mereka lebih berpihak pada kebenaran daripada pada citra kelembagaan.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum nasional untuk menegaskan kembali nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam setiap lini kehidupan publik, termasuk militer. Hukum tidak boleh kehilangan taringnya di hadapan seragam.
Karena di mata hukum dan moral, setiap manusia sama. Dalam terang iman, kita percaya bahwa setiap kejahatan yang tidak dihukum dengan adil akan menjadi noda spiritual bagi seluruh bangsa.
Akhirnya, kita berharap agar TNI berani mereformasi dirinya dari dalam. Sebab bangsa ini masih membutuhkan TNI yang kuat, bermoral, dan setia pada rakyat.
Seragam yang mereka kenakan bukanlah simbol kekuasaan, melainkan janji untuk menjaga kehidupan.
Maka kepada para prajurit sejati di seluruh Indonesia, biarlah kasus ini menjadi pengingat bahwa kehormatan sejati tidak terletak pada bintang di bahu, tetapi pada nurani yang tetap peka terhadap penderitaan sesama manusia.
Hanya dengan itu, tubuh TNI dapat pulih dari luka dan kembali menjadi benteng yang benar-benar melindungi rakyatnya. (*)
Simak terus berita atau artikel opini POS-KUPANG.COM di Google News

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.