Opini
Opini: TNI, Disiplin, dan Bayangan Keadilan yang Menjauh
Bila hukum dijalankan tanpa empati, ia kehilangan fungsi mendidiknya dan berubah menjadi tekanan.
Ketentuan ini diperkuat oleh Surat Telegram Panglima TNI No. ST/398/VII/2009 dan Keputusan Kasad No. Kep/330/IV/2018, yang menekankan pentingnya keteladanan moral di kalangan prajurit.
Namun, hukum yang dijalankan tanpa kepekaan waktu dan suasana sosial akan kehilangan makna keadilannya.
Dalam situasi publik yang masih berduka atas kematian Prada Lucky, pelaporan terhadap ayah korban — betapapun sah — mudah dibaca sebagai langkah yang terburu-buru, bahkan represif.
Letjen (Purn.) Agus Widjojo, mantan Gubernur Lemhannas, pernah mengingatkan bahwa penegakan hukum militer harus berorientasi pada pembinaan, bukan ketakutan.
“Tujuan hukum militer bukan untuk menakut-nakuti prajurit, tetapi untuk menjaga kehormatan institusi,” ujarnya.
Bila hukum dijalankan tanpa empati, ia kehilangan fungsi mendidiknya dan berubah menjadi tekanan.
Dalam tradisi militer modern, disiplin dipahami sebagai kesadaran moral yang tumbuh dari kepemimpinan teladan.
Jenderal George Marshall menulis, “Hati dan jiwa prajurit adalah segalanya. Tanpa keadilan yang menjaga jiwanya, prajurit akan gagal — bagi dirinya dan negaranya.”
Kalimat itu menunjukkan bahwa keandalan militer bergantung bukan pada kerasnya hukuman, tetapi pada adilnya perlakuan.
Filsuf Michel Foucault dalam Discipline and Punish (1975) pernah menyinggung bahwa kekuasaan sering bersembunyi di balik wacana ketertiban.
Ketika disiplin tidak diimbangi dengan moralitas, ia berubah menjadi alat pengawasan yang menekan kemanusiaan.
Di titik itu, keadilan kehilangan wajahnya dan ketertiban menjadi semata-mata alat kontrol.
Dalam konteks hukum nasional, Pasal 13 huruf (c) UU No. 26 Tahun 1997 memberi hak pembelaan bagi setiap prajurit yang diperiksa atas dugaan pelanggaran disiplin.
Hak ini meliputi kesempatan memberi keterangan dan pembelaan diri sebelum hukuman dijatuhkan.
Pertanyaan yang wajar muncul: apakah hak ini benar-benar diberikan kepada Pelda Chrestian?
Chrestian Namo
ayah Prada Lucky Namo
Prada Lucky Namo
Vitalis Wolo
Tentara Nasional Indonesia
Hukum dan Keadilan
Keadilan
disiplin militer
| Opini: Pembahasan APBD 2026 di Tengah Pemotongan Transfer Ke Daerah |
|
|---|
| Opini: Ketika Narasi Jadi Peluru, Politik Hobbesian di Media Sosial |
|
|---|
| Opini: Urgensi Satuan Pendidikan Aman Bencana di Nusa Tenggara Timur |
|
|---|
| Opini: Menakar Penyelenggara Pemilu Secara Proporsional |
|
|---|
| Opini: Guru Berkarakter - Murid Berkarakter |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Vitalis-Wolo2.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.