Opini

Opini: Guru Berkarakter - Murid Berkarakter

Rupanya sejak saat itu hingga memasuki usia 80 tahun kemerdekaaan Indonesia urusan pembangunan karakter bangsa ini  belum kelar-kelar juga. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI FRANSISKUS B HORMAT
Fransiskus Borgias Hormat 

Menimbang Berkowitz

Oleh: Fransiskus Borgias Hormat
Pengawas Dikmen Pada Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, tinggal di Karot Ruteng. 

POS-KUPANG.COM - Lagi-lagi pendidikan karakter. Topik yang satu ini seperti tidak pernah lekang dek panas dan tak lapuk dek hujan. 

Pada tahun-tahun awal pascakemerdekaan sang orator dan proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno menggaung-gaungkan pentingnya nation character building sebagai fondasi utama dalam membangun Indonesia pascakemerdekaan yang berfokus pada esensi pembentukan jiwa bangsa untuk mencapai kemajuan dan kemandirian. 

“Bahwa membangun satu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertahanan, adalah pertama-tama dan pada tahap utamanya membangun jiwa bangsa”.  

Soekarno menekankan bahwa pembangunan fisik harus didahului oleh penguatan karakter nasional untuk menciptakan fondasi yang kuat. 

Baca juga: Opini: Maulid Nabi dan Tantangan Pendidikan Karakter di Indonesia

“Tentu saja keahlian adalah perlu, tetapi keahlian saja tanpa dilandaskan pada jiwa yang besar tidak akan dapat mungkin akan mencapai tujuan itu. Inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya nation and character building.” 

Di sini, Soekarno menyatakan bahwa keahlian teknis tanpa jiwa bangsa yang kuat tidak akan berhasil, sehingga pembangunan karakter menjadi keharusan mutlak. 

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building).” 

Kutipan ini menyoroti bahwa karakter adalah landasan kokoh untuk perjuangan mengisi kemerdekaan, agar bangsa menjadi besar, maju, dan bermartabat. 

Rupanya sejak saat itu hingga memasuki usia 80 tahun kemerdekaaan Indonesia urusan pembangunan karakter bangsa ini  belum kelar-kelar juga. 

Nah, jika demikian pentingnya, lalu apa sih karakter itu sebenarnya? 

Menurut Marvin W. Berkowitz dalam bukunya  PRIMED for Character Education : Six Design Principles for School Improvement (2021), “Character is the complex constellation of psychological characteristics that motivate and enable an individual to function as a competent moral agent, to perform optimally, to pursue intellectual and knowledge development effectively, and to be an effective member of society.” (Berkowitz, 2021, p. 15)

( Kumpulan karakteristik psikologis yang memotivasi dan memungkinkan seseorang untuk berfungsi sebagai agen moral, berprestasi secara optimal, mengejar pengetahuan dan perkembangan intelektual secara efektif, serta menjadi anggota masyarakat yang efektif ). 

Definisi ini secara umum menekankan bahwa karakter adalah aspek yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, bukan bawaan tetap, dan melibatkan dimensi moral, sosial, dan pribadi untuk membentuk individu yang bertanggung jawab.

Selanjutnya, Berkowitz mengintrodusir kerangka utama model PRIMED, sebuah akronim yang mewakili enam prinsip desain efektif untuk membangun lingkungan sekolah yang mendukung pengembangan karakter. 

Prinsip-prinsip ini dirancang untuk diterapkan secara holistik, mulai dari prioritas sekolah hingga pedagogi sehari-hari. 

Prinsip pertama adalah P : Prioritization (Prioritas) : Pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama sekolah, setara atau bahkan melebihi pencapaian akademik. 

Pemimpin sekolah perlu benar-benar berkomitmen dan mengalokasikan sumber daya untuk ini, bukan hanya retorika, agar menciptakan budaya yang mendukung perkembangan murid sebagai warga negara yang baik. 

Kedua, R : Relationships (Hubungan) : Membangun hubungan yang kuat di antara semua pemangku kepentingan—seperti murid-murid, guru-murid, dan antar orang dewasa—adalah fondasi utama. 

Hubungan ini harus dibangun secara sengaja dan inklusif, melibatkan seluruh komunitas sekolah untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung perkembangan karakter.

Ketiga, I : Intrinsic Motivation (Motivasi Intrinsik) : Dorong murid untuk menginternalisasi nilai-nilai moral melalui kepuasan pribadi dari perilaku baik, bukan bergantung pada hadiah atau hukuman eksternal. 

Gunakan pujian pribadi, diskusi nilai, dan pendekatan yang membangun rasa bangga diri untuk menghasilkan murid yang lebih terlibat dan berintegritas.

Keempat, M : Modeling (Pemodelan) : Pendidik dan orang dewasa di sekolah harus menjadi teladan hidup dari karakter baik yang diinginkan. 

Dengan menunjukkan perilaku seperti integritas dan hormat melalui tindakan sehari-hari, mereka memengaruhi murid lebih efektif daripada sekadar mengajar secara verbal.

Kelima, E : Empowerment (Pemberdayaan) : Berikan murid dan staf kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 

Ini mencakup pembelajaran kooperatif dan suara autentik dalam kehidupan sekolah, untuk membangun rasa otonomi, kompetensi, dan persiapan sebagai warga demokrasi.

Keenam, D : Developmental Pedagogy (Pedagogi Pengembangan) : Gunakan pendekatan pengajaran yang berfokus pada pertumbuhan jangka panjang, termasuk mengajarkan kompetensi sosial-emosional secara langsung, menetapkan ekspektasi tinggi, dan memberikan kesempatan praktik seperti role-playing. 

Ini membantu murid berkembang secara holistik, tidak hanya untuk ujian tapi untuk kehidupan.

Krisis Keteladanan

Bagi penulis, yang menarik adalah prinsip keempat dari model PRIMED yang diperkenalkan Berkowitz yakni Modeling ( pemodelan ) yang menuntut hadirnya guru atau orang dewasa sebagai sosok teladan dan panutan bagi para murid di lingkungan sekolah. 

Lima prinsip lainnya boleh saja dirumuskan dengan gagah dan mentereng namun tanpa kehadiran figur orang dewasa dan guru model yang berintegritas maka upaya mendidik murid untuk memiliki karakter mulia hanyalah cita-cita muluk yang tidak akan pernah terwujud. 

Saat ini, tidak seluruhnya tapi sebagian besar murid di sekolah-sekolah kita sedang dilanda krisis keteladanan yang diperparah lagi oleh situasi dan kondisi keluarga dan masyarakat yang menguatkan dan memantulkan resonansi krisis serupa. 

Sekadar contoh,  guru melarang murid merokok tapi sebaliknya guru sendiri merokok di lingkungan sekolah yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok. 

Atau, sekolah mewajibkan murid untuk disiplin dan tidak terlambat masuk sekolah namun justru kepala sekolah dan guru melanggarnya dengan mempertontonkan kemalasan dan keterlambatan serta tidak disiplin masuk kelas untuk melaksanakan pembelajaran. 

Tentu masih banyak lagi yang lain perilaku malpraktik guru dengan bobot pelanggaran yang berbeda. 

Sebenarnya murid-murid kita merindukan sosok orang tua, kepala sekolah dan guru yang berintegritas : satunya kata dan perbuatan. 

Apa yang dikatakan itulah yang dilakukan. Apa yang dilakukan itulah yang dikatakan. 

Pendidikan karakter membutuhkan kepala sekolah, guru, orang dewasa, keluarga dan masyarakat yang berintegritas dan patut diteladani serta saling menguatkan. 

Guru berkarakter adalah seorang pendidik yang tidak hanya menguasai pengetahuan akademis dan keterampilan mengajar, tetapi juga menjadi teladan dalam menanamkan nilai-nilai positif, moral, dan etika kepada murid dalam perilaku sehari-hari. 

Mereka berperan sebagai role model yang mencintai murid, memotivasi, dan membangun karakter murid secara holistik, meliputi kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berkarakter menghasilkan murid berkarakter. 

Itulah konsep pendidikan karakter di mana guru diharapkan menjadi fasilitator perubahan positif untuk menghasilkan generasi berkualitas. 

Untaian kata-kata emas rumusan kebijakan pengimplementasian pendidikan karakter di sekolah seperti apapun indah dan manisnya, jika tanpa kehadiran sosok orangtua, guru dan kepala sekolah yang berintegritas dan patut diteladani bagaikan pekerjaan menggantang asap. 

Sebuah ungkapan Latin mengatakan : “verba movent exempla trahunt” yang berarti : kata-kata menggerakan, contoh-contoh  menarik. Yang bermakna, ucapan bisa memotivasi orang, tetapi tindakan nyata atau teladan yang benar-benar menarik dan memengaruhi mereka. Begitulah. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved