Opini
Opini: Pergeseran Makna Manusia sebagai Makhluk Politik, Dari Polis ke Platform
Polis menjadi tempat manusia belajar mengenali dirinya melalui keterlibatan dalam kehidupan publik.
Percakapan publik berubah menjadi medan perang narasi, di mana yang dicari bukan kebenaran, melainkan kemenangan argumen.
Politik kehilangan maknanya sebagai ruang rasional; ia menjadi arena kompetisi identitas dan emosi.
Demokrasi tanpa refleksi akhirnya menjelma menjadi kebisingan kolektif.
Karena itu, menjadi manusia politik di era platform berarti berani memulihkan kembali kedalaman refleksi.
Politik tidak semestinya direduksi menjadi aktivitas elektoral atau sekadar ekspresi spontan di media sosial.
Ia harus dimaknai sebagai kesediaan untuk berpikir, berdialog, dan bertanggung jawab atas dampak setiap tindakan.
Dalam dunia yang diatur oleh algoritma, manusia ditantang untuk kembali menjadi subjek yang sadar—bukan sekadar pengguna yang bereaksi.
Pada akhirnya, politik tetap bersumber pada manusia. Ketika manusia kehilangan kedalaman moralnya, politik pun menjadi dangkal dan manipulatif.
Namun selama manusia masih mau berpikir dan menafsirkan ulang dirinya, selalu ada peluang untuk membangun kembali ruang politik yang bermartabat.
Pergeseran dari polis ke platform bukanlah akhir, melainkan tantangan baru untuk menemukan bentuk politik yang lebih reflektif dan manusiawi.
Selama kesadaran itu masih hidup, politik manusia tidak akan hilang. Ia hanya menunggu untuk dilahirkan kembali—bukan di bawah bendera algoritma, tetapi di bawah cahaya refleksi dan tanggung jawab.(*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.