Opini

Opini: 60 Tahun Nostra Aetate, Membangun Persaudaraan Lintas Batas

Tiga kata kunci dari dokumen ini adalah mengakui, memelihara, dan memajukan nilai-nilai kebaikan dalam agama-agama lain.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI SUSTER HERLINA HADIA
Sr. Herlina Hadia,SSpS 

Dalam konteks bangsa yang majemuk ini, iman yang matang tidak berarti mundur dari dunia, melainkan berani hadir dalam ruang publik dengan sikap hormat, rendah hati, dan penuh kasih. 

Dialog tidak mengurangi kekuatan iman; sebaliknya, dialog memperdalam penghayatan iman karena melalui dialog, umat beriman belajar melihat karya Allah yang melampaui batas-batas institusi keagamaan.

Enam puluh tahun setelah Nostra Aetate, Indonesia, sebuah Negara yag sangat kental dengan religiositasnya diundang untuk terus meneguhkan jalan dialog ini. 

Di tengah tantangan intoleransi, polarisasi sosial, dan misinformasi atas nama agama, semua orang dipanggil menjadi saksi bahwa iman sejati tidak pernah menimbulkan ketakutan terhadap yang berbeda, melainkan menumbuhkan cinta dan penghargaan terhadap sesama ciptaan Allah.

Dalam memaknai 60 tahun dokumen ini, umat beragama di Indonesia diingatkan kembali akan tugas utamanya dalam berdialog dengan sesama yang beragama lain yakni mengakui, memelihara, dan memajukan nilai-nilai kebaikan dalam agama-agama itu.

Langkah pertama yang ditegaskan oleh Nostra Aetate adalah mengakui — sebuah tindakan iman yang berangkat dari kerendahan hati untuk melihat bahwa karya Allah tidak terbatas pada satu tradisi keagamaan saja. 

Mengakui berarti membuka mata dan hati terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, kasih, dan kedamaian yang juga hadir dalam agama-agama lain.

Tugas ini berarti menumbuhkan sikap hormat dan pengakuan tulus terhadap keyakinan umat beragama lain sebagai bagian dari misteri keselamatan Allah yang bekerja di tengah dunia. 

Mengakui juga berarti menolak prasangka, stereotip, dan superioritas religius, serta berani melihat bahwa dalam keanekaragaman iman, ada sinar kebenaran yang sama menerangi seluruh umat manusia.

Setelah mengakui, langkah berikutnya adalah memelihara nilai-nilai kebaikan tersebut agar tidak pudar oleh konflik, kecurigaan, atau sikap tertutup. 

Memelihara berarti menumbuhkan ruang dialog yang berkelanjutan, di mana saling pengertian dan kepercayaan dapat tumbuh secara nyata. 

Tugas memelihara ini diwujudkan dalam upaya memperkuat hubungan lintas iman di tingkat lokal maupun nasional—mulai dari kerja sama sosial, kegiatan kemanusiaan, hingga pendidikan yang menanamkan semangat toleransi dan persaudaraan. 

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, memelihara nilai-nilai ini berarti menjaga keseimbangan antara kesetiaan pada iman sendiri dan keterbukaan terhadap sesama, agar kehidupan bersama tetap damai dan beradab.

Tahap terakhir adalah memajukan — sebuah panggilan untuk secara aktif mengembangkan dan memperluas nilai-nilai kebaikan yang telah diakui dan dipelihara bersama. 

Dialog yang sejati tidak berhenti pada saling mengenal, tetapi berbuah dalam kerja sama nyata demi kemanusiaan. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved