Opini

Opini: Yuni Sine dan Kacang Turis NTT

Riset tidak boleh berhenti di mimbar akademik. Ia harus hadir di meja makan keluarga NTT dan mampu mengubah wajah NTT.

Editor: Dion DB Putra
FOTO KIRIMAN APOLONIUS ANAS
Yuni Sine 

Pemerintah daerah perlu bergerak dengan peta jalan yang jelas melalui lima solusi berikut. 

Pertama, tetapkan agenda riset terarah dan danai penelitian pangan lokal secara berkelanjutan dari hulu ke hilir, mencakup bioteknologi, pascapanen, hingga rekayasa produk. 

Kedua, bangun inkubasi inovasi yang mempertautkan universitas,
UMKM, dan industri agar sorgum, kelor, umbi, serta kacang turis agar naik kelas menjadi yoghurt nabati, tepung fungsional, atau pangan siap saji bergizi. 

Ketiga, jalankan edukasi masif dengan mengintegrasikan gizi berbasis pangan lokal ke kurikulum sekolah, layanan puskesmas, dan program PKK sehingga literasi gizi tumbuh sejak dini. 

Keempat, arahkan pengadaan publik agar berpihak pada produk
lokal bergizi melalui rumah sakit, sekolah, dan instansi pemerintah sebagai jangkar pasar daerah. 

Kelima, kembangkan standar dan label mutu daerah untuk menjamin
kepercayaan konsumen nasional. 

Dengan rangkaian kebijakan ini, stunting dan kemiskinan tidak hanya diatasi di hilir tetapi didesak sejak dari hulu.

Melalui Turis, Tuhan Menolong NTT

Ada pesan sederhana sekaligus kuat dari riset doktoral Yuni Sine. Tuhan tidak menciptakan manusia NTT tanpa bekal. Di NTT, salah satu bekal itu bernama kacang turis

Ia tumbuh di lahan kering, kaya nutrisi, berpotensi ekonomi, dan kini
terbukti bisa menjadi produk kesehatan. Yang kita perlukan adalah ilmu, keberanian, dan kemauan politik.

Dr. Yuni Sine, dosen Biologi Sains Universitas Timor, adalah teladan bahwa riset yang berakar di tanah sendiri bisa menyalakan harapan. 

Dukungan LPDP, rekomendasi rektor Unimor untuk studi lanjut dari kampus dan kerja keras laboratorium bertemu dalam satu bukti otentik “potensi lokal pantas berdiri di panggung nasional”. 

Dari kacang turis yang dulu dipandang biasa, lahir keyakinan
baru dimana perubahan tidak selalu datang dari luar, melainkan dari keberanian membaca ulang yang kita miliki. 

Karena itu, ketika talenta pulang membawa ilmu dan solusi, tugas institusi hanyalah memberi ruang gerak agar mereka berkarya.

SDM berkualitas tidak untuk disia-siakan atau diasingkan oleh bancakan tabiat murahan para hamba yang senang dipretel miskin, tertinggal dan terbelakang.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved