Opini

Opini: Yuni Sine dan Kacang Turis NTT

Riset tidak boleh berhenti di mimbar akademik. Ia harus hadir di meja makan keluarga NTT dan mampu mengubah wajah NTT.

Editor: Dion DB Putra
FOTO KIRIMAN APOLONIUS ANAS
Yuni Sine 

Disertasinya berjudul “Isolasi, Identifikasi, dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Air Rendaman Kacang Turis (Cajanus cajan L. Millsp) dan Potensinya sebagai Kultur Starter untuk Fermentasi Yoghurt Kacang Turis untuk Penurunan Glukosa Darah.”

Ini terobosan yang tajam sebab selama ini air rendaman kacang turis lazim dibuang. 

Yuni membuktikan justru dari “air sisa” itu ia dapat mengisolasi bakteri asam laktat probiotik, lalu memfermentasikannya menjadi yoghurt nabati yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah. 

Pangan tradisional berubah menjadi produk fungsional yang relevan bagi penyakit metabolik seperti diabetes.

Tim promotor yang dipimpin Prof. Prof. Widodo, Ph. D memuji capaian tersebut. Pesan penguji jelas. 

Riset tidak boleh berhenti di mimbar akademik. Ia harus hadir di meja makan keluarga NTT dan mampu mengubah wajah NTT.

Bukan Kurang Pangan, Melainkan Kurang Pengetahuan

Sekarang anda bayangkan bahan pangan sederhana dari pulau Timor NTT setelah diintervensi oleh sentuhan ilmiah dan teknologi laboratorium, kini berubah menjadi produk kesehatan yang berpotensi melawan penyakit metabolik seperti diabetes sebagai penyakit yang banyak menyerang banyak manusia di bumi ini.

Pada temuan ini, kacang turis bukan hanya kandungan gizi tetapi jauh melampaui makna gizi itu sendiri yakni menyehatkan dan menyelamatkan nyawa para penderita diabetes.

Temuan Yuni menelanjangi ironi kita. NTT distigma malnutrisi, padahal tanahnya menumbuhkan pangan kaya nutrisi. Jarak yang sesungguhnya adalah pengetahuan.

Kita terlalu lama menganggap beras, roti, keju, dan susu impor sebagai standar gizi utama, sementara pangan leluhur di halaman sendiri disingkirkan. Ini bukan tentang perut tetapi cara berpikir.

Karena itu, kampanye gizi tidak cukup berupa bantuan paket pangan. Yang dibutuhkan adalah revolusi kesadaran riset bidang pangan yang memuliakan kekayaan lokal, edukasi gizi yang berbasis budaya, dan kebijakan yang menempatkan pangan NTT sebagai sumber martabat bukan sekadar alternatif murah.

Tugas Pemda Dari Wacana ke Kebijakan

Argumentasi dalam tulisan ini sangat jelas bahwa memang selama ini kurangnya kesadaran pemerintah provinsi NTT sebagai pemangku kebijakan untuk mengatur strategi kebijakan dalam memperlakukan pangan lokal secara komprehensif membuat masyarakat NTT mulai melupakan pangan lokalnya. 

Setidaknya harus ada peraturan daerah tentang memperlakukan pangan lokal yang tersebar di berbagai daerah sebagai warisan nenek moyang orang NTT.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved