Opini
Opini - Menggugat Nalar Kritis Kampus: Saat Rektorat Menyempil di Laboratorium
Ribuan mahasiswa Unimor turun ke jalan dalam aksi demonstrasi memprotes alih fungsi Gedung Laboratorium Terpadu
Tarif sewa yang tidak proporsional berisiko mendorong komersialisasi laboratorium, mengabaikan daya beli mahasiswa dan kemampuan ekonomi kampus, serta mencederai prinsip aksesibilitas dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi.
Ancaman Demokrasi di Balik KIP Kuliah
Isu lain yang memantik kemarahan mahasiswa adalah larangan demonstrasi bagi penerima KIP Kuliah, yang diduga berasal dari internal pengelola beasiswa.
Larangan ini dinilai sebagai tekanan terselubung yang melanggar hak konstitusional mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab.
Padahal, mahasiswa penerima KIP adalah bagian integral dari komunitas kampus yang juga terdampak kebijakan alih fungsi laboratorium dan krisis ruang kuliah.
Melabeli mereka sebagai pihak yang "harus diam karena menerima bantuan negara" merupakan reduksi terhadap eksistensi intelektual mahasiswa. Beasiswa tidak boleh dijadikan alat pembungkam aspirasi.
Ancaman semacam ini tidak hanya bertentangan dengan semangat demokrasi, tetapi juga mencederai esensi pendidikan tinggi yang menjunjung kebebasan berpikir dan berbicara.
Jika kondisi ini dibiarkan, kampus akan kehilangan jiwanya sebagai arena dialektika dan pembentukan karakter yang berintegritas.
Ketika suara mahasiswa dibungkam dengan dalih beasiswa, maka ruang akademik justru berubah menjadi ruang kepatuhan semu yang menindas.
Maka wajar jika aksi demonstrasi menjadi pilihan terakhir ketika saluran dialog formal mandek dan aspirasi tidak lagi didengar.
Refleksi Kepemimpinan dan Seruan Perubahan
Demonstrasi besar di Unimor bukanlah letupan emosional sesaat, melainkan akumulasi dari kekecewaan panjang terhadap pola kepemimpinan yang eksklusif dan abai pada kebutuhan mahasiswa.
Dari alih fungsi laboratorium, penyewaan ruang belajar, hingga intimidasi terhadap penerima KIP, semuanya mengindikasikan krisis tata kelola serius.
Dalam situasi ini, penulis sebagai bagian integral dari Unimor mengajak pimpinan universitas seyogianya tidak melihat aksi mahasiswa sebagai ancaman, melainkan sebagai medan refleksi manajemen kampus sekaligus titik balik untuk menghidupkan kembali roh sejati perguruan tinggi: ruang dialog, otonomi akademik, dan nalar kritis.
Semoga Unimor sebagai perguruan tinggi negeri di perbatasan negara, senantiasa bertumbuh dalam semangat Sapientia et Veritas, menjadi institusi yang bijaksana dalam membaca realita dan teguh dalam menegakkan kebenaran demi masa depan bangsa yang inklusif dan bermartabat.
Karena pada akhirnya, sejarah tidak akan mencatat siapa yang duduk di kursi empuk rektorat, tetapi siapa yang berani menjaga marwah universitas sebagai tempat lahirnya inovasi dan kebebasan. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Menggugat Nalar Kritis Kampus
Opini
Hermina Disnawati
Universitas Timor
Unimor
SMKN 1 Kefamenanu
POS-KUPANG.COM
Gedung Laboratorium Terpadu
Opini: NTT Mengayuh ke Panggung Dunia |
![]() |
---|
Opini: Mengungkap Kausalitas Fenomena Spasial Kemarau Basah di NTT |
![]() |
---|
Opini: Ekstradisi Eks Kapolres Ngada sama dengan Negara Melepas Tanggung Jawab kepada Korban |
![]() |
---|
Opini: Demonstrasi ala Gen Z |
![]() |
---|
Opini - Banjir Bali dan Nagekeo: Pelajaran Mitigasi untuk Nusa Tenggara Timur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.