Opini

Opini - Menggugat Nalar Kritis Kampus: Saat Rektorat Menyempil di Laboratorium

Ribuan mahasiswa Unimor turun ke jalan dalam aksi demonstrasi memprotes alih fungsi Gedung Laboratorium Terpadu

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO
DOSEN - Hermina Disnawati, dosen Universitas Timor (Unimor), mahasiswa S3  Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. 

Tarif sewa yang tidak proporsional berisiko mendorong komersialisasi laboratorium, mengabaikan daya beli mahasiswa dan kemampuan ekonomi kampus, serta mencederai prinsip aksesibilitas dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. 

Ancaman Demokrasi di Balik KIP Kuliah

Isu lain yang memantik kemarahan mahasiswa adalah larangan demonstrasi bagi penerima KIP Kuliah,  yang diduga berasal dari internal pengelola beasiswa.

Larangan ini dinilai sebagai tekanan terselubung yang melanggar hak konstitusional mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab.

Padahal, mahasiswa penerima KIP adalah bagian integral dari komunitas kampus yang juga terdampak  kebijakan alih fungsi laboratorium dan krisis ruang kuliah. 

Melabeli mereka sebagai pihak yang "harus diam karena menerima bantuan negara" merupakan reduksi terhadap eksistensi intelektual mahasiswa. Beasiswa tidak boleh dijadikan alat pembungkam aspirasi.

Ancaman semacam ini tidak hanya bertentangan dengan semangat demokrasi, tetapi juga mencederai esensi pendidikan tinggi yang menjunjung kebebasan berpikir dan berbicara.

Jika kondisi ini dibiarkan, kampus akan kehilangan jiwanya sebagai arena dialektika dan pembentukan karakter yang berintegritas.

Ketika suara mahasiswa dibungkam dengan dalih beasiswa, maka ruang akademik justru berubah menjadi ruang kepatuhan semu yang menindas.

Maka wajar jika aksi demonstrasi menjadi pilihan terakhir ketika saluran dialog formal mandek dan aspirasi tidak lagi didengar.

Refleksi Kepemimpinan dan Seruan Perubahan

Demonstrasi besar di Unimor bukanlah letupan emosional sesaat, melainkan akumulasi dari kekecewaan panjang terhadap pola kepemimpinan yang eksklusif dan abai pada kebutuhan mahasiswa. 

Dari alih fungsi laboratorium, penyewaan ruang belajar, hingga intimidasi terhadap penerima KIP, semuanya mengindikasikan krisis tata kelola serius. 

Dalam situasi ini, penulis sebagai bagian integral dari Unimor mengajak pimpinan universitas seyogianya tidak melihat aksi mahasiswa sebagai ancaman, melainkan sebagai medan refleksi manajemen kampus sekaligus titik balik untuk menghidupkan kembali roh sejati perguruan tinggi: ruang dialog, otonomi akademik, dan nalar kritis.

Semoga Unimor sebagai perguruan tinggi negeri di perbatasan negara, senantiasa bertumbuh dalam semangat Sapientia et Veritas, menjadi institusi yang bijaksana dalam membaca realita dan teguh dalam menegakkan kebenaran demi masa depan bangsa yang inklusif dan bermartabat.

Karena pada akhirnya, sejarah tidak akan mencatat siapa yang duduk di kursi empuk rektorat, tetapi siapa yang berani menjaga marwah universitas sebagai tempat lahirnya inovasi dan kebebasan. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved