Opini

Opini: Talkshow dalam Bayang-Bayang Habermas

Dalam kerangka demokrasi deliberatif, talkshow seharusnya jadi arena diskursus, bukan ladang konflik verbal yang memperkuat polarisasi. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK HENDRIK MAKU
Hendrikus Maku, SVD 

Fenomena ini menuntut reformasi etika media dan peningkatan literasi publik. 

Media harus kembali pada fungsi edukatif dan konstruktif, sementara publik perlu dilatih untuk membedakan antara debat yang sehat dan konflik yang destruktif.

Mencari Makna di Tengah Kebisingan

Talkshow dan diskursus yang ideal adalah ruang publik yang mengedepankan dialog yang konstruktif, reflektif, dan edukatif, bukan sekadar debat atau adu argumen. 

Dengan menghadirkan para narasumber kompeten, moderator netral, dan tema diskusi yang relevan dengan kepentingan publik, talkshow hadir tidak hanya untuk tujuan menghibur, tetapi terlebih untuk mencerdaskan dan memperluas wawasan. 

Alih-alih mendapatkan hiburan gratis, pemirsa yang cerdas justru menantikan kehadiran dari sebuah diskursus. 

Yang ditunggu adalah pertukaran gagasan yang berbasis pada rasionalitas, etika, dan keterbukaan, di mana setiap pihak mendengarkan, merespons dengan argumen yang logis, dan berusaha mencapai pemahaman bersama. 

Telinga pemirsa menantikan bunyi bahasa yang santun dan argumentatif, bukan diksi yang merendahkan, menyudutkan, atau memprovokasi. 

Pemirsa mengimpikan sebuah diskusi yang berfokus pada substansi, bukan sensasi – ada ikhtiar untuk menggali isu secara mendalam, bukan sekadar memancing emosi. 

Lebih lanjut, pemirsa yang cerdas mendambakan terciptanya ruang refleksi dan edukasi, agar dapat memahami konteks, nilai, dan solusi dari isu yang dibahas.

Habermas dan Ironi Talkshow Kita

Habermas mengembangkan konsep ruang publik dan diskursus rasional dalam dua karya penting yakni The Structural Transformation of the Public Sphere (1962) dan Between Facts and Norms (1992).  

Menurut Habermas, ruang publik mesti dikonstruksi sebagai arena diskusi yang rasional dari warga negara, mereka yang bebas dari dominasi negara dan pasar. 

Ia memperluas gagasan ruang publik ke dalam teori demokrasi deliberatif yang memberikan penekanan kepada urgensitas dari komunikasi rasional sebagai dasar legitimasi hukum dan kebijakan. 

Dengan kata lain, Habermas menekankan pentingnya ruang publik deliberatif, di mana warga negara bisa berdialog secara rasional dan setara. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved