POS-KUPANG.COM, JAKARTA - BP Jamsostek memaparkan dana kelolaan program Jaminan Hari Tua (JHT) pada tahun 2021 tercatat senilai Rp 372,5 triliun. Dana tersebut ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi untuk dikembangkan.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo memastikan pengelolaan dana JHT sesuai tata kelola yang baik.
"Kami mengelola sangat hati-hati, dengan menempatkan pada instrumen investasi resiko terukur," ujar Anggoro dalam diskusi daring, Rabu 16 Februari 2022.
BP Jamsostek, ucap Anggoro mengalokasikan aset pada beberapa instrumen investasi. Di antaranya, 65 persen dari total dana kelolaan ditempatkan di obligasi dan surat berharga.
Baca juga: Menko Airlangga Memberikan Alasan Ubah Usia Klaim JHT: Akumulasi Manfaat Lebih Besar
"Di mana 92 persen (dari 65 persen) penempatan dana di surat berharga, merupakan surat utang negara," ujar Anggoro.
Selain itu, ucap Anggoro, sebesar 15 persen dari dana kelolaan JHT ditempatkan di deposito dan lebih dari 90 persen penempatan di deposito merupakan bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
"Lalu, 12,5 persen dari total dana JHT ditempatkan di instrumen investasi saham. Saham-saham blue chip yang masuk dalam indeks LQ45," tutur Anggoro.
Kemudian, sebesar 7 persen dari dana JHT ditempatkan pada instrumen reksadana yang juga berisikan saham-saham blue chip dan LQ45.
Baca juga: Buruh Tuntut Cabut Permenaker JHT, Said Iqbal Sebut Menteri Ida Pro Pengusaha
"Sisanya 0,5 persen penyertaan dan properti. Penempatan dana JHT itu dapat dikatakan aman, karena instrumen terukur. Ini lah yang kita sampaikan, klaim itu jumlahnya tidak seperti yang dibayangkan atau pertanyakan," katanya.
Anggoro Eko Cahyo juga membantah pihaknya tidak bisa membayar klaim peserta pada program JHT.
Anggoro menepis soal isu terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 karena BPJS Ketenagakerjaan (TK) tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim JHT peserta.
Ia mengklaim likuiditas dana JHT mencukupi untuk membayarkan klaim-klaim yang ada.
"Sebagai gambaran 2021 dana program JHT Rp 372.5 triliun pada tahun 2021 total investasi dari pengelolaan dana tersebut Rp 24 triliun," ujar Anggoro.
Baca juga: Menaker Ida Fauziyah Diprotes Jumhur Hidayat, Singgung Permenaker JHT Sengsarakan Buruh/Pekerja
Ia memaparkan, iuran JHT yang diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan di 2021 mencapai Rp 51 triliun. Sementara pembayaran klaimnya mencapai Rp 37 triliun.
"Kalau kita lihat angka tersebut, kita bisa melihat sebagian besar klaim kita bayarkan berasal dari investasi. Artinya, dana JHT Rp 372.5 triliun berkembang baik dan tidak terganggu pembayaran klaim. Ini gambaran situasi dana kelola BPJS TK," tutur Anggoro.
Tidak Liar
Terpisah, pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan iuran buruh yang dikelola oleh BP Jamsostek boleh dimasukkan ke dalam program investasi.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyebut hal tersebut sesuai dengan aspek ekonomis.
"Setiap rupiah uang iuran para pekerja buruh dikelola oleh BP Jamsostek untuk benar-benar dikembangkan dimasukkan dalam program investasi. Ada yang bertanya itu liar? Tidak, tidak liar," ujar Indah saat diskusi daring.
Baca juga: ASPEK Indonesia Desak Jokowi dan Menaker Cabut Permenaker JHT Cair di Usia 56 Tahun
Indah memaparkan terdapat dasar regulasi, terutama agar BP Jamsostek mengelola dan mengembangkan uang-uang para pekerja buruh.
"Sesuai dengan PP Nomor 99 Tahun 2013 juncto PP Nomor 55 Tahun 2015 mengenai instrumen investasi apa saja yang diperbolehkan bagi BP Jamsostek untuk mengelola dan mengembangkan uang iuran JHT dari para pekerja buruh," tuturnya.
Terkait besaran nilainya, ucap Indah, pihaknya telah melihat simulasi dari pihak direksi BP Jamsostek.
"Nanti bisa didiskusikan berapa sebenarnya indetail putaran uang atau pengembangan dari uang iuran JHT, kemudian dengan besaran bunga di atas rata-rata deposito nasional, maka kira-kira berapa yang besaran uang iuran pekerja untuk JHT," kata Indah.
Baca juga: Melki Laka Lena Bicara Soal JHT dan JKP Saat Menaker Tetapkan JHT Cair di Usia 56 Tahun
Indah juga menjelaskan mengenai dasar aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Indah bilang aturan tersebut memiliki hirarki yang jelas.
Aturan tersebut memang menuai polemik di masyarakat karena dalam beleid, pekerja baru bisa mencairkan JHT saat mereka masuk usia 56 tahun.
Menurut Indah, hierarkinya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
"Permenaker ini hierarkinya jelas. Di atasnya PP 60 dan PP 46 tahun 2015 di atasnya ada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang BPJS Ketenagakerjaan, dan atasnya lagi UUD 1945," ujar Indah.
Baca juga: Kabar Gembira! Pekerja Kena PHK Terima Jaminan Kehilangan Pekerjaan Rp 10,5 Juta
Dengan terbitnya aturan tersebut, maka Permenaker 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
"Banyak pertanyaan Permenaker ini tidak konstitusional, artinya berlawanan dengan Undang-Undang, sebenarnya itu jelas. Kemudian pertanyaan selanjutnya kenapa Permenaker 19 sebelum hadirnya 2022 ini, tidak dipertahankan," tutur Indah.
Ia menegaskan, Permenaker 19 tidak konstitusional karena tidak ada amanatnya dalam PP Nomor 46 dan PP Nomor 60 Tahun 2015 serta Undang-Undang SJSN.
"Karena memang Permenaker 19 dibuat untuk semangat diskresi untuk benar-benar menunjukkan keberpihakan pada korban PHK. Namun, kemudian kita sekarang memiliki Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang memang bagi korban PHK," ucap Indah.
Baca juga: Permenaker Terbaru: Jaminan Hari Tua Cair Hanya Saat Usia 56 Tahun
Ia berpandangan saat ini momentum yang tepat untuk menata kembali seluruh jaminan sosial yang dapat meliputi seluruh siklus pekerja dengan segala risiko yang dihadapi.
"Dan dalam hal ini kita kembalikan maksud dan manfaat dari Jaminan Hari Tua sesuah khitohnya, sesuai dengan filosofinya," tutur Indah.
Klaim Rp 7,5 Juta
Sementara itu Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari mengatakan sekira 66 persen klaim Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan kurang dari Rp 10 juta atau tepatnya rata-rata Rp 7,5 juta dengan masa kerja 3 tahun hingga 4 tahun.
Jumlah tersebut masih lebih kecil dibanding dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan gaji sama yakni sekira Rp 5 juta per bulan.
"Kalau gaji Rp 5 juta dapat JKP Rp 10,5 juta selama 6 bulan. Hanya sekali saja dapat? Bisa 3 kali jika kena PHK lagi," ujarnya.
Baca juga: Bertemu Jokowi di Istana Bogor, PM Malaysia Beri Jaminan atas Kesejahteraan TKI
Sedangkan, jika ada karyawan kena PHK sampai 4 kali, maka yang bersangkutan tidak bisa lagi mengklaim dana JKP tersebut.
"Kalau sudah 4 kali PHK tidak dapat lagi, ya sudah kelewatan PHK-nya. Kalau 3 kali PHK totalnya Rp 31,5 juta, itu kalau mau dibandingkan dengan rata-rata klaim JHT (Rp 7,5 juta)" kata Dita.
Dia menambahkan, JKP ini program tambahan baru, di mana bertujuan supaya tidak ada penumpukan dari manfaat jaminan sosial yang ada.
"Karena itu, JHT dikembalikan ke prinsipnya yaitu sebagai jaminan hari tua, diambil saat usia 56 tahun. Namun, bisa juga diambil pada 10 tahun setelahnya, tapi dalam jumlah terbatas," pungkasnya. (tribun network/nis/van/wly)