Opini

Opini: Terang Sang Sabda di Tanah Sumba, Menyembuhkan Yang Terluka

Tanggal 12 Juni 1921, Pater Yohanes Van Cleef, SVD pertama kalinya menginjakkan kakinya di Waikelo.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI YOHANES MAU
Yohanes Mau 

Oleh: Yohanes Mau
Staf guru di SMA Katolik St. Josef Freinademetz Tambolaka- Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.

POS-KUPANG.COM - Pertumbuhan Gereja Katolik di Pulau Sumba tidak terlepas dari peran misionaris Societas Verbi Divini (SVD). Dalam hening yang panjang berteman sepi di tengah lautan luas. 

Tubuh mungil menahan dinginnya tiupan angin sepoi-sepoi basah di malam kelam, berlayar melintasi samudra raya nun jauh hingga menggapai Sumba tanah Marapu. 

Misionaris SVD mengabarkan Sabda yang telah menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita. 

Misionaris SVD periode pertama berlayar datang dengan semangat berapi-api untuk menjelmakan Sabda Tuhan di tengah gelap dan luka Pulau Sumba

Semua umat yang dijumpainya dari latar belakang agama apa pun dijadikan sahabat dan saudara melalui pendekatan yang humanis. 

Itulah  cara khas pendekatan pastoral yang digunakan oleh misionaris SVD.

Sedikit menoleh ke belakang

Tanggal 12 Juni 1921, Pater Yohanes Van Cleef, SVD pertama kalinya menginjakkan kakinya di Waikelo. 

Ia mulai berkeliling mencari umat Katolik yang telah ditinggalkan oleh misionaris Jesuit selama 22 tahun. 

Umat Katolik Loura sungguh merasa gembira karena ada angin sejuk yang berhembus menyegarkan iman mereka yang telah lama ditinggal- pergi oleh para misionaris Jesuit. 

Pater Van Cleef, SVD ini membaptis dan memberikan sakramen perkawinan kepada umat. 

Ia mengunjungi umat di Loura dua kali setahun. Berlayar dari Ende ke Pulau Sumba.

Selain itu ada satu nama yang terukir abadi dan tak terlupakan di hati umat adalah Pater Heinrich Limbrock, SVD. Dia warga kebangsaan Jerman. 

Pater Limbrock, SVD menjejakkan kaki pertama kalinya di Sumba pada tahun 1927. 

Kehadirannya sangat berkesan di hati umat terutama umat sekitar  wilayah Loura. 

Dialah pribadi yang menggagas adanya pendidikan di Pulau Sumba bagian Barat. Pada tahun 1927 ia mengunjungi Sumba 3 kali dalam setahun. 

Tokoh masyarakat dan umat sangat senang melihat semangat Pater Limbrock yang begitu luar biasa dengan cara pendekatan pastoral praktis yang menyapa realitas umat. 

Maka pada awal tahun 1928 beberapa pemuka umat dan masyarakat memohon kepada pemerintahan Belanda agar Pastor Limbrock diizinkan untuk tinggal tetap di Sumba. 

Ada juga permohonan lainnya yaitu, pembangunan gereja, dan memohon agar guru agama mengajar anak-anak secara tetap. 

Selain itu juga satu usaha luar biasa yang dilakukan oleh Limbrock adalah menjalin hubungan baik dengan para pendeta yang belum pernah dilakukan oleh misionaris Jesuit sebelumnya. 

Pendekatan yang dilakukan oleh Limbrock ini sangat luar biasa karena ia merangkul bukan saja umat yang ingin menjadi Katolik tetapi dia mampu merangkul semua umat tanpa membeda-bedakan.

Akhirnya pada tahun 1929 sudah ada izin resmi dari gubernur jendral Belanda agar seorang pastor boleh menetap di Sumba. 

Pater Limbrock masuk secara resmi di Sumba pada tanggal 30 Agustus 1929. 

Misi pastoral pertama yang dimulai oleh Limbrock adalah pastoral pendidikan dan peternakan. Ia mulai membuka sekolah pada bulan Desember dengan jumlah 90 murid. 

Dua sekolah yang dibangun oleh Pater Limbrock dan Br. Arnold Streng, SVD adalah satu di Weetebula dan satu sekolah di Bondo Boghila. Guru-guru didatangkan dari Pulau Flores. 

Untuk menunjang pembiayaan sekolah maka Br. Arnold Streng, SVD mengembangkan peternakan sapi, kerbau, kambing dan babi. 

Periode pertama ini ditinggalkan oleh SVD karena kurangnya tenaga misonaris SVD, dan semua misionaris dinternir pada tahun 1942 sampai 1945. 

Tahun ini dipandang sebagai tahun jalan salib. Semua misionaris diinternir dari pulau yang satu ke pulau yang lain. 

Dalam kurun waktu itu tidak ada misionaris yang berkarya sehingga terjadi kekosongan. 

Misi Sumba mengalami masa suram. Harta milik dan binatang peliharaan dicuri habis. Pokoknya tentara Jepang foya-foya atas segala ternak peninggalan misonaris SVD. 

Sekolah-sekolah swasta yang dibangun dijadikan sebagai tempat tinggal tentara Jepang. Betapa sadisnya perlakuan tentara Jepang kala itu. 

Secara resmi SVD periode pertama berkarya dari tahun 1929- 1955. Selanjutnya diserahkan kepada kongregasi Redemptoris yang masih setia berkarya hingga detik ini. 

SVD periode kedua datang pada tahun 1985 di Pulau Sumba dengan pintu masuknya adalah Paroki Melolo. 

Ketiga misionaris dari tiga Provinsi SVD yaitu Ruteng, Ende, dan Timor. 

Namun dalam perjalanan waktu, hanya satu misonaris saja yang bertahan menjelmakan Sang Sabda di Pulau Sumba, yakni Pater Yoseph 
Banamtuan, SVD misionaris sulung utusan dari Provinsi SVD Ruteng. 

Sedangkan Pater Vincent Jolosa, SVD dan Pater Zenon, SVD utusan perwakilan dari Provinsi SVD Ende dan Timor meninggalkan Pulau Sumba

Misi di pulau Sumba  jatuh ke tangan Provinsi SVD Ruteng hingga tahun ini memasuki usianya yang ke- 40 berkarya di tanah Marapu. 

Pastoral pelayanan apa saja yang sedang dibumikan oleh misionaris SVD periode kedua di pulau Sumba ini? 

Pada periode pertama Pater Limbrock, SVD bersama kawan-kawannya bergerak di bidang pastoral pendidikan, paroki, peternakan, dan pertanian. 

Namun sekarang ini para misionaris SVD lebih banyak bergelut dalam pastoral paroki dan pastoral pendidikan. 

Pastoral paroki, ada tiga paroki yang dikelolah oleh SVD yaitu Paroki santa Maria Magdalena Ngonggi, Paroki Sang Sabda Lewa, dan Paroki St. Arnoldus Janssen Tambolaka. Ketiga paroki ini dirintis dan dikelola oleh SVD. 

Selain itu sudah diserahkan kepada keuskupan karena imam-imam keuskupan sudah mulai bertambah. 

Artinya misionaris SVD hadir untuk merintis jalan misi bagi imam-imam keuskupan. 

Ada juga pastoral pendidikan yang sedang dijalankan oleh para misionaris SVD periode kedua ini. 

Pastoral pendidikan itu meliputi Sekolah Menengah Pertama Katolik dan Sekolah Menengah Atas Katolik St. Josef Freinademetz Tambolaka. 

SMPK San Jose ini sebagai satu-satunya sekolah unggul yang ada di pulau Sumba dan tamatannya sudah kuliah dan berkarya di berbagai lembaga dan instansi yang ada di seluruh pulau Sumba dan sekitarnya. 

Sedangkan SMA Katolik St. Josef Freinademetz (SMAFREND- Tambolaka) baru saja didirikan pada 5 Januari 2022. 

SMAFREND telah menorehkan prestasi brilian tingkat kabupaten bahkan tingkat Nasional. 

Pada tingkat Kabupaten, Pada 2 Mei 2025 (Hari Pendidikan Nasional),  peserta didik juara satu lomba tulis dan baca puisi, juara tiga lomba menulis esai, juara tiga lomba cerdas- cermat antar SMA/SMK seluruh Kabupaten Sumba Barat Daya

Itu prestasi tingkat lokal. Sedangkan prestasi tingkat nasionalnya adalah mendapatkan penghargaan dari Mendiknas  karena rapor pendidikannya hijauh selama dua tahun berturut-turut dengan sumbangan dana Rp 45 juta dari kementerian Pendidikan Nasional. 

Lebih dari itu ada tiga peserta didik angkatan pertama sekolah ini lulus masuk kedokteran. Inilah prestasi membanggakan sekolah asuhan misionaris SVD. 

Prestasi gemilang lain dari SMAFREND- Tambolaka adalah, pada tahun ini 6 peserta didik yang lolos seleksi Paskibraka tingkat Kabupaten dari 80-an SMA/SMK yang ada di Sumba Barat Daya

Dari kota Tambolaka SMAFREND memancarkan terang cahaya pengetahuan kepada gelap dunia hari ini. 

Terang Sang Sabda di Tanah Sumba, Menyembuhkan Yang Terluka

Perayaan Yubilium 150 tahun SVD sejagat dan 40 tahun SVD periode kedua di Pulau Sumba mengusung tema, “Terang Sang Sabda di Tanah Sumba, Menyembuhkan Yang Terluka.” 

Luka-luka apa saja yang disembuhkan oleh para misionaris SVD di pulau ini? 

Luka-luka pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial yang ada di pulau ini secara perlahan dijamah dan dibalut oleh para misionaris SVD dengan sentuhan pendekatan pastoral praktis yang menyapa realitas mereka. 

Aneka pendekatan yang digunakan adalah pastoral terlibat, hadir dan masuk di dalam realitas budaya orang Sumba dan menjadikan tradisi dan budaya mereka menjadi bagian dari budaya SVD sendiri yang tak terpisahkan dalam menjelmakan Sang Sabda di pulau ini. 

Artinya msionaris SVD melalui pastoral paroki dan pendidikan mengaungkan Sabda lewat sikap dan tindakan nyata sehingga umat sungguh-sungguh menyadari bahwa Tuhan yang menjelma menjadi manusia itu selalu setia berjalan bersama dalam setiap kegembiaraan dan duka hidup dunia hari ini.

Luka- luka yang dialami oleh umat mesti disembuhkan dengan percikan Sabda dan balutan putih lembutnya alunan Sabda yang mengalir tanpa henti di sepanjang musim yang datang silih berganti. 

Mari kita bergandeng tangan bersama menjadi peziarah harapan yang memberi peneguhan kepada umat di pulau Sumba ini menjadi Sumba yang selalu dirindukan dan mampu memancarkan kebaikan umum kepada dunia. 

Dari Pulau Sumba yang indah dengan sajian beribu bukit, dan beribu kuda kupanggil namamu untuk berjaga agar nyeri luka yang sedang terasa di dada ini tak hanyut bersama gelap malam-malam yang enggan siang.

Jejak-jejak misi yang masih ada dan dilanjutkan oleh misionaris SVD periode kedua ini adalah lanjutan dari misi yang dirintis oleh misonaris periode pertama. Bersama Santo Arnoldus janssen, pendiri SVD kita berdoa;

“Di hadapan terang sabda Allah dan Roh Pemberi Karunia Lenyaplah Kegelapan Dosa dan Kebutaan Manusia tak Beriman, dan Semoga Hati Yesus Hidup dalam Hati Semua Manusia.” (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved