Opini
Opini: Pelajaran dari Pulau Sumba
Maka penting, untuk merawat persaudaraan bagi seorang imam demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dunia.
Oleh: RD. Jhoni Lae
Pastor di Paroki St. Petrus Tukuneno, Keuskupan Atambua, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Salah satu ungkapan klasik yang terkenal dan populer yakni pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup. Yang lain lagi begini; supaya ‘jadi manusia’ maka belajarlah dari setiap pengalaman yang dialami.
Atas dasar kedua ungkapan klasik di atas, saya berpikir mungkin baik saya menuliskan kembali pengalaman reflektif di Pulau Sumba ketika mengikuti kegiatan On Going Formation (OGF) Unio Imam Projo Regio Nusra yang terjadi pada tanggal 17-21 Juni 2025 yang lalu.
Baca juga: Pulau Sumba: Hamparan Sabana dan Benteng Budaya Nan Perkasa
Mengikuti OGF menjadi satu pengalaman yang menarik, bahwa dalam umur imamat yang baru seumur jagung, saya bisa mengalami suatu pengalaman perjumpaan yang mengagumkan bersama imam-imam senior yang hebat dari beberapa keuskupan di regio Nusra.
Disamping itu, keindahan Pulau Sumba juga menarik perhatian untuk menulis tentangnya, tentang cerita yang pernah terukir di sana.
Apa itu OGF?
Sebagai imam balita, pertama kali mendengar istilah OGF saya bingung dan ‘gelap’. Tidak terbayang sedikit pun apa maksud dan tujuan kegiatan tersebut.
Saya coba mencari tahu dari internet. Dan beginilah penjelasannya; OGF adalah sebuah kegiatan pembinaan berkelanjutan yang diadakan untuk para imam, khususnya imam diosesan,untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mempererat persauaraan antar sesama imam.
Kegiatan ini bertujuan membangun persaudaraan antar imam diosesan, meningkatkan komunikasi dan juga mempererat hubungan antar imam.
Penjelasan singkat di atas, paling tidak memberikan saya gambaran kecil terkait kegiatan OGF. Bahwa sebagai imam yang diinkardinasikan pada dioses tertentu, persaudaraan pertama-tama harus dimulai dengan sesama imam dalam dioses itu, lalu kemudian dengan sesama imam
di keuskupan-keuskupan lain.
Manjadi imam bukan berarti selesai. Artinya bahwa dengan urapan imamat yang diterima melalui tangan uskup, seorang imam memasuki tahap baru, tahap di mana seorang imam harus mengimplementasikan semua ilmu yang diperolehnya dibangku pendidikan formal, demi terwujudnya kerajaan Allah di dunia. Dan salah satu yang perlu dirawat baik-baik yakni
persaudaraan.
Persaudaraan imamat adalah persaudaraan yang berdimensi salib. Imam hendaknya mendasarkan diri dalam persaudaraan dibawa oleh Yesus Kristus, supaya kemudian ia dapat membangun relasi penuh persaudaraan dengan orang lain, entah itu sesama imam maupun umat yang dilayani.
Persaudaraan menjadi aspek fundamental dalam karya pelayanan seorang imam, karena begini, pelayanan tidak akan efektif kalau tidak persaudaraan.
Maka penting, untuk merawat persaudaraan bagi seorang imam demi terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dunia.
Imam Unio Peziarah Pengharapan
Dalam bingkai tahun Yubelium, panita OGF Regio Nusra di Keuskupan Weetabula-Sumba mengusung tema yang menarik yakni Imam Unio Peziarah Pengharapan. Imam adalah manusia. Imam juga adalah peziarah.
Maka sebenarnya, imam juga adalah seorang manusia yang dalam keterbatasan manusiawinya sedang berziarah bersama Allah yang adalah sumber dan pusat pengharapan orang beriman.
Sebagai Imam Unio Peziarah Pengharapan, imamat disyukuri sebagai sebuah rahmat istimewa yang diberikan kepada manusia supaya dalam kebersamaan dan persaudaraan, berjalan bersama umat menuju kepada Allah.
Berjalan bersama berarti harus adanya sikap toleransi atau saling menerima satu sama lain.
Sebagai satu unio, keberagaman itu pasti. Bahkan umat yang dilayani pun tentu berbeda-beda latar belakang budaya, sosial dan politik.
Kendati demikian, aktivitas pewartaan tidak semestinya terhampat karena perbedaan tersebut melainkan harus berupaya untuk beradaptasi
dan juga menemukan cara-cara penginjilan yang tepat dan relevan supaya orang bisa mengerti dan percaya.
Tentang hal ini, Yesus adalah teladan dan contohnya. Bahwa di tengah banyaknya benturan keberagaman, Yesus tetap teguh dengan prinsip pewartaanNya.
Imam Unio sebagai peziarah pengharapan hendaknya menemukan spiritnya pada teladan Yesus Kristus.
Meskipun banyak keterbatasan, tetapi jika persaudaraan itu didasarkan pada Tuhan, pasti tiak akan mengecewakan.
Moment persaudaraan terjadi lewat beberapa agenda kegiatan yang dilakukan oleh para peserta misalnya merayakan ekaristi bersama umat di beberapa tempat seperti Paroki Manola, Paroki Mangganipi dan Paroki Waikabubak.
Sumba: Mengalami dan Merefleksikan
Pulau Sumba itu indah. Sejauh mata memandang, terbentang luas barisan bukit dengan rumput yang hijau nan indah.
Sepanjang perjalanan dari Sumba Timur menuju Sumba Barat Daya, saya melihat kuburan-kuburan batu hasil pahatan manusia.
Dalam misa ada yang menari kataga dan woleka untuk mengahantar persembahan. Semua itu merupakan hasil perawatan atas penghargaan terhadap budaya yang merupakan bagian dari peradaban manusia.
Manusia adalah makhluk berbudaya. Orang-orang Sumba adalah manusia berbudaya.
Identitas mereka sebagai manusia berbudaya ditunjukkan lewat bagaimana mereka menjaga dan merawat kebudayaan tersebut.
Upaya merawat budaya atau tradisi adalah upaya menjaga martabat. Ya, menjaga martabat sebagai orang-orang berbudaya.
Tidak bisa disangkal, pengaruh perkembangan zaman kerap menyebabkan keengganan untuk merawat kebudayaan.
Maka sebenarnya orang-orang Sumba membentangkan suatu cara hidup yang baik di tengah arus modernisasi ini yakni kemampuan untuk mempertahankan dan menghidupi budaya sebagai martabat diri.
Akhir kata, teruntuk Pulau Sumba, terima kasih untuk pelajarannya; terima kasih untuk persudaraan yang meneguhkan dan terima kasih untuk keteguhan menjaga martabat budayanya. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.