Breaking News

Opini

Opini: Abolisi Tom Lembong, Antara Keadilan Hukum dan Politik Praktis

Meskipun keputusan ini sah secara hukum, banyak pihak yang mempertanyakan rasionalitas dan transparansi di balik pemberian abolisi.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Rikardus Herak 

Oleh: Dr. Rikardus Herak, M.Pd 
Akademisi Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula. 

Keputusan ini, meskipun sah secara hukum, menimbulkan pertanyaan serius mengenai prinsip keadilan dan transparansi dalam sistem hukum Indonesia. 

Abolisi  merupakan hak prerogatif Presiden, namun penggunaannya harus mencerminkan keadilan dan bertanggung jawab untuk menjaga integritas hukum negara. 

Di sisi lain, hal ini juga membuka diskusi tentang penggunaan kewenangan politik dalam kasus hukum yang kontroversial. 

Keputusan ini, yang memberikan kebebasan pada seseorang yang terjerat hukum korupsi, memunculkan anggapan bahwa kepentingan politik lebih dominan dibandingkan dengan prinsip keadilan bagi masyarakat.

Dasar Hukum dan Alasan Pemberian Abolisi

Menurut Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, pemberian abolisi kepada Tom Lembong didasarkan pada pertimbangan demi kepentingan bangsa dan negara.

Selain itu, keputusan ini juga mempertimbangkan kontribusi Tom Lembong kepada negara serta urgensi menjaga kondusivitas dan persatuan bangsa menjelang HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025.

Keputusan ini tentu diambil dengan latar belakang untuk menghindari perpecahan di kalangan masyarakat menjelang peringatan besar tersebut, dengan harapan dapat menciptakan iklim politik yang lebih stabil. 

Namun, pemberian abolisi kepada seorang terpidana korupsi menimbulkan pertanyaan besar terkait konsistensi kebijakan pemerintah yang kerap menyuarakan komitmen pemberantasan korupsi. 

Apakah tindakan ini mencerminkan keputusan yang murni berdasarkan kepentingan negara, atau justru dipengaruhi oleh dinamika politik menjelang perayaan nasional?

Kritik terhadap Keputusan Abolisi

Meskipun keputusan ini sah secara hukum, banyak pihak yang mempertanyakan rasionalitas dan transparansi di balik pemberian abolisi tersebut. 

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai bahwa jika diskresi hukum ini tidak didasarkan pada alasan dan argumentasi rasional, maka hal ini dapat dianggap sebagai penerapan kewenangan raja, bukan presiden yang dipilih secara demokratis dan berada di bawah naungan konstitusi. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved