Opini

Opini: Ketika Pengumuman Bupati Membatalkan Nasib dan Menabrak Tembok Hukum

Ia harus tunduk pada serangkaian aturan main yang ketat, yang dirancang untuk melindungi warga negara. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PADMA INDONESIA
Greg Retas Daeng, S.H 

Tindakan ini secara langsung menabrak Asas Kepastian Hukum, salah satu dari sepuluh asas yang wajib diterapkan pejabat pemerintah menurut Pasal 10m UUAP. 

Jika hasil akhir sebuah seleksi nasional yang melibatkan nasib banyak orang bisa dianulir hanya berdasarkan "permohonan" dari unit lain, lantas apa lagi yang bisa dipercaya dari proses rekrutmen negara? 

Ini menciptakan preseden buruk yang merusak kepercayaan publik secara masif, terutama di Nagekeo. 

Ketiga, Divonis Tanpa Pembelaan: Pelanggaran Asas Keadilan dan Hak untuk Didengar. Inilah pelanggaran yang paling mencederai rasa keadilan. 

Prinsip audi et alteram partem (dengarkan juga pihak lain) adalah pilar peradaban hukum. 

Tak seorang pun boleh dirugikan haknya tanpa diberi kesempatan untuk didengar, membela diri, atau memberikan klarifikasi.

Dokumen pengumuman tersebut sama sekali tidak memberi petunjuk bahwa ke-26 peserta ini pernah dipanggil, diinterogasi, atau setidaknya dikonfrontasi dengan "bukti dukung" yang menjadi dasar pembatalan nasib mereka. 

Prosesnya terkesan berjalan di ruang gelap (ada surat masuk, lalu terbitlah surat keputusan pembatalan). 

Ini adalah sebuah vonis tanpa pengadilan, sebuah tindakan yang bertentangan dengan asas keadilan dan kepatutan yang juga menjadi roh dari UUAP.  

Seandainya mereka diberi kesempatan, mungkin ada penjelasan logis atas tuduhan yang ada. Mungkin hanya terjadi kesalahpahaman administrasi. Namun, kesempatan emas itu tidak pernah diberikan.

Keempat, Potensi Penyalahgunaan Wewenang. Kombinasi antara ketiadaan alasan yang jelas dan proses yang tertutup membuka pintu bagi dugaan adanya Asas Larangan Penyalahgunaan Wewenang yang dilanggar. 

Asas ini tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e UUAP, yang mana melarang pejabat menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain di luar tujuan yang seharusnya. 

Kewenangan untuk membatalkan kelulusan seharusnya menjadi pilihan terakhir (ultimum remedium) untuk memperbaiki kesalahan fatal yang nyata dan terbukti, bukan untuk mengakomodasi "permohonan" yang tidak jelas asal-usul dan substansinya.

Jalan Menuju Keadilan 

Tindakan Bupati Nagekeo bukanlah akhir dari cerita. Ia adalah awal dari perjuangan hukum bagi mereka yang haknya terlanggar. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved